DENPASAR | TATKALA.CO – Banyak bentuk dan rupa di Bali yang bisa dijadikan cinderamata atau souvenir. Salah satunya adalah rupa gajah mina.
Gajah mina adalah mahluk mitologi dalam kepercayaan Hindu yang juga disebut makara. Mahluk itu memiliki rupa seekor ikan namun kepalanya gajah. Bentuk gajah mina sering dilukiskan atau dipahatkan pada candi sebagai hiasan kekarangan dalam arsitektur pura yang memiliki sejarah arkeologis.
Banyak bahan bisa dijadikan cinderama atau souvenir. Salah satunya adalah limbah laut. Jika kita ke laut, kita sering menemukan kayu yang terdampar di atas pasir. Kayu itu mungkin berasal dari gunung, lalu hanyaut lewat sungai, sampai di laut, terombang-ambing, kemudian terdampar di pantai di atas pasir.
Kayu dari limbah laut itu bisa dipahat dalam bentuk gajah mina, lalu bisa diprosuksi sebagai barang cinderamata, dijual di artshop di kawasan pariwisata.
Pada Pesata Kesenian Bali (PKB) XLV tahun 2023 diasakan wimbakara atau lomba membuat kerajinan cideramata gajah mina dari bahan limbah laut. Lomba itu dilaksanakan di Kalangan Ayodya, Art Center Taman Budaya, Provinsi Bali, Senin (19/6/2023. Lomba itu pun menjadi tontonan pengunjung Pesta Kesenian Bali.
Para peserta wimbakara tampak sibuk memahat, mengukir dan memebntuk kayu atau bambu untuk dijadikan cinderamata gajah mina.
“Idenya bagus. Membuat cinderamata gajah mina, tetapi sayang minim peserta. Kalau menjuri dengan peserta yang lebih banyak, itu akan lebih bagus,” kata salah satu dewan juri, Dr. I Ketut Muka Pendet di sela-sela lomba.
Kata Ketut Muka, membuat karya seni untuk produk souvenir, idenya sangat bagus. Terlebih pariwisatra Bali sudah mulai bangkit, sehingga benda seni ini menjadi peluang sebagai oleh-oleh bagi para wisatawan. Hal ini juga menarik untuk membangkitkan generasi-generasi seniman patung di Pulau Dewata.
“Bangkitnya pariwisata, maka lomba ini akan memicu mereka untuk membuat karya seni yang lebih banyak, karena adanya pariwisata,” kata Wakil Rektor Bidang, Umum, Keuangan dan Kepegawaian Insitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.
Gajah mina sebagai produk kerajinan untuk cendramata menjadi sangat menarik. Artinya, kata Ketut Muka, konteks budaya dan pariwisata dengan mengangkat tradisi menggunakan bahan-bahan daur ulang dari limbah laut, seperti kayu yang masih sangat bagus. Para peserta yang merupakan seniman muda memiliki gaya kreativitas tinggi. Bagaimana mereka merangkai menjadi sebuah bentuk dengan konsep seni imajinatif.
“Paling tidak ada tiga katageori yang muncul dari sebuah bentuk cendramata tersebut,” sebutnya.
Para peserta lomba ini rata-rata memiliki dasar seni, sehingga mampu mengolah bahan sebagai media menuangkan ide. Pertama, ada yang membuat atau menyesuaikan dengan bentuk yang didapat, inspirasinya muncul dari bentuk bahan kayu ditemukan, kedua ada yang memunculkan bentuk dari merangkai, seperti menambahkan bilah-bilahan kayu, dan ketiga ada yang membentuk dengan membuang kayu yang melekat.
“Bahannya berupa daur ulang, memakai bahan limbah bambu yang hanyut ke laut, lalu dibuat disesuaikan dengan bentuk yang didapat. Ini sungguh menarik,” kata Ketut Muka.
Sayang sekali, kata Ketut Muka, pesertanya sedikit. Mungkin saja masing-masing kabupaten tidak mensosialisasikan ke akar rumput, sehingga tak banyak yang mengetahi.
“Padahal, di tiap-tiap kabupaten itu sangat banyak memiliki pematung, terutama anak-anak muda. Sebut saja di Ubud, gunadngnya para pengrajin,” katanya. [T][Pan]
- BACA artikel lain tentang PESTA KESENIAN BALI