10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Yang Harus Dilakukan Indonesia untuk Mengatasi Pemanasan Global

JaswantobyJaswanto
August 5, 2023
inOpini
Yang Harus Dilakukan Indonesia untuk Mengatasi Pemanasan Global

Pemanasan global | Ilustrasi Tatkala.co

MASALAH PERUBAHAN iklim dan pemanasan global (global warming) bukan masalah Indonesia saja, melainkan juga masalah dunia. Berkali-kali masalah ini dibahas di tingkat internasional untuk mencari jalan keluar cara mengatasinya.

Namun, berkali-kali juga negara-negara tersebut, yang mengikuti konferensi—khususnya negara besar yang berpengaruh—belum sepakat mengambil keputusan strategis dan mendasar sehingga penanganan untuk menekan emisi karbon di tingkat internasional sementara waktu mandek (stagnan).

Dalam Pertemuan G20 di Roma tahun lalu, misalnya, China membidik nol emisi pada 2060, padahal PBB memberi tengat waktu sebelum 2050. Polutan-polutan besar lainnya seperti India dan Rusia malah tak mau terpaku pada tengat waktu tersebut.

Sementara itu, produksi emisi karbon dunia terus meningkat. Akibatnya, pemanasan global yang meningkatkan suhu bumi 1,5 derajat Celcius belum mampu ditekan, bahkan cenderung menaik.

Goddard Institute for Space Studies (GISS), lembaga penelitian semesta milik NASA, mencatat suhu bumi naik 0,8 derajat celcius sejak 1880, seratus tahun setelah dimulainya Revolusi Industri, ketika era pertanian berubah menjadi pengolahan barang di pabrik.

Dua pertiga kenaikan tertinggi dimulai sejak 1975 sebesar 0,15-0,2 derajat Celcius per dekade. Dan 2020 disebut oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) sebagai tahun terpanas kedua sepanjang sejarah setelah 2016.

Sedangkan pada Juli 2023—ya, tahun ini—menjadi bulan terpanas di muka bumi sepanjang 120.000 tahun terakhir. Fakta ini membikin sekjen PBB mengeluarkan pernyataan bahwa masa pemanasan global telah usai. Kini kita berada di tahap baru terkait fenomene perubahan iklim. Hari ini, bukan lagi pemanasan global, tetapi telah berubah menjadi “pendidihan global”.

Ancaman Nyata

Pemanasan global dan perubahan iklim telah terbukti nyata. Menjadi ancaman keberlangsungan hidup makluk di bumi. Tentu kita masih ingat gelombang panas mematikan yang terjadi pada 2015 dan menewaskan ribuan orang di India dan Pakistan. Atau yang lebih dulu, pada 2010 dilaporkan 55 ribu orang tewas karena gelombang panas di Rusia—tiap hari 700 orang tewas di Moskow karenanya.

Di Timur Tengah dan Teluk Persia, pada 2015 indeks panas mencatat suhu tertinggi mencapai 72 derajat Celcius. David Wallace-Wells, penulis buku Bumi yang Tak Dapat Dihuni: Kisah tentang Masa Depan, mengatakan “dengan baik hati mengingatkan bahwa beberapa puluh tahun ke depan, ibadah haji akan menjadi sangat berat secara fisik bagi kaum Muslim.”

Di Irak, di tengah gelombang panas yang memanggang Timur Tengah selama beberapa bulan pada 2016, suhunya melebihi 37 derajat celcius pada bulan Mei, 43 pada Juni, dan 48 pada Juli—suhu turun di bawah 37 derajat hanya pada malam hari. Pada 2018, suhu tertinggi yang pernah tercatat pada April terjadi di Pakistan dan bagian tenggara.

Udara panas yang terjadi akibat perubahan iklim sebagai dampak dari pemanasan global memang bukan dongeng atau mitos—seperti yang diyakini mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kita merasakannya, walaupun belum “separah” cerita-cerita dari negeri-negeri yang jauh tadi.

Banyak orang menyepelekan persoalan ini, seeakan-akan perubahan iklim terjadi secara “alami”, buka karena ulah manusia; seakan-akan perubahan iklim dan pemanasan global tidak memiliki hubungan. Bahwa seakan-akan kekayaan dapat menjadi benteng untuk melindungi kita dari ancaman pemanasan global. Teknologi yang canggih akan menyelamatkan hidup manusia.

Namun kita lupa, atau barangkali terlena, bahwa teknologi bernama AC—dan kipas angin—sudah mengonsumsi 10% listrik global. Bahkan pada 2050 permintaan AC diperkirakan berlipat tiga, atau malah berlipat empat. Penelitian lain memberi perkiraan bahwa di seluruh dunia akan ada sembilan miliar lebih alat pendingin beraneka jenis. Dan menurut perkiraan, dunia akan menambah 700 juta unit AC pada 2030. Fantastis!

Lantas, bagaimana dengan negara kita, Indonesia?

Verisk Maplecroft, lembaga analisis bisnis global, dalam rilisnya pertengahan Mei tahun lalu, menyebut Jakarta sebagai kota dengan bahaya lingkungan terbesar dan paling rentan terhadap perubahan iklim. Selain Jakarta, Surabaya dan Bandung masing-masing berada di posisi keempat dan delapan untuk kota di Indonesia.

Optimisme Indonesia

Pada Minggu, 31 Oktober 2021, di La Nuvola, Roma, Italia, Presiden Joko Widodo menyampaikan pendapatnya dalam KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup.

Tampaknya Pak Jokowi sangat percaya diri. Ia mengatakan, “Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan iklim. Posisi strategis tersebut kami gunakan untuk berkontribusi.”

Sama halnya dengan Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kita, Siti Nurbaya, tampaknya juga sangat percaya diri bahwa Indonesia dapat menjadi contoh mengatasi perubahan iklim.

Pada siaran pers—setelah KLHK melakukan, meminjam istilah siaran pers-nya, kick off G20 on Evironment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG)—Februari lalu, Nurbaya mengatakan, “Kita tunjukkan bahwa Indonesia memiliki arti bagi dunia, terutama dalam konteks Environment and Climate Sustainability, karena kita bangsa pekerja, pemikir, antisipatif, inovatif, responsif.”

Dan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, berjanji menjalankan peran co-chair secara optimal—setelah dirinya menjadi co-chair The Coalition of Finance Minister for Climate Action 2021-2023—bersama Finlandia melalui pengurangan emisi yang sudah ditetapkan dalam kontribusi nasional yang ditetapkan (NDC) di PPB sebesar 29% dengan usaha sendri, dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030.

Apakah kepercayaan diri itu benar-benar didukung komitmen yang kuat (ajeg) atau hanya untuk menjaga cintra di depan dunia internasional? Pasalnya, kerusakan lingkungan di Indonesia juga sangat serius.

Deforestasi dan deagrarianisasi masih masif. Lihat saja hutan Papua, melalui PP No 26/2008, Perpres 5/2008, PP No 18/2010, 1.23 juta hektar dikonversi menjadi lahan pertanian dan perkebunan sawit—atau di masa SBY lebih dikenal dengan program MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate).

Atau lihat Tuban, Jawa Timur, lahan pertanian produktif seluas 841 hektar terancam beralih fungsi akibat pembangunan kilang minyak milik PT Pertamina. Dan masih banyak contoh di daerah-daerah di Indonesia.

Presiden Joko Widodo—yang notabene alumni Fakultas Kehutanan UGM—acap kali mendapat kritik saat ia menjadi sponsor UU Cipta Kerja yang dinilai lebih mengutamakan bisnis ekstraktif dan menyisihkan manajemen kehutanan—yang ditulisnya sendiri dalam buku Darurat Hutan Indonesia: Mewujudkan Arsitektur Baru Kehutanan Indonesia yang terbit tahun 2014.

UU Cipta Kerja menghapus luas minimal 30% hutan di sebuah daerah aliran sungai atau pulau untuk mencegah bencana. Sama dengan SBY, Jokowi memimpikan lumbung pangan atau yang lebih dikenal dengan istilah food estate dan mengorbankan hutan lindung.

Bukankah salah satu cara menurunkan emisi adalah melalui pengurangan deforestasi, reboisasi dan degradasi lahan? Lalu, apa yang harus dilakukan Indonesia untuk mengatasi pemanasan global?

Pertama, tentu saja pemerintah harus berkomitmen untuk terus mengurangi laju deforestasi. Jika merujuk data tahun 2020, laju deforestasi mencapai 146.000 hektare. Sementara deforestasi laten berupa lahan kritis dalam kawasan hutan pada 2018 mencapai 13,4 juta hektare. Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap tegas terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan pertambangan.

Ketegasan yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada awal 2022 dengan mencabut 192 izin konsesi kehutanan yang bermasalah dan mencabut 2.078 izin pertambangan harus terus didukung. Kementerian, atau pejabab daerah harus sama-sama memiliki komitmen seperti Presiden.

Kedua, rehabilitasi hutan. Seperti yang dikatakan Presiden Jokowi sewaktu silaturahmi dengan dosen, alumni, dan mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM pada Desember 2017, seharusnya KLHK mampu membangun hutan asal dikerjakan secara detail dari hulu ke hilir. Mulai dari persemaian, penanaman, pemeliharaan sampai ke penebangan.

Akhir tahun 2021, Jokowi memaksa perusahaan kelapa sawit dan tambang untuk membangun persemaian. Kebijakan ini, tulis Pramono Dwi Susatyo dalam Komitmen Jokowi dalam Pembangunan Kehutanan, diterapkan untuk mendukung program kelestarian lingkungan. Hasil dari persemaian akan ditanam di lahan-lahan rawan banjir dan longsor. Ini pemikiran yang bagus.

Ketiga, pemerintah harus mulai serius mengembangkan tenaga alternatif seperti sinar matahari, air, dan angin. Panel-panel surya harus segera dipikirkan mulai dari produksi, regulasi, sosialisasi, hingga distribusinya ke masyarakat.

Daerah yang memiliki potensi arus air sungai yang deras didorong untuk memanfaatkannya sebagai pembangkit listrik, begitu juga dengan daerah yang memiliki potensi angin yang kencang.

Keempat, membuat regulasi yang tegas terhadap prilaku yang merusak lingkungan. Dari mulai perilaku yang kecil seperti membuang sampah sembarangan—di sungai, di laut, di mana-mana—sampai perilaku perusakan yang besar.

Kelima, dan ini yang terakhir, pengetahuan untuk menjaga lingkungan dan melestarikannya harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda dan masyarakat secara umum. Rasanya tidak berlebihan jika hal ini dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Bagaimana mengelola manajemen sampah; manajemen hutan; dan manajemen sungai dan laut. Sekolah-sekolah, universitas, ormawa kampus (intra maupun ekstra), menjadi ujung tombak dalam pelaksanaannya.

Dengan begitu, cita-cita Indonesia sebagai percontohan mengatasi perubahan iklim tidak hanya sekadar wacana—atau justru dianggap sebagai pencitraan di depan dunia internasional semata.

Karena semua masalah perubahan iklim itu kita tahu dan sadar bahwa kita—manusia—sendiri yang menyebabkannya, maka semestinya kita juga cukup bijak untuk selalu punya cara meyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan masa depan bumi ini. Dengan begitu kita akan selamat dari krisis yang lebih buruk dan bencana yang lebih besar.

Nenek-kakek moyang kita telah mewariskan mata air, jangan sampai kita malah akan mewariskan “air mata” kepada generasi yang akan datang. Indonesia masih ada waktu untuk melakukan itu.[T]

Anak-Anak Reformasi: Manusia Baru Indonesia
Ruang Hijau untuk Udara Sejuk – [Memandang Kebun Permakultur di Taman Baca Kesiman]
Navicula Menyanyi dan Bicara Orangutan
Hujan dan Kampung Saya yang Semakin Memanas
Tags: bumiGlobalisasiIndonesia
Previous Post

Sapi Gerumbungan: Wujud Rasa Syukur Petani Buleleng di Musim Panen

Next Post

Rindu Kemesraan Kata-Kata | Cerpen Meisa Wulandari

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Rindu Kemesraan Kata-Kata | Cerpen Meisa Wulandari

Rindu Kemesraan Kata-Kata | Cerpen Meisa Wulandari

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co