BAHASA DAERAH adalah aset kebudayaan nasional yang keberadaanya semakin terdesak oleh kemajuan zaman dan teknologi. Di Indonesia terdapat sekitar 718 bahasa daerah. Berdasarkan Laporan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, dari sekian bahasa daerah tersebut, 11 bahasa daerah dinyatakan sudah punah, sedangkan 25 lainnya terancam punah.
Pemerintah melalui Kemdikbudristek meluncurkan Merdeka Belajar Edisi ke-17, yaitu Revitalisasi Bahasa Daerah sebagai respons terhadap kondisi di atas. Program ini menyasar komunitas tutur, guru, kepala sekolah, pengawas, dan siswa. Fokus sasarannya adalah guru dan siswa. Tujuan akhirnya adalah agar penutur muda menjadi penutur aktif bahasa daerah.
Menjadikan generasi muda untuk menjadi penutur aktif bahasa daerah di tengah gempuran kemajuan zaman dan teknologi tentu tidak mudah. Globalisasi memang membawa peluang kemudahan dan kecepatan dalam berbagai hal. Tetapi di balik itu juga membawa ancaman.
Salah satu dampaknya adalah penggunaan bahasa daerah yang tampaknya semakin ditinggalkan oleh generasi muda. Ini dibuktikan dengan laporan BPS sesuai hasil long formSensus Penduduk (SP) 2020 yang diterbitkan tanggal 31 Januari 2023 bahwa kemampuan berbahasa daerah generasi Z sebesar 69,9%. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran akan sikap positif bahasa penutur muda semakin menurun.
Merujuk pada pendapat Garvin dan Mathiot, sikap positif bahasa ditunjukkan dengan tiga ciri. Pertama, kesetiaan bahasa (language loyalty), yaitu sikap setia, teguh, dalam mempertahankan bahasa. Kedua, kebanggaan bahasa (language pride), yaitu rasa bangga dalam menggunakan bahasa sebagai identitas diri. Ketiga, kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm), yaitu kesadaran yang mendorong seseorang untuk menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan sikap positif bahasa generasi muda. Kebijakan Revitalisasi Bahasa Daerah adalah salah satunya. Melalui program ini langkah konkret yang telah dilakukan pemerintah adalah peningkatan kompetensi guru. Seperti pelatihan guru master tanggal 10-13 Mei 2023 di Singaraja yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali menyasar guru-guru bahasa Bali SMP dan SD di Buleleng.
Salah satu guru bahasa Bali SMP Negeri 2 Sawan menjadi peserta pelatihan ini. Sebagai tindak lanjut kegiatan kemudian para guru master atau guru utama melakukan pengimbasan kepada guru sejawat dan siswa. Guru bahasa Bali SMP Negeri 2 Sawan pun telah melakukan pengimbasan kepada siswa. Pengimbasan ini dipantau langsung oleh staf Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta Balai Bahasa Provinsi Bali pada Senin, 21 Agustus 2023.
Selain bertujuan meningkatkan kompetensi pedagogi dan profesional guru bahasa daerah, pelatihan guru master tentunya juga bertujuan untuk penguatan sikap positif guru terhadap bahasa daerah. Artinya, sebelum menumbuhkan sikap positif berbahasa kepada siswa maka seyogianya guru sendiri harus memiliki sikap positif berbahasa itu.
Sikap positif guru terhadap bahasa daerah tentu bisa saja menurun atau melemah. Sebagaimana Putu Supartika -Penulis, Sastrawan- pernah menyampaikan kritik pedas pelestarian bahasa Bali yang hanya sebates munyi (hanya sebatas pada perkataan saja). Salah satunya mengkritik guru bahasa Bali yang dikatakan kurang kreatif dan inovatif dalam mengelola pembelajaran di kelas. Dampaknya pembelajaran bahasa Bali membosankan, dinomorduakan oleh peserta didik sebagaimana disampaikan oleh akademisi Undiksha I Wayan Artika.
Anak-anak sedang belajar mapidarta bahasa Bali | Foto: Komang Sujana
Pelatihan guru master telah memberikan manfaat besar bagi guru-guru bahasa daerah untuk meningkatkan kemampuan mengajarnya. Berbagai strategi pembelajaran yang diperoleh saat pelatihan berdampak pada pembelajaran yang lebih bermakna di kelas. Anak-anak lebih banyak diberikan kesempatan untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan, mencoba hal-hal baru seperti belajar mengetik aksara Bali di komputer, berlatih membaca teks pidarta, menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan, seperti menulis puisi dan cerpen, membaca satua Bali dan mendiskusikan isinya.
Menumbuhkan sikap positif berbahasa dalam rangka menjaga kelestarian bahasa daerah adalah usaha kolaboratif. Selain guru, diperlukan peran lingkungan keluarga, masyarakat, dan Pemerintah. Saya sangat mengapresiasi berbagai program pemerintah pusat seperti pelatihan guru master, monitoring dan evaluasi pengimbasan dari guru ke siswa, dan selanjutnya pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Sebagai informasi, FTBI tingkat Provinsi Bali akan dilaksanakan pada bulan November tahun 2023. Bentuk kegiatannya terdiri atas beragam lomba lomba antarsiswa SD dan SMP se-Bali, seperti lomba masatua Bali, matembang sekar alit, nyurat aksara Bali di kertas dan komputer, cipta dan baca puisi Bali anyar, menulis cerpen, mapidarta, dan bebanyolan tungal.
Sementara itu, menurut Evi Noviani, Analis Revitalisasi Bahasa dan Sastra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, FTBI nasional direncanakan akan kembali dilaksanakan tahun depan dengan mengundang lebih banyak peserta. Bahkan dikatakan bahwa Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sedang berdiskusi dengan Pusat Prestasi Nasional agar agenda Tunas Bahasa Ibu bisa masuk dan setara dengan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N). Jika ini terealisasi tentu akan menambah semangat guru dan siswa dalam gerakan pelestarian bahasa daerah. Pada khususnya siswa akan menjadi semakin termotivasi karena semakin diapresiasi oleh pemerintah.
FTBI diharapkan bisa terlaksana dari tingkat kabupaten sampai nasional. Hanya saja tahun ini Pemerintah Kabupaten Buleleng kembali tidak menggelar FTBI. Siswa yang akan mewakili Buleleng pada FTBI tingkat provinsi nanti ditentukan melalui penunjukan. Mekanisme ini sama seperti tahun lalu. Ke depan mekanisme penunjukkan seperti ini sangat perlu dikaji kembali. Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah daerah wajib melakukan pengembangan dan pelindungan bahasa daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.
Namun, kondisi ini tidak mengurangi semangat guru-guru bahasa daerah di Buleleng untuk melakukan pengimbasan revitalisasi bahasa daerah di sekolah dan pembinaan siswa yang akan mengikuti FTBI tingkat provinsi. Apakah ini akan berdampak pada peningkatan sikap bahasa generasi muda menjadi semakin positif terhadap bahasa daerah? Semoga dan semoga. [T]
- BACA artikel lain dari penulis KOMANG SUJANA