PADA SIANG hari yang panas, seperti biasa di Kota Singaraja, Rabu, 14 Juni 2023, bersama teman-teman Tatkala.co, saya berkunjung ke salah satu tempat wisata air Bali Utara, yang cukup populer, Bule Lagoon, namanya.
Blue Lagoon—wisata air yang terletak di antara Desa Ambengan dan Sambangan—sudah dikelola semenjak tahun 2015 oleh beberapa warga setempat yang memang sadar dengan adanya wisata alam tersebut.
Hingga beberapa tahun terakhir, wisata ini dikelola oleh kelompok sadar wisata (POKDARWIS) Desa Sambangan dan Desa Ambengan. Dan untuk tiket masuknya, dikenai tarif masuk 10 ribu untuk wisatawan lokal dan 25 ribu untuk wisatawan asing.
Blue Lagoon / Foto: Dok. Sri
Ya, wisata Blue Lagoon memang dikelola bersama oleh pihak POKDARWIS Desa Sambangan dan Desa Ambengan. Sehingga, wisatawan yang datang boleh mengambil jalur mana saja. Tergantung dari medan mana yang lebih diminatinya.
Jika mengambil jalur dari bawah (Desa Sambangan), medan yang akan ditempuh akan sedikit menanjak dan memerlukan tenaga yang cukup ekstra, karena jaraknya lebih jauh. Akan tetapi, hal ini akan menjadi sebuah daya tarik, khususnya bagi wisatawan luar negeri yang pure menyukai traveling—karena medan jalan ini cukup menantang.
Sedangkan jika mengambil jalur dari atas (Desa Ambengan), jarak yang ditempuh akan sedikit lebih mudah, wisatawan yang datang bisa memarkirkan kendaraannya di depan rumah warga yang tidak jauh dari tempat tiket masuk.
Kemudian, mulai berjalan kaki menuruni anak tangga sekitar beberapa kilometer, hingga tepat sampai di sebuah bale bengong dan toilet untuk berganti pakaian, yang di depannya sudah tampak terlihat pemandangan dari Blue Lagoon, lengkap dengan hawa sejuk dan beberapa hewan terbang seperti burung, kupu-kupu dan capung yang saling berkejaran di sekitarnya.
***
Di sana kami bertemu Ketut Jhoe, seorang pemandu wisata atau tour guide. Pria yang kerap disapa Jhoe ini berasal dari Desa Sambangan. Ia mengaku sudah menjadi tour guide sejak masih sekolah sampai sekarang—kurang lebih selama tujuh tahunan.
Jhoe menjadi salah satu orang dari kelompok sadar wisata di desanya. Awalnya ia mengikuti trening selama satu tahun, dan kini telah menjadi senior guide di usianya yang masih terbilang muda, sekitar umur 22 tahunan.
Ia mengatakan bahwa spot wisata di daerah ini lumayan berbahaya, misalnya, yang paling tinggi itu sekitar 15 meter untuk jumping sportnya. Sehingga mereka mendapatkan asuransi, dan untuk guidenya harus melalui tahap trening selama satu tahun terlebih dahulu.
Setiap harinya, ia menjadi guide untuk tamu-tamu Eropa dan tidak sedikit juga wisatawan lokal yang memerlukan jasanya sebagai pemandu wisata—walau tidak sebanyak wisatawan asing.
Untuk perekrutan guide ini juga tidak bisa asal-asalan, karena harus melalui tahap trening yang lumayan panjang, sehingga, setiap tahunnya hanya menerima tiga orang saja. Dan saat ini, jumlah pemandu wisata yang ada sekitar 50 orang.
“Sama seperti pegawai pada umumnya, menjadi seorang pemandu wisata juga memiliki rentangan usianya. Jika umurnya sudah mencapai 50 tahunan, mereka akan pensiun sama seperti PNS juga,” terang Jhoe, sambil tertawa.
Jhoe bersama tamunya / Foto: Dok. Sri
Untuk satu orang pemandu wisata, biasanya menghandle maksimal 5 orang tamu—dan tidak bisa lebih, mengingat medan jalan yang dilalui—agar memudahkan guide dan tamu di dalam perjalanannya. Sehingga tidak disarankan untuk seorang pemandu wisata, baik senior sekalipun, untuk membawa tamu lebih dari 5 orang.
“Kami para pemandu wisata menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk mempromosikan jasa yang ditawarkan, sehingga melalui platform tersebut, banyak kami dapatkan bookingan dari wisatawan-wisatawan yang ingin menggunakan jasa guide kami,” ungkap Jhoe.
Menjadi seorang pemandu wisata merupakan hal yang sangat menarik dan bisa dibilang keren—karena mereka harus menerapkan budaya 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun) dalam menjalankan tugasnya, agar tamu yang dipandunya merasa nyaman saat berwisata.
Tentu, tidak hanya kepada tamunya saja, seorang guide juga menerapkan budaya 5 S ini kepada setiap orang yang ditemuinya selama perjalanan, harus mudah berinteraksi dan selalu hangat dalam bersosialisasi.
Suasana wisatawan di Blue Lagoon / Foto: Dok. Sri
Selain keterampilan berbahasa yang harus dikuasai—dan seluk beluk tempat wisata—, ternyata banyak hal lain yang harus diketahui oleh seorang guide, dalam artian, pemandu wisata harus memiliki wawasan luas tentang hal-hal yang terdapat di tempat-tempat yang akan mereka kunjungi. Misalnya, wawasan tentang pohon, buah, hewan, bahkan tanaman liar sekalipun.
Sebagai pemandu wisata, Jhoe terkadang mendapat pertanyaan tentang hal-hal sekecil itu—sebuah pertanyaan dari tamunya di dalam perjalanan. Sehingga, ia harus bisa menjawabnya, atau setidaknya mengetahui sedikit tentang hal yang ditanyakan oleh wisatawan. Itu menjadi nilai plus.
Seperti yang dilakukan Jhoe saat menjelaskan tentang daur hidup sebuah capung, yang kebetulan saat itu ada banyak sekali capung di area Blue Lagoon, mereka beterbangan ke sana-ke mari.
Jhoe menjelaskan bagaimana seekor capung berkembang biak di air yang tenang, menjadi nimfa dalam kurun waktu yang cukup lama, hingga ke fase mereka menjadi capung dewasa dan memiliki rentang waktu hidup sekitar 56 hari. Hal-hal seperti ini juga seharusnya diketahui oleh seorang pemandu wisata, katanya.
***
Sebelum kami meninggalkan Blue Lagoon, Jhoe berteriak, “Back and going!” Ia menyuruh bule Eropa itu untuk terjun dari sebuah tali yang menggantung pada salah satu ranting pohon besar di atas Blue Lagoon.
Dengan riangnya, bule itu bergelayutan pada seutas tali dan kemudian terjun ke dalam air. Tanpa berlama-lama, dengan cekatan, Jhoe langsung mengambil gambar setelah pegangan tali dari bule tersebut terlepas, dan sesaat sebelum bule itu menyentuh air.
Hah, perjalanan yang menyenangkan. Selain dapat merasakan air jernih, segar, dan alami; udara segar tanpa polusi, di Blue Lagoon, kami juga mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana seorang tour guide bekerja. Sebuah pengalaman yang berharga.[T]
*Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.