LELAKI TUA ITU TAMPAK BERSEMANGAT menunjukkan ponsel pintarnya. Di layar terlihat foto dirinya bersama teman-temannya sesama lansia. Mereka tersenyum menghadap kamera, berjemur usai mandi di Pantai Sanur yang terletak di Kota Denpasar, Bali.
Wayan Sukarma, nama lelaki itu, adalah dosen pascasarjana sebuah universitas swasta terkenal di Denpasar. Tahun ini ia berusia 65 dan akan memasuki masa pensiun. Waktu banyak ia habiskan dengan mengunjungi pantai. Berendam, berjemur dan bercengkrama menjadi kebiasaan sejak beberapa bulan terakhir. Di sana, ia bertemu dengan para lansia yang juga punya kegemaran sama. Mereka akhirnya berteman. Dari pertemuan itu, Sukarma mendapatkan banyak cerita tentang kehidupan lansia di Bali.
“Beberapa dari mereka dulunya pejabat. Anak-cucu mereka sudah mandiri. Ada rasa kesepian dalam diri mereka. Perasaan itu berkurang saat kami rutin bertemu di pantai, seperti mendapatkan keluarga baru,” katanya.
Ada 15 lansia setiap pagi datang ke Pantai Sanur. Sukarma enggan menggunakan istilah komunitas. Ia lebih suka jika kegiatan rutin para lansia itu bersifat tidak mengikat dan mengalir. Ia lebih suka menyebutnya “Semeton Segara”, atau saudara yang bertemu di pantai.
“Ada saja yang membawa makanan dari rumah untuk dibagikan kepada lansia lain. Menarik saya lihat, soal kebutuhan lansia untuk berinteraksi dengan lansia lain. Bisa jadi di rumahnya mereka tidak mendapatkan itu,” jelas Sukarma,
Ia mulai rutin ke pantai atas saran dokter ketika setahun lalu ia mengalami cedera saat jatuh dari sepeda motor. Sejak rutin berendam dan berjemur di pantai, Sukarma merasakan perubahan yang signifikan pada kesehatannya.
“Bisa jadi secara psikologis karena saya sering tertawa bersama lansia lain seperti ada beban yang terlepas. Tentu juga karena air laut dan sinar matahari memberi manfaat bagi kesehatan kami,” kata pendidik dan penulis ini.
Pandemi
Apa yang dilakukan Sukarma dan teman-teman lansia-nya sebuah kebangkitan, mengingat selama Pandemi Covid-19 membuat warga tidak bisa keluar rumah. Jangankan ke pantai, untuk jalan di luar rumah saja tidak bisa karena saat itu diberlakukan pembatasan.
Nyoman Wirata (70) punya cerita berbeda. Saat Pandemi berlangsung, ia mencoba untuk tetap aktif berkarya. Wirata adalah pelukis yang juga penyair kenamaan di Bali.
“Walau Pandemi, saya tetap berkarya, baik melukis dan menulis. Perbedaannya, hanya pembatasan kegiatan warga masyarakat. Warga disarankan tidak bepergiaan jika tidak ada urusan mendesak. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bahkan dilakukan beberapa kali,” ujarnya.
Tak boleh keluar dan di rumah saja, Wirata mengaku takut juga, mengingat ia punya keluarga, jikalau terpapar Covid-19. Upacara adat di kampung halaman juga tak diadakan sementara bahkan hingga dua tahun lamanya.
“Ada kerinduan bertemu kerabat yang syukurnya kini ada telepon pintar sehingga masih bisa berkomunikasi dengan mereka,” kenang Wirata
Protokol kesehatan saat pandemi tak pernah ia langgar. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun tak pernah absen ia lakukan.
“Istri dan kedua anak saya selalu mengawasi, mereka khawatir jika saya sakit. Syukurlah semua bisa terlewati dengan baik, saya tetap dianugerahi kesehatan,” sebut Wirata.
Masa pensiun yang identik dengan rasa kesepian, post power syndrome dan perasaan hampa yang biasa menghinggapi manula pada umumnya tidak dirasakan Wirata.
Sang istri, Alit S. Rini juga seorang penyair dan mantan wartawati sebuah koran besar di Bali. Mereka menjadi teman diskusi yang intens dan saling melengkapi, juga memahami dunia kreatif masing-masing.
“Kami bersyukur bisa saling mengerti satu sama lain. Mungkin karena sesama pekerja seni, jadi waktu kami gunakan untuk berkarya dan membaca buku. Sesekali kami berjalan-jalan ke pantai untuk melepas penat,” ujar Wirata.
Ia menyarankan para lansia untuk berkegiatan. Jika tidak di bidang seni bisa di bidang lainnya, semisal berkebun.
Hal tersebut, katanya, akan membuat lansia lebih sehat baik fisik maupun mental. Ia mengaku setiap hari juga menyempatkan waktu untuk berkebun di rumahnya.
“Itu memberi saya kesegaran baru, jika misalnya merasa jenuh dengan rutinitas melukis maupun menulis,” tukas pensiunan guru seni rupa tersebut.
Apa yang dilakukan Wirata dan Sukarma memang berlainan, tetapi sebenarnya punya benang merah yang sama. Lansia butuh wadah untuk aktualisasi diri. Semangat positif ini perlu terus dibangun dan didukung sebagai bentuk kolaborasi lansia dalam mengisi usia senja mereka.
Bangkit Bersama
Lansia di Bali memberi kita pelajaran untuk bangkit dari situasi sulit. Mereka adalah generasi tua yang penuh semangat. Sukarma misalnya, paham betul bahwa laut sesuai falsafah hidup manusia Bali adalah tempat akhir. Saat kematian tiba, jenazah akan di-aben atau dikremasi dan abu jenazah akan dilarung ke laut. Oleh Sukarma, kegiatan lansia di Pantai Sanur itu sering ia dokumentasikan dalam bentuk video pendek dan diunggah ke media sosial. Latar belakang musik yang pilih adalah gamelan, musik tradisional Bali khusus untuk upacara Ngaben atau perabuan.
“Bagi orang yang tidak mengerti akan menganggap aneh, padahal memang begitu adanya, mereka yang hidup pasti akan mati. Bagi kami masyarakat Bali, semua akan berakhir di laut,” tukasnya.
Kesadaran akan kematian, imbuhnya, membuat ia dan teman-temannya justru memberi vitamin jiwa untuk mengisi hari tua dengan hal-hal bermanfaat. Ada yang membuat yayasan sosial atau mengkoordinir kegiatan amal misalnya memberi bantuan pada siswa-siswi kurang mampu di Bali.
“Semua itu membuat kami bisa bersyukur atas rahmat yang diberikan Tuhan selain kesempatan untuk saling berbagi kepada sesama lansia. Kami saling menguatkan satu sama lain,” pungkas Sukarma
Selain rajin ke pantai, ia juga rutin membaca terutama buku-buku filsafat yang ia gandrungi sejak lama, Buku-buku itu ia beli dari toko buku online yang banyak ada di media sosial.
“Teman di media sosial saya banyak pedagang buku. Saat memesan buku, saya minta mereka untuk mengirim memakai JNE karena waktu pengiriman yang cepat dan aman. JNE sudah puluhan tahun beroperasi di Indonesia sehingga saya yakin akan kualitasnya,” ujar Sukarma.
Mandi di pantai, melukis, menulis puisi, dan membaca buku merupakan semangat yang diajarkan Wayan Sukarma, Nyoman Wirata, dan para lansia di Bali. Ini inspirasi bagi banyak orang, tak hanya kaum lansia, untuk bersemangat dan bangkit bersama, berkarya dengan riang-gembira. [T]