LOVINA FESTIVAL bulan lalu memberi kesan tersendiri bagi masyarakat Buleleng. Bukan saja karena beragam mata acaranya, tapi juga soal nyaris semua sektor ikut terdampak, termasuk pelaku kesenian Sapi Gerumbungan, yang merupakan salah satu tradisi gumi Panji Sakti.
Dalam perhelatan Lovina Festival 2023, terdapat lima kelompok pelaku kesenian Sapi Gerumbungan yang mengikuti eksibisi tersebut. Kelompok tersebut berasal dari Buleleng Timur, Tengah, dan Barat.
Mengenai kesenian Sapi Gerumbungan, Ketut Susila, Ketua Kelompok Sapi Gerumbungan Pasupala Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, Buleleng, menerangkan bahwa tradisi ini merupakan warisan turun-temurun. “Kami sendiri termasuk generasi ketujuh yang masih melestarikan tradisi ini,” ujarnya menerangkan disela kesibukan mempersiapkan perlengkapan aksesoris Sapi Gerumbungan.
Kelompok Pasupala Desa Lemukih telah dikukuhkan secara resmi sejak tahun 2010 silam dan sudah memenuhi kategori rombongan induk untuk bertahan memelihara Sapi Gerumbungan.
Menurut Susila, dahulu, kesenian Sapi Gerumbungan lahir dan menjadi bagian dari masyarakat agraris Buleleng. Masyarakat Buleleng, dulu, selain mengandalkan hasil laut sebagai mata pencaharian, juga mengandalkan tanah (bercocok tanam) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dan dalam sejarahnya, Sapi Gerumbungan dijadikan simbol sebagai wujud rasa syukur petani atas hasil panen yang melimpah.
“Menurut cerita tetua kami, Sapi Gerumbungan ini sebagai pembayar kaul (nawur sesangi) kalau hasil panen bagus. Hingga sekarang kadang masih dijadikan sebagai salah satu cara membayar kaul, selain sebagai seni pertunjukan seperti sekarang ini,” jelas Susila.
Bukan Sapi Sembarangan
Mengenai sapi yang digunakan, Susila menjelaskan, bahwa tidak sembarang sapi bisa digunakan dalam kesenian ini. Kata dia, yang bisa digunakan adalah sapi pilihan yang istimewa. Sapi yang digunakan dalam kesenian ini biasanya sudah memiliki ciri khas sejak lahir—yang biasanya dapat dilihat pada tampilan fisik, yaitu dari sisi gerakan kepala, ekor yang tegak, dan gerakan kaki.
Oleh karena itu, untuk menyiapkan Sapi Gerumbungan yang memiliki kualitas baik, pihaknya menyebutkan sapi harus dirawat dengan spesial. Majikan harus memijat dan mengelus setiap hari serta memastikan sapi mendapatkan sinar matahari yang cukup.
Sapi biasanya akan dijemur saat pagi dan dimandikan pada siang hari. Sapi-sapi ini, setelah dilatih dan mendapat perlakukan khusus, akan siap ditampilkan untuk atraksi sampi gerumbungan dari umur 12 bulan ke atas.
“Sapi Gerumbungan ini sejak lahir sudah diketahui ciri-cirinya, dan kami sebagai majikan harus memperlakukannya sesuai mood—karena setiap sapi memiliki karakterisitik berbeda. Di situlah tantangannya untuk menjinakkannya,” terangnya.
Untuk harga bibit Sapi Gerumbungan, menurut Susila, lebih mahal dibanding sapi biasa. Jika bibit sapi biasanya dibandrol sekitar Rp9.000.000 per ekor, bibit sapi gerumbungan bisa sampai Rp11.000.000 per ekor. Hal tersebut yang membuat perlakuan khusus harus selalu diberikan untuk sapi tersebut.
Kelompok Pelestari
Sebagai tradisi kesenian warisan leluhur, Sapi Gerumbungan sebenarnya memang harus terus dilestarikan. Dan dalam hal ini, Susila menyatakan berkomitmen untuk melanjutkan tradisi warisan leluhur tersebut.
Sepertinya Susila tidak sedang omong kosong. Soal komitmen tersebut, kita dapat melihat dari persiapannya ketika hendak mengikuti kegiatan besar. Kelompok Pasupala, pada hari biasa, melaksanakan latihan 2 minggu sekal. Sedangkan pada saat mempersiapkan event, mereka akan latihan lebih intens lagi menjadi 2 hari sekali.
“Kami termotivasi karena sudah menjadi kesenangan untuk melanjutkan warisan leluhur kami,” tandasnya.
Sekadar informasi, selain Kelompok Pasupala, di Buleleng ada beberapa kelompok yang masih melestarikan Sapi Gerumbungan. Di Buleleng Timur, misalnya, ada kelompok Baga Sebali yang terdiri dari kelompok Desa Sawan, Menyali, Lemukih, Galungan, dan Bebetin.
Sedangkan di Buleleng Tengah, Sapi Gerumbungan ada di Desa Panji, Desa Sambangan di Kecamatan Sukasada, dan Kelurahan Banjar Tegal, Kecamatan Buleleng. Sementara itu, di Buleleng Barat Sapi Gerumbungan masih dilestarikan di Desa Kaliasem dan Desa Pedawa, Kecamatan Banjar.
Sebab masih ada kelompok pelestari Sapi Gerumbungan, sudah sepatutnya Pemerintah Kabupaten Buleleng segera mengambil tindakan pelestarian dengan menguatkan ekosistem kesenian Sapi Gerumbungan—yang mencakup tentang kreasi, manajemen produksi, distribusi, konsumsi, sampai apresiasinya.
Jangan sampai kesenian leluhur ini hanya sebatas menjadi cerita dikemudian hari. Mengingat, belakangan ini atraksi itu nyaris punah seiring dengan perubahan cara orang bertani di Bali, yang dulunya membajak sawah menggunakan sapi, kini lebih banyak menggunakan traktor. Sapi untuk membajak pun menjadi langka.[T][Jas/*]