SETIAP TANGGAL 2 Mei, kita memperingati hari yang sangat penting dan memiliki nilai sejarah yang tinggi, yaitu Hari Pendidikan Nasional. Peringatan Hari Pendidikan Nasional ini tidak lepas dari perjuangan Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, yang merupakan tokoh pelopor pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Ki Hadjar Dewantara lahir 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia lahir dari keluarga ningrat. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia melanjutkan pendidikan di STOVIA, sebuah sekolah kedokteran pada jaman Hindia Belanda. Tapi ia gagal menjadi dokter karena sakit dan akhirnya menjadi wartawan.
Ki Hadjar Dewantara dikenal berani menentang kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang hanya membolehkan anak-anak keturunan Belanda dan kaum priyayi yang bisa mengenyam pendidikan di bangku sekolah.
Ia sangat perdulinya dengan pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar mendirikan Lembaga Pendidikan Taman Siswa (National Onderwijs Institut Taman siswa). Saat Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Mentri Pendidikan.
Karena jasa-jasa dan perjuangan Ki Hadjar dalam pendidikan, maka hari lahirnya, 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Atau disngkat dengan Hardiknas.
Peringatan Hardiknas adalah momen sangat penting sebagai sebuah refleksi bagi kita, betapa pentingnya pendidikan bagi bangsa dan negara.
Dalam UUD 45 ditegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pemerintah sudah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dengan maksud menciptakan rasa keadilan dalam pendidikan di masyarakat.
Dengan anggaran dan perhatian pemerintah yang sangat besar terhadap dunia pendidikan itu, tapi justru kita sering mendengar semacam keluhan dan masyarakat bahwa pendidikan itu sangat mahal.
Bahkan penulis sendiripun merasakan seperti itu. Saya sampai berpikir kalau saya bersekolah pada jaman sekarang bisa dipastikan tidak mungkin bisa sekolah di Fakultas Kedokteran, apalagi sampai menjadi dokter spesialis, mengingat kondisi orang tua saya hanya seorang guru dan ibu yang hanya tamat SLTP dan sebagai ibu rumah tangga. Apalagi saudara saya banyak.
Sehingga tidak berlebihan dikatakan oleh masyarakat bahwa pendidikan hanya dimiliki dan dinikmati oleh orang yang mampu dan orang kaya. Sementara orang yang kurang mampu, yang punya cita-cita tinggi namun tak bisa sekolah, cita-citanya akan tetap menjadi cita-cita saja tanpa pernah terwujud.
Sementara sekolah yang ada, khususnya sekolah kejuruan dan perguruan tinggi terus berlomba-lomba untuk mendapatkan siswa sebanyak-banyaknya, tapi tidak dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang ada, sehingga sekolah pada akhirnya akan banyak menghasilkan pengangguran intlektual yang semakin meningkat.
Saya masih ingat pesan orang tua, “Hanya dengan belajar kamu bisa mengubah nasib!“ Pesan ini selalu saya pakai sebagai pedoman hidup, betapa pentingnya arti pendidikan itu untuk kehidupan kita.
Mahalnya pendidikan dan susahnya lapangan pekerjaan setelah seseorang menamatkan sekolah, menjadi masalah bersama kita saat ini. Dalam dunia pendidikan masih banyak perlu pembenahan-pembenahan, salah satunya adalah budaya membaca dan menulis yang merupakan bagian penting dalam pendidikan.
Berdasarkan survey yang dilakukan PISA (Program For International Student Asessment) yang dirilis Organization Foe Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2019, tingkat literasi Indonesia menempati posisi 62 dari 70 negara di dunia yang menjadi target survey.
Memajukan dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan dunia literasi. Sehingga pengembangan literasi penting dilakukan oleh semua kalangan, sehingga ke depannya membaca dan menulis menjadi sebuah budaya yang menyenangkan bukan membosankan.
Kemampuan anak-anak berkreasi, berinovasi dalam bertekhnologi sebenarnya tidak kalah dengan orang dari luar. Karya -karya ilmiah atau riset anak-anak kita banyak yang menjadi juara, tidak saja di nasional tapi di dunia internasional.
Ini sangat membanggakan bagi kita semua. Namun setelah itu, implementasi pascakarya ilmiah atau riset dari anak-anak kita yang sudah menjadi juara itu, tersimpan lebih dari 80% di almari atau laci-laci.
Penghargaan terhadap hasil karya inovasi dan riset yang sudah dihasilkan oleh anak-anak kita, tidak cukup berupa ucapan selamat atau bonus semata, tapi bagaimana mewujudkan hasil riset itu menjadi karya nyata yang pasti sangat bermanfaat untuk kemajuan daerah, bangsa dan negara tentunya.
Salah satu selogan Bapak Pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara, yang sangat terkenal “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangunkarso, Tut Wuri Handayani“. Yang arinya, jadilah tauladan ketika kita di depan, ketika di tengah tetap memberi semangat dan bimbingan, dan kita memberi dorongan ketika kita di belakang.
Selain itu, ada pernyataan Ki Hadjar Dewantara yang juga sangat penting yaitu, “Dimana pun kamu berada itulah sekolahmu, dan ketemu sama siapa pun, itulah gurumu“. Pernyataan itu memiliki makna bahwa kita tidak pernah berhenti belajar, belajar seumur hidup .
Doa kita semua semoga Hari Pendidikan ini menjadi spirit untuk kita semua untuk sama-sama peduli terhadap dunia pendidikan. [T]
BACAesai-esai lain dari penulisDOKTER CAPUT