PESTA KESENIAN BALI XLV tahun 2023 sudah dibuka dengan diawali sajian kolosal Dang Mredangga dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dan diikuti oleh Kabupaten Kota se-Bali.
Sebagai tema besar dalam gelaran seni ini, Segara Kerthi merangsuk ke dalam berbagai konsepsi sajian pawai—terlihat tematik pada setiap kontingen menyajikan unsur-unsur segara/samudra, mulai dari kisah yang berhubung dan tertaut dengan laut, maupun secara visual seperti hadirnya propertI ikan-ikan, ubur-ubur dan lainnya.
Dalam tulisan ini, penulis fokus pada kontingen duta Kabupaten Badung yang mengusung tema Segara Wisata, yang diawali dengan pembawa papan identitas kabupaten, seorang wanita yang didampingi sepasang remaja putra dan putri berbusana Khas Bebadungan dan diikuti oleh para remaja pembawa tedung berjumlah sepuluh orang.
Foto: Dok. Facebook/Pemerintah Kabupaten Badung
Dalam pawai kali ini, tedung tidak saja dibawa begitu saja, namun para pembawanya membuat sebuah formasi dan menyajikan koreografi kecil, sehingga tedung yang berwarna hitam dengan corak keemasan tersebut, tampil dengan apik—yang membawakan memang memiliki dasar tari yang apik pula.
Hal ini merupakan sebuah tawaran tentang bagaimana menyikapi dan memanfaatka hal sederhana sehingga mampu menjadi sebuah tontonan, walaupun hanya dalam waktu sesaat.
Di belakang pembawa tedung, hadir Tari Maskot Kabupaten Badung, Tari Sekar Jepun, yang berjumlah dua puluh orang dengan busana lengkap. Lalu, disusul dengan lantunan Gong Suling yang mengikuti gerakan indah penari Sekar Jepun.
Dan di akhir sesi ini, penari menari dengan gerakan yang khas, memembentuk formasi bunga jepun yang mekar.
Tari ini merupakan salah satu ikon seni Kabupaten Badung. Bunga jepun sarat akan filosofi dan makna serta nilai-nilai yang mampun memberikan sebuah pencerahan serta pandangan terhadap kehidupan.
Tematik Segara Wisata
Dalam pawai kali ini, Kabupaten Badung memformulasi tematik Segara Wisata, yang penulis interpretasikan tentang peranan Kuta sebagai daerah pesisir Kabupaten Badung—yang menjadi destinasi wisata terkenal di dunia dari Badung Selatan.
Diangkatnya Kuta, penulis rasa sangat tepat mengingat Kuta sudah dikenal sebagai destinasi wisata hingga ke mancanegara.
Hadirnya hiburan malam dan hotel berbintang tidak mengganggu keeksistensian seni dan budaya yang ada di Kuta, sehingga wisatawan yang datang berkunjung secara tidak langsung tetap akan disuguhkan tradisi kebudayaan yang ada di Kuta.
Dan, mereka juga tetap bisa menikmati hiburan malam yang ada sebagai sebuah fleksibelitas budaya yang kita miliki. Keseimbangan kedua unsur tersebut menjadikan Kuta sebagai sebuah daerah yang selalu menjadi tujuan wisatawan ke Bali.
“Pasurupaning rawi riselaning jalanidi”. Matahari tenggelam di batas cakrawala nan tak terbatas yang penulis maksud ialah sunset Pantai Kuta.
Ungkapan ini tertuju pada fenomena alam indah yang juga menjadi daya tarik sekaligus menjadi tawaran untuk menikmati pengalaman estetis bagi wisatawan. Pengalaman merasakan keindahan matahari terbenan pun, terimplementasikan ke dalam sebuah lagu populer berjudul “Mata Dewa”—rilis 1989—oleh Iwan Fals.
Foto: Dok. Facebook/Pemerintah Kabupaten Badung
Keberadaan pariwisata di Kuta tidak terlepas dengan adanya salah satu pelopor kepariwisataan kuta, yaitu Mads Johansen Lange—atau dikenal dengan Tuan Lange.
Sosok Tuan Lange ini kemudian diangkat kedalam sebuah sajian pagelaran pendek nan menarik, yang terbingkai atas penggambaran kemunculan hotel pertama di Kabupaten Badung.
Dalam sajian pagelaran pendek tersebut, tertata alur yang mengisahkan rasa keberatan masyarakat setempat dengan kehadiran Tuan Lange. Namun, setelah ada penjelasan dan komunikasi yang baik, maka mengalirlah pariwisata Kuta hingga saat ini.
Garapan ini dimainkan oleh sepuluh orang penari yang memerankan masyarakat Kuta dan dua orang penari yang memerankan Tuan Lange beserta seorang perempuan luar.
Sajian ini ditutup dengan koreografi yang ditata apik dengan memformulasi tedung yang muncul di awal dengan properti sebuah bangunan hotel, sehingga sajian ini, secara visual, terlihat padat dan atraktif.
Masuknya tedung pada bagian ini, penulis rasa, itu sudah tepat. Mengingat, durasi pawai yang lumayan sedikit sehingga efisiensi semua unsur yang terlibat tetap terjaga.
Sebagai penutup pawai, Kabupaten Badung menyuguhkan sebuah sajian tari kreasi dengan tema Layar Samas, yang terinspirasi dari tabuh liyar samas karya maestro ternama, I Wayan Lotring—ia berasal dari pesisir Kuta Kab. Badung.
Tari ini disajikan oleh pria dan wanita dengan kostum yang didominasi warna-warna yang mencolok seperti merah, gold, biru dan lainnya.
Yang menarik perhatian penulis adalah bentangan kain yang dipasang di dada penari. Kain-kain itu dimainkan sedemikian rupa, sehingga tersaji sebuah visual seakan-akan menceritakan ombak yang saling bertautan.
Tak hanya itu, gerakan itu juga memberi gambaran tentang ikan yang ada di samudra lepas, serta mengisyaratkan gambaran mengenai perahu yang layarnya terbentang menari karena tertiup angin.
Secara keseluruhan, sajian pawai dari Kabupaten Badung tahun ini sangat tepat dalam mengimplementasikan tema besar Pesta Kesenian Bali (PKB). Dan sebuah kebanggaan bagi penuli, yang juga berasal dari pesisir Kuta, mendengar kumandang nama “Kuta” sebagai salah satu spirit Kabupaten Badung.[T]