Yen Chopin padem ring Bali
Kararung saking daksina
Titiang mengenang Bali
Sunantara wong ngrusak-asik negara
Sang jukung kalapu-lapu
Santukan Baruna kroda
Nanging Chopin nenten ngugu
Kadang ipun ngrusak seni-budaya
PETIKAN lagu “Chopin Larung” karya komposer Guruh Soekarno Putra ini menjadi lagu pembuka adilango (pergelaran) “Opera in Paradise” di panggung terbuka Ardha Chandra, Taman Budaya Denpasar, Minggu, 16 Juli 2023 malam. Opera persembahan Sanggar Heny Janawati Vocal Expert berkolaborasi dengan Surabaya Opera Academy, Amadeus Orchestra dan Voice of Bali (VoB) itu menjadi pertunjukan pertama dan pembuka saat pembukaan Festival Seni Bali Jani (FSBJ) V.
Beberapa menit sebelumnya, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin membuka secara resmi FSBJ V didampingi Gubernur Bali Wayan Koster yang secara bersamaan menutup Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-45.
Opera ini digagas sekaligus digarap artistiknya oleh Heny Janawati dan Patrisna May Widuri sebagai konduktor. Surabaya Opera Academy beranggotakan penyanyi-penyanyi klasik dari berbagai daerah di tanah air yang telah meraih banyak prestasi baik di tingkat nasional maupun international. Begitu juga Amadeus Orchestra, kelompok orkestra dari Surabaya dan VOB juga telah menorehkan prestasinya baik di tingkat nasional dan international.
Pertama Kali di Bali
“Opera in Paradise” berlangsung selama 60 menit, menampilkan 11 skena karya-karya opera ternama di dunia, dari karya Wolfgang Amadeus Mozart hingga Giuseppe Verdi yang dirangkai dalam untaian opera yang memikat. Semuanya ditampilkan dengan gaya asli Eropa dengan tujuan memberikan gambaran tentang bagaimana karya opera yang sebenarnya.
“Bisa dikatakan, Opera in Paradise adalah pertunjukan opera pertama di Bali dengan tujuan untuk memberikan pengalaman musik yang unik dan berkualitas yang belum pernah dinikmati oleh pecinta seni di Bali,” ujar Heny Janawati sebelum pertunjukan.
Namun, untuk memberikan sentuhan kedekatan dengan penonton serta menautkan dengan tema FSBJ V yakni “Citta Rasmi Segara Kerthi: Bahari Sumber Inspirasi”, lagu Chopin Larung yang bertema budaya Bali dengan elemen-elemen laut disajikan sebagai pembuka pertunjukan. Lagu garapan komposer Guruh Soekarno Putra itu menggunakan lirik berbahasa Bali.
“Opera in Paradise” di panggung terbuka Ardha Chandra, Taman Budaya Denpasar, Minggu, 16 Juli 2023 malam | Foto: Ist
Skena-skena berikutnya, kendatipun dicuplik dari opera-opera Barat yang menggunakan bahasa Inggris, Perancis, Italia dan Jerman, masih bertaut dengan tema bahari. Sebut saja skena “We Sail The Ocean Blue” dan “I am The Monarch of The Sea” dari H.M.S Pinafore karya Gilbert & Sullivan yang memang bertemakan bahari.
Selain itu, “Opera in Paradise” juga menampilkan sejumlah skena yang sudah populer dan kerap digunakan dalam berbagai film-film Hollywood, seperti “Toreador” dari Opera Carmen karya Georges Bizet atau “Nessun Dorma” dari Opera Turandot karya Giacomo Puccini.
Penonton Belum Terbiasa
Namun, pertunjukan “Opera in Paradise” di Art Centre Denpasar sungguh sebuah perjuangan yang tidak mudah. Tak hanya tantangan merespons panggung terbuka, melainkan juga penonton yang belum terbiasa menikmati suguhan kesenian opera Barat. Usai lagu Chopin Larung, sebagian penonton beringsut meninggalkan tempat pertunjukan. Tribun penonton yang sebelumnya penuh sesak, makin lama makin lowong.
“Saya berpikir menyaksikan pertunjukan model Opera van Java di TV. Ternyata memang opera murni ala Barat,” komentar seorang pengunjung.
Namun, tepuk tangan meriah masih terdengar tiap kali pertunjukan tiap skena selesai ditampilkan. Masih cukup banyak juga penonton yang bertahan hingga akhir pertunjukan.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, I Komang Darmayuda menilai penonton Bali bukan saja belum terbiasa menikmati sajian pertunjukan opera, tapi umumnya memang belum pernah tahu apa itu opera yang memiliki teknik vokal dan musikal yang amat tinggi. Karena itu, menurutnya, jika penonton menyusut sepanjang pertunjukan, bisa dimaklumi.
Justru, bagi Darmayuda, jumlah penonton yang bertahan hingga akhir pertunjukan malam itu tergolong banyak. “Tak masalah mereka pergi dari pada malah ribut dan main handphone, malah mengganggu yang lain,” kata Darmayuda.
Hal senada diungkapkan jurnalis dan pengamat musik, I Made Adnyana. Menurutnya, menikmati opera tidak bisa buru-buru dan dengan “otak kosong” tanpa memahami terlebih dahulu karakter pertunjukan, termasuk juga pakem-pakemnya.
“Karenanya mereka yang masih benar-benar awam menjadi sama sekali tak nyaman menyaksikan pentas tadi. Berbeda dengan mereka yang setidaknya pernah mendengar musik model opera seperti dalam beberapa film Hollywood atau bahkan film kartun, tentu tak asing lagi,” kata dosen di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali itu.
Namun, keduanya menilai pertunjukan “Opera in Paradise” terbilang berhasil. Menurut Darmayuda, kualitas pertunjukan diluar dugaan karena mampu menyiasati panggung di luar ruangan. “Vokal penyanyi terdengar jelas dan kualitas penyanyinya juga baik. Penggarapan musik dan sound sistem juga sangat bagus kedengaran dari penonton,” ujar Darmayuda.
Menurut Adnyana, solis seperti tenor Ganda Charisma Christi dan Heny Janawati sungguh merupakan bakat opera Indonesia yang patut dibanggakan. “Komponen pentas lain termasuk orkestra dari Amadeus juga bagus meskipun tampil dalam format yang lebih sederhana, tidak full orkestra yang bisa melibatkan kurang lebih 40-an pemain,” ujarnya.
“Opera in Paradise” di panggung terbuka Ardha Chandra, Taman Budaya Denpasar, Minggu, 16 Juli 2023 malam | Foto: Ist
Sejatinya, kata Darmayuda, opera mirip dengan dramatari arja di Bali. Si penyanyi harus benar-benar memiliki teknik vokal di atas grade 10 dalam musik klasik sehingga mampu menyanyikan teknik-teknik sulit yang ada dalam lagu-lagu opera. Hal itu sama dengan kemampuan yang dituntut oleh penari arja.
Pelajaran Bagi Seniman Bali
Darmayuda berpendapat pertunjukan opera dalam ajang FSBJ V bisa memberikan pelajaran berharga bagi seniman Bali. Hal-hal yang dapat dipelajari dari pementasan itu, di antaranya para seniman Bali harus sungguh-sungguh menyiapkan pertunjukannya, totalitas dan cepat beradaptasi dengan panggung pentasnya. Dengan begitu pementasan bisa menyiasati kelemahan yang diakibatkan oleh panggung itu.
Bagi generasi muda Bali, imbuh Darmayuda, perlu belajar teknik vokal tinggi dari penyanyi opera. Kini, kata dia, hampir tak muncul lagi penyanyi arja dengan kemampuan teknik vokal tinggi, seperti Ketut Murdi, Ranten, atau Tebu yang dikenal sebagai maestro arja di Bali.
Dalam pertunjukan ‘Opera in Paradise’, penonton bisa menyaksikan para penyanyi remaja yang tampil maksimal dan menakjubkan. Mereka merupakan murid-murid Henny Janawati. “Yang membuat bangga, pertunjukan itu digarap dan dilakukan oleh orang Bali, Ibu IGN Henny Janawati yang merupakan putri alm. IGB Ngurah Ardjana, tokoh opera pertama dari Bali,” tandas Darmayuda. [T]