KOMUNITAS Budang Bading Badung meraih Juara I pada lomba Musikalisasi Puisi Hari Ulang Tahun (HUT) Mahasaba XII di Aula Fakultas Sastra Universitas Udayana (Unud), Jumat 20 Oktober 2023. Prestasi ini membuat komunitas yang berdomisili di Kabupaten Badung itu senang.
“Kami sangat senang dan bangga bisa menjadi yang terbaik. Ini adalah lomba kali pertama dari Komunitas Budang Bading Badung yang mampu meraih juara I yang sudah mengikuti lomba sejak tahun 2021,” kata I Made Manipuspaka, humas Komunitas Budang Bading Badung usai lomba.
Komunitas yang didukung anak-anak setingkat SMA ini memang serius melakukan persiapan untuk mengikuti lomba Musikalisasi Puisi yang digelar Himpunan Mahasiswa Program Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya Unud ini.
Persiapan yang dilakukan mulai dari memilih puisi, mempelajari makna dan maksud dari puisi itu hingga melagukannya. “Syukurnya, kami selalu kompak kalau sudah latihan. Padahal, masing-masing dari kami memiliki kesibukan sendiri-sendiri terkait kegiatan sekolah,” imbuhnya.
“Jujur, kami sempat merasa berkecil hati sehari menjelang lomba. Ketua dan pelatih kami yang biasanya memberi semangat saat lomba ternyata tidak bisa hadir. Syukurnya, kami bisa tampil maksimal, seperti saat latihan bersama sebelumnya,” ucap Dek Mani penuh syukur.
Penampilan Komunitas Budang Bading Badung
Komunitas Budang Bading Badung itu memang tampil lebih. Para pemain tak hanya bernyanyi, tetapi juga memainkan musik. “Paling kreatif, dinamikanya keren dan pecah suaranya sangat pas juga enak, sehingga Juara I diraih Komunitas Budang Bading Badung,” ucap Dewan Juri I Komang Darmayuda saat mengumumkan pemenang.
Saat lomba Komunitaa Budang Bading Badung membawakan puisi “Geguritan Pianak Bendega” karya Artha Negara dan “Wit Cemara” karya I Nyoman Tusthi yang diaransemen Yoga Anugraha.
Sementara untuk Juara II dan Juara III masing-masing diraih Teater Angin Denpasar dan SMA Negeri 1 Kuta Utara. Setelah itu, Teater Lajose dan Gumi Kauh yang hanya mampu berhasil sebagai Juara Harapan I dan Harapan II.
Darmayuda mengatakan, dewan juri melakukan diskusi panjang untuk menentukan juara. Dewan juri sangat detail sesuai dengan keahliannya. I Gede Agus Darma Putra seorang Dosen UNHI yang mengajar Bahasa dan Sastra Bali menyoroti tentang penggunaan Bahasa Bali yang benar.
I Gusti Ngurah Wisnu Sancaya memperjelas musikalisasi itu sesungguhnya. Apa beda musikalisasi dengan puisi yang dilakukan itu yang disoroti saat menilai. Musikalisasi bukan sekedar melagukan puisi, sementara musiknya bukan sebagai pengiring.
Musik itu sebagai bagian dari lagu itu. Maka musik itu mesti menonjol dan mendapat ruang dalam musikalisasi itu. “Itulah yang mebedakan musikalisasi puisi dengan musik pop yang hanya sebagai pengiring,” ujar Darmayuda yang mewakili dewan juri lainnya.
Darmayuda kemudian memaparkan catatat dewan juri, membuat melodi suatu puisi mesti dilakukan dengan senang dan senang pula dalam memainkan musiknya, sehingga semua itu menjadi bahagia. Semua itu perlu diperhatikan, sehingaa musik puisi itu dapat dirasakan sesuai fungsinya sebagai musikalisasi puisi.
Karena itu dalam penjurian musikalisasi ini, penilainnya sangat komplek. Tak hanya suara yang bagus, tetapi musik juga baik. Tetapi, yang terpenting garapan dari musik puisi itu, pecahan suara mesti bagus. Suara bagus, permainan musik bagus maka semua unsur harus unggul.
Ada peserta yang pandai mengkemas sajian musikalisasi itu, sehingga tak menoton. Tempo tidak sama, sehingga betul-betul mampu menghindari dari kemonotonan itu. Peserta ini mampu membuat warna atau karakter yang dimainkan, sehinga tidak monoton.
Dinamika menjadi bagian yang sangat penting dalam menggarap musikalisasi puisi, sehingga lebih indah dan menarik. Suasana juga penting dicari. “Untuk lomba kali ini, jumlah pesertanya sedikit, tetapi bobotnya hebat sekali, seperti menilai banak final,” kata Dosen Seni Musik ISI Denpasat itu. [T][Pan/*]