CERITA inspiratif dari Desa Padang Bulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng, kali ini adalah tentang seorang pemuda kreatif yang setia mengabdi pada desa dan dunia kesenian. Namanya, Ketut Tara Listiawan, S.Sn., M,Sn.
Ia lahir di Padang Bulia dan kini berusia 24 tahun. Setelah menamatkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ia membangun sanggar tari di desanya. Dan, sejak itulah, gema pelestarian seni dan tradisi terdengar terus dari sanggar itu.
Setelah Upacara Ngusabha Sarin Taun
Tara menuntaskan pendidikanya di ISI Denpasar tahun 2021. Pada jenjang S1 ia kuliah pada program studi tari (penciptaan), lalu ia melanjutkan pada program magister pengkajian seni di kampus yang sama. Begitu lulus, ia menularkan aura kesenian di desanya dengan begitu semangat.
Ceritanya bermula pada 22 Desember 2016. Setelah digelarnya upacara ngusabha sarin taun di Desa Padang Bulia ia menyadari satu hal. Pada upacara itulah ia tahu bahwa betapa besarminat anak anak di desa untuk mempelajari tari bali.
Untuk itulah ia punya ide untuk membangun sanggar tari untuk menampung minat anak-anak di bidang tari, khususnya tari bali.
Akhirnya dia dibantu tiga temannya, yakni Meistya Pratiwi, Githa Candra Dewi, dan Wida Surya Pratiwi, untuk mewujudkan keinginannya itu. Mereka sepakat untuk mendirikan wadah untuk adik-adik mereka di desa. Wadah itu berupa sanggar tari.
Dari sanggar itu ia berharap nantinya anak-anak dapat menyalurkan minat dan bakatnya, khususnya dalam bidang seni tari bali, di sanggar itu.
Akhirnya terbentuklah sanggar yang bernama “Sanggar Seni Eka Ulangun Shanti” dengan moto “Widya Dharma Werdi Budhaya”. Artinya, “Melestarikan kesenian berdasarkan pengetahuan dan kebenaran.”
Tara mengatakan, tujuan pendirian sanggar ini ialah untuk juga memberikan wawasan bahwa menari itu bukan hanya tentang bergerak di atas panggung. “Menari itu lebih tentang bagaimana gerak itu agar diolah dengan rasa, sehingga dengan rasa itulah penari nantinya mendapatkan taksunya,” kata Tara.
Berdirinya sanggar ini, kata Tara, juga untuk memperkenalkan nama desa. Sebab Desa Padang Bulia masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas, terutama tentang potensi-potensi warganya, terutama lagi tentang potensi seninya.
Tara memang pemuda desa yang mencintai desanya. Melalui berbagai prestasi yang sempat diraihnya, ia begitu bersemangat membangun desa.
Prestasi yang pernah diraihnya adalah sebagai “Top 10 Bagus Buleleng 2015”, “Runner Up 2 Putra Kampus ISI Denpasar 2017”, “Putra Pariwisata Bali 2022” dan sebagai “Mister Geopark Indonesia 2023”.
Sanggarnya memang belum pernah meraih prestasi, namun Ketut Tara mengatakan sanggarnya tetap ikut berbagai lomba untuk memberi pengalaman kepada anak-anak asuhan di sanggar itu.
Di antara lomba yang sempat sanggarnya ikuti adalah Lomba Tari Condong di Gedung asana Budaya Singaraja dan Lomba Tari Condong Di ISI Denpasar.
Saat ini sanggarnya sedang mempersiapkan untuk ikut lomba di bulan november mendatang, yaitu Lomba Tari Legong Keraton di Lapangan Puputan Badung, Denpasar.
Tara menuturkan untuk saat ini ia juga sedang mempersiapkan berkas-berkas dan persyaratan yang dibutuhkan untuk sertifikasi sanggarnya. Mudah-mudahan dengan adanya sertifikasi nanti bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah desa.
Rancang Program Bulan Menari
Untuk perkembangan sanggarnya ke depan Ketut Tara mengatakan, setelah ulang tahun sanggar di bulan Desember ini ia dan pengurus sanggar berencana akan menerapkan sistem iuran perbulan bagi anggota sanggar. Tujuannya bukan untuk komersil, melainkan untuk konsistensi sanggar, dan para anggota bisa bertanggung jawab dan disiplin mengikuti latihan.
“Selain itu kami akan membuat program Bulan Menari dan dimulai dari bulan Januari 2024,” katanya.
Program Bulan Menari akan diumumkan nanti pada serangkaian ulang tahun sanggar 24 Desember 2023. Program Bulan Menari adalah sebuah program dimana setiap akhir bulan akan diadakan pertunjukan seni sebagai hiburan masyarakat dan program tersebut akan menggunakan biaya tiketing masuk yang akan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat
.
“Tujuanya adalah untuk memberikan ruang pentas pada adik-adik anggota sanggar,” kata Tara.
Dengan program itu diharapkan anak-anak tidak bosan dalam belajar menari sebab kesempatan untuk pentas selama ini hanya didapat pada saat hari-hari tertentu, misalnya saat odalan di Pura maupun acara-acara keagamaan lainnya.
Sementara uang dari hasil penjualan tiket itu akan dipergunakan untuk mengganti uang yang telah dipergunakan untuk keperluan pertunjukkan.
Ketut tara juga menyampaikan bahwa untuk saat ini jumlah adik-adik yang belajar menari di samggarnya berjumlah 26 orang. Mereka memperlajari Tari Baris Tunggal, Tari Marga Pati, dan Tari Prahduala Nihlayam.
“Materi-materi itu diajarkan setiap enam bulan secara bergantian,” katanya.
Tari Prahduala Nihlayam adalah tari yang menceritakan tentang para bidadari yang di turun dari kahyangan. Tari itu diciptakan oleh Tari Eka Shanti Dewi dengan komposer I Gede Pande Olit.
Apakah waktu 6 bulan sudah cukup untuk menguasai materi tari? Tara mengatakan, enam bulan sudah cukup, tapi kembali lagi pada personal masing-masing, seberapa cepat mereka dapat menangkap materi yang diberikan guru tari.
“Bagi yang rajin dan cepat menangkap maka waktu 6 bulan sudah sangat cukup,” katanya.
Prinsip yang diterapkan di sanggarnya adalah kehadiran 80% dan juga penguasaan tari yang diajarkan. Jika prinsip itu terpenuhi maka anak-anak baru akan diikutsertakan dalam setiap pertunjukan ataupun lomba-lomba.
Tara juga menceritakan bagaimana proses awal mengajar di awal mula pendirian sanggarnya. Saat itu ia sudah mulai memasuki semester satu dan dia sedang menetap di Denpasar. Sedangkan sanggarnya berada di Desa Padang Bulia. Bagaimana ia harus mencari peserta-peserta yang mau belajar menari.
Ia mencari anak-anak berawal dari mulut ke mulut. Artinya ia memanfaatkan cerita adik-adik yang sudah bergabung dengannya untuk nantinya bisa mengajak teman-temannya yang lain untuk ikut bergabung. Terus begitu, sampai akhirnya sanggar itu menjadi ramai.
Waktu itu dia juga harus mengatur waktu bagaimana agar di setiap Jumat sore ia bisa pulang ke Padang Bulia untuk nantinya di hari Sabtu dan Minggu bisa mengajar adik-adik menari. Itu dilakukan agar tidak mengganggu perkuliahanya, juga tidak mengganggu sekolah adik-adik peserta sanggar.
Lebih Banyak Sukanya
Lanjut mengenai suka-duka juga harapan kedepannya, Tara menyebutkan sebenarnya lebih banyak sukanya. Ketika proses mengajar berbagi ilmu untuk adik-adik di sanggar, melihat semangat mereka dalam berlatih, itulah sukacita yang dirasakannya.
.
“Saya sungguh mendapatkan perasaan yang tak bisa diungkapkan yang juga mampu membangkitkan semangat dalam diri saya sendiri, bisa sharing mengenai seni tari, bagaimana mengolah rasa dan jiwa, itu sungguh pengalaman yang luar biasa,” kata Tara.
Untuk harapan ke depannya, Tara hanya berharap agar sanggar yang ia bangun bersama teman-temannya di Desa Padang Bulia ini bisa mendapat perhatian dari pemerintah desa.
Namun tetap secara pribadi Tara tetap tidak berharap banyak, misalnya tidak berharap sanggar yang ia bangun bersama teman-temanya harus diprioritaskan. Sebab ia mendirikan sanggar karena rasa kecintaannya terhadap seni tari.
Tara juga menegaskan pada dasarnya jangan bertanya apa yang sudah didapat atau diberikan oleh desa kepada kita, tetapi apa yang sudah bisa ia perbuat dan berikan untuk desanya. [T]
Struktur organisasi Sanggar Seni Eka Ulangun Sari
- Penanggung jawab/pendiri: Ketut Tara Listiawan S,Sn., M,Sn.
- Ketua : Ni Made Meistya Pramista
- Sekretaris: Ni Komang Githa Chandra Dewi
- Bendahara: Ni Made Winda Surya Surya Pratiwi A.Md., Keb.
- No HP: 081 917 084 633
Baca juga artikel atau tulisan menarik lainnya GEDE DEDY ARYA SANDY
Reporter: Gede Dedy Arya Sandy
Penulis: Gede Dedy Arya Sandy
Editor: Made Adnyana