CINTA
Ia duduk di bangku pertama
menulis nama seorang lelaki di lengannya
kemudian mengusapnya dengan cepat
ketika lelaki itu tiba di depan pintu
dan berlalu melewatinya.
CINTA
Ia tahu dirinya tahu bahwa tak ada malam
yang bisa menghentikan ketergesaan lelaki itu mengenakan jas,
mengecek waktu di jam tangannya,
menyisakan selembaran uang di atas nakas,
bertanya apakah masih ada sisa lipstik di pipi,
apakah masih tercium wangi pomegranate di tubuh,
kemudian memakai sepatu sambil melompat mengecup kening dan menutup pintu.
Ia tahu bahwa dirinya tahu tetapi ia memilih untuk merasa tidak mengetahui apa-apa.
CINTA
Keduanya menunggui hujan reda
seperti sedang menanti
siapa yang lebih dulu mengakui
aku tak bisa jauh darimu.
Di sana tak ada yang mereka kenal.
Semuanya tercipta tanpa nama
dan mereka sulit membedakan semuanya
tanpa nama.
Hujan turun tanpa nama,
bunga meneteskan air tanpa nama,
taman basah tanpa nama,
dan cinta tanpa nama.
“Bisakah kita menamai cinta dengan cinta?”
tanya si perempuan.
Tapi tak ada yang keluar dari mulut si lelaki.
“Cinta adalah keasingan,” kata yang lelaki, dalam hatinya.
Mungkin cinta adalah keasingan
dan mungkin cinta dan keasingan
adalah sesuatu yang sesungguhnya
tanpa nama.
Tapi mungkin saja di sana semuanya telah bernama;
hujan yang turun itu,
bunga yang meneteskan air itu,
taman yang basah itu. Dan tinggal mereka yang tersisa.
Keduanya masih di sana menunggui hujan reda
seperti sedang menanti siapa
yang lebih dulu bertanya
siapa namamu?
UNTUK DE
Aku pernah selalu memikirkanmu. Tetapi aku pernah selalu tidak memikirkanmu. Pada saat aku selalu memikirkanmu, aku tiba-tiba menjadi orang yang gemar membaca kisah-kisah mengharukan Doestoevsky, Tolstoy, Gibran, atau Allende, menulis sajak-sajak air mata pada tengah malam, menjadi seorang dermawan untuk pengemis yang kadang lewat, dan aku sering memintanya untuk mengucapkan namamu (andai kamu ada di sini). Sementara ketika aku sedang selalu tidak memikirkanmu, percayalah, aku selalu mencoba untuk memikirkanmu, dan ketika aku bisa memikirkanmu, aku terkadang teringat pada pengemis itu (andai kamu ada di sini). Tapi kamu tidak di sini, dan aku selalu memikirkanmu ada di sini.
TENTANG PEREMPUAN CANTIK YANG DUDUK MALU-MALU DI RUMAHNYA SAMBIL MEMEJAMKAN MATA DI BALIK DAUN JENDELA KETIKA MENUNGGU SEORANG LELAKI DATANG MENGETUK PINTU
“Selamat sore.”
Ini aku. Iftarmu.
KEKASIHKU
“Aku juga mencintaimu. Sampai bertemu di sana.”
Empat belas hari kemudian,
di mana waktu telah menunjukkan pukul 23:18,
si lelaki masih menunggu di jembatan itu,
meski ia hanya mendapati dirinya sendiri.