COBA sebut perupa terkenal dari Tabanan? Pastilah nama-nama besar dalam seni rupa akan tersebutkan, seperti Made Wianta (almarhum), Nyoman Nuarta, Putu Sutawijaya dan Made Sumadiyasa.
Nama-nama itu ternyata hanya segelintir dibandingkan begiru abrek jumlah seniman rupa di Tabanan. Nama-nama dari golongan muda belakangan bahkan muncul dan menyeruak di tengah pasang-surut perkembangan seni rupa Indonesia.
Ingin tahu siapa saja perupa Tabanan yang kini sedang berkarya sekaligus berjuang demi mengharumkan wilayah kesenirupaan di Tabanan?
Tengoklah Komunitas Maha Rupa Batukaru. Komunitas ini belakangan aktif menggelar pameran. Usia komunitas ini masih muda, tentu saja. Namun perupa-perupa yang ada di dalamnya tercatat sudah beberapa kali pameran di wilayah Tabanan. Secara personal, sejumlah dari mereka bahkan sudah punya jam terbang pameran yang cukup tinggi.
Mulai Jumat, 15 September 2023 pukul 18.30 Wita, para perupa Maha Rupa Batukaru menggelar pameran senirupa di Griya Santrian Gallery, Jalan Danau Tamblingan No. 47 Sanur, Bali.
Tema pamerannya cukup menarik. ‘’Pesan dari Barat’’.
Pameran yang akan dibuka Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. Gde Arya Sugiartha. Dan pameran akan berlangsung hingga 31 Oktober 2023.
Sebanyak 27 perupa dari Tabanan akan memajang karya-karya mereka dalam pameran itu.
Mereka adalah Wayan Sunadi “Doel”, Nyoman Wijaya, Wayan Santrayana, Kadek Dedy Sumantra Yasa, Nyoman Aptika, Made Gunawan, Ketut Boping Suryadi, Made Astika, Putu Suhartawan dan Wayan Suastama.
.
Ada juga perupa Putu Adi Sweca, Made Kenak D.A., Ketut Mastrum, Ketut Suadnyana, Made Wahyu Senayadi, Wayan Naya, Nyoman Ari Winata, I.G. Nyoman Winartha, Luh Gede Widiya, Wayan Susana, Wayan Sukarma, dan IG Putu Yogi Jana P.
Selain itu, ada juga Made Sutarjaya, Komang Kanta, Made Subrata, Ketut Murtayasa, dan Luh Gde Fridayani.
Tentu saja karya-karya mereka bukan karya yang seragam. Masing-masing perupa memiliki kualitas artistik dan capaian personal yang tak diragukan lagi.
Kurator Seni Rupa, Wayan Seriyoga Parta, dalam kata pengantar pameran itu mengatakan karya-karya yang dipamerkan para perupa Maha Rupa Batukaru telah menunjukkan keragaman artistik dan nilai estetik dari representasional (realistik dan figurasi) dan non-representasional (abstrak, abstraksi dan formalistik).
Tema-temanya beragam, sesuai gagasan dan pandangan dunia masing-masing perupa, serta keragaman latar belakang dari akademik dan otodidak (self taught), dapat menjadi potensi yang saling melengkapi, baik secara gagasan dan sensibilitas estetik.
Di sisi lain, Seriyoga Parta menyampaikan, meski Tabanan telah dikenal memiliki berbagai talenta seni terutamanya seni rupa, sampai saat ini belum ada catatan dan dokumentasi yang cukup komprehensif.
Padahal banyak perupa berasal dari Tabanan yang telah mendunia, seperti Made Wianta (almarhum), Nyoman Nuarta, Putu Sutawijaya, Made Sumadiyasa dan sebagainya. Sebelumnya, ada seniman Kayit atau Wayan Teher dan Nodia yang telah dicatat sebagai sosok pembaharu oleh A.A. Made Djelantik dalam buku Balinese Paintings terbitan Oxford tahun 1990.
Begitupun geliat kreatif seni lukis wayang di Kerambitan yang sempat dicatat penulis dari luar. Setelah itu, hingga saat ini telah lahir banyak perupa muda yang berasal ataupun berdomisili di Tabanan, mereka sangat potensial sebagian telah terwadahi dalam kelompok Maha Rupa Batukaru.
Belum ada yang tergerak melakukan pencatatan dan pembacaan capaian karya-karyanya yang telah tersohor itu. Begitupun ketiadaan catatan perihal perkembangan karya-karya para perupa.
Mungkin kesempatan berkumpulnya para perupa asal Tabanan kali ini dapat menjadi momentum bersama untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya dokumentasi dan pengkajian tersebut.
Sembari terus mendorong daya-daya kreativitas untuk melahirkan capaian-capaian anyar, dan mungkin lebih elok jika dibarengi semangat untuk mengusung sebuah visi estetik bersama.
.
Sehingga kehadiran sebuah wadah berupa komunitas yang telah memiliki struktur organisasi formal ini, tidak menjadi formalitas semata. Alih-alih hanya berkumpul untuk kepentingan pragmatis atau sekadar guyub berpameran bersama, sementara enggan membuat karya-karya ‘’baru’’ sebagaimana kasus klasik sebuah kelompok atau komunitas seniman.
Menurut Seriyoga Parta, perlu adanya kesadaran bersama para eksponen yang telah ‘’dewasa’’ secara pengalaman dan perspektif berkesenian, membuat sebuah gerakan yang didasari oleh konsep yang dirumuskan bersama.
‘’Saya rasa masih relevan untuk dewasa ini, sebuah komunitas membangun visi bersama untuk menjangkarkan dan menajamkan potensi-potensi personal yang ada, sehingga muncul gerakan secara estetik yang menandai kebersamaan dalam komunitas,” katanya.
Mungkin juga, kata Seriyoga, pameran ini akan dapat menarik potensi-potensi lainnya yang masih enggan untuk bergabung, sekaligus membuka pintu agar komunitas menjadi lebih inklusif tidak terjebak pada eksklusivitas dan subjektivitas.
“Saya rasa masih banyak potensi lain yang belum turut bergabung meramaikan komunitas ini, seperti fotografi, patung, terakota, keramik dan seni instalasi. Semua potensi tersebut ada di sana atau berdomisili di daerah Tabanan, sangat sayang jika potensi tersebut tidak dapat bergerak bersama,’’ ujarnya.
.
Seriyoga memandang pergerakan seni rupa sebagai bagian dari gerak kebudayaan, seharusnya kini mendapatkan angin segar dengan naungan undang-undang pemajuan kebudayaan, yang diamong oleh Kemendikbud dan Direktorat Kebudayaan serta turunannya di daerah oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota.
Karena itu kehadiran komunitas Maha Rupa Batukaru dengan formalitasnya sejalan dengan arah kebijakan pemerintah di bidang kebudayaan, yang tidak lagi dari atas ke bawah, tetapi justru sebaliknya dari pelaku sebagai stakeholder utama dan pemerintah mengambil peran fasilitator.
Apalagi anggota komunitas ini ada yang menjadi anggota dewan, tentu sangat paham atas perkembangan tersebut. Sudah saatnya komunitas perupa Tabanan mulai bergerak secara intensif dengan dukungan berbagai pihak baik pemerintah dan swasta.
‘’Pameran ini dapat menjadi momentum untuk bergerak dengan kesadaran bersama membangun semangat visioner demi pemajuan seni dan kebudayaan, khususnya di daerah Tabanan. Pameran bersama ini dapat menjadi titik tolak untuk menggerakkan komunitas Maha Rupa Batukaru menuju semangat itu,’’ katanya.
Ketua Komunitas Maha Rupa Batukaru Tabanan, Nyoman Wijaya menyampaikan, tema ‘’Pesan dari Barat’’ yang diangkat dalam pameran kali ini tak terlepas dari latar belakang berdirinya Komunitas Maha Rupa Batukaru yang ingin menciptakan wadah dan dan kendaraan untuk bisa bergerak lebih maju dan lebih cepat.
Tak itu saja, komunitas ini dibangun, sebagai ruang interaksi dari masing- masing anggota untuk menumbuhkan suasana diskusi dalam rangka menemukan ide-ide baru dalam berkesenian. Komunitas ini juga mampu menguatkan keyakinan dan rasa percaya diri untuk bisa maju bersama memasuki ruang-ruang apresiasi dan pasar yang lebih luas.
.
‘’Harapan kami, ‘Pesan dari Barat’ ini tidak hanya berlaku pada anggota komunitas kami, namun menjadi inspirasi bagi komunitas di daerah Bali lainnya, yang pada akhirnya akan memberi dampak positif bagi perkembangan senirupa Bali,’’ ujar Nyoman Wijaya.
Sebagai daerah agraris dan lumbung padinya Bali, kata Wijaya, Tabanan banyak melahirkan maestro di bidang seni. Ada penari legendaris Ketut Maria (Mario), pematung terkenal Nyoman Nuarta, sastrawan kawakan Gusti Putu Wijaya, perupa mendunia Made Wianta dan sebagainya.
Kiprah berkesenian para maestro ini juga menjadi insprasi bagi komunitas Maha Rupa Batukaru untuk mengembangkan senirupa.
‘’Para maestro senirupa ini bisa dijadikan pijakan kami dalam mempertahankan semangat berkarya dan menjadikan contoh nyata bahwa alam dan geografis Tabanan yang agraris juga mampu melahirkan seninan-seniman hebat tanah air,’’ kata Wijaya. [T][ole/*]