CINTA PERTAMA untuk anak perempuannya. Ya, begitulah kira-kira ungkapan yang diberikan kepada sosok yang kerap dipanggil dengan sebutan ayah. Sosok yang memiliki watak keras kepala, pekerja keras, dan selalu membimbing anak-anaknya ke jalan yang lebih baik.
Di rumah kami, ayah juga menjadi cinta pertama bagi saya sebagai anak perempuan. Masa kecil saya dipenuhi dengan hal-hal indah tentang ayah. Satu hal yang masih ada dalam ingatan saya, ketika ayah mendongengkan kisah kura-kura dan kelinci. Itu merupakan ingatan terbaik saya tentang ayah.
Sebagai cinta pertama untuk anak perempuannya, sosok ayah merupakan salah satu patokan untuk mencari pasangan kedepannya. Wawasan tentang lawan jenis dipengaruhi oleh pengamatan anak perempuan terhadap ayahnya. Ayah yang selalu memberikan pandangan-pandangan positif mampu membuat seorang anak perempuan percaya diri, mampu mencintai dan mempercayai lawan jenis dengan baik.
Sosok ayah di masa kecil saya menjadi seorang malaikat pelindung saya. Ayah adalah orang pertama yang mengantarkan saya ke dokter ketika demam tinggi. Ayah adalah orang pertama yang mengajarkan saya membaca.
Ayah, di masa kecil saya, selalu mengajak anak-anaknya menikmati permainan bom-bom car di Hardys Plaza, sampai saat ini game bom-bom car menjadi tujuan utama saya ketika pergi ke tempat bermain.
Setelah saya dewasa, dan saya memahami bahwa kehidupan ini keras, saya menyadari bahwa selama ini ayah memiliki sisi yang berbeda. Ayah dan saya mulai memiliki jarak, seperti ada benang tak kasat mata, yang membuat kami sedikit berjarak.
***
Ayah merupakan sosok yang berjiwa keras, dan kemauannya tidak boleh dibantah sama sekali. Ayah dulu sering bercerita, tentang bagaimana perjuangannya ketika ingin sekolah dulu.
Tentang ayah yang harus hidup merantau, karena nenek yang memilih menikah lagi dan kakek yang pada saat itu sudah tua dan sakit-sakitan. Sayangnya ayah tetap tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Ayah merupakan sosok yang mampu berperan sebagai sumber inspirasi bagi anak perempuannya. Seperti saat mendengarkan cerita tentang kehidupan ayah di masa muda membuat semangat saya menyala.
Saya berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa ketika saya menempuh pendidikan. Sepertinya Tuhan dan semesta mendukung saya menempuh pendidikan lebih tinggi. Dan ya, pada akhirnya saya memang dapat menempuh pendidikan hingga ke bangku perkuliahan.
Melihat anak-anaknya mengenyam pendidikan hingga SMK dan kuliah sepertinya menjadi kebanggaan tersendiri untuk ayah.
Dan pernahkah kalian mendengarkan lagu Nadin Amizah yang berjudul “Bertaut”? Jika Nadin menyanyikannya untuk sosok ibu, mungkin lagu ini tepat untuk menggambarkan sosok ayah di rumah. Keras kepala ayah sama dengan anak-anaknya; caranya marah hingga cara tersenyum saya dan kedua saudara saya, sama seperti sosoknya.
Ya, memang ayah merupakan sosok yang keras kepala. Kadang kala saya kesal dengannya saat ia marah-marah, mengatur, menentukan jalan untuk anak-anaknya, membuat saya sedikit merasa tertekan, sering menyalahkan anak-anaknya, dan masih banyak keluhan-keluhan lain tentang sosok ayah.
Namun, di balik keras kepala ayah, ibu selalu mengingatkan bahwa ayah sudah hidup keras sejak dulu, wajar jika ia juga keras kepada anak-anaknya. Hingga kami, sebagai anak-anaknya, memilih untuk memaklumi tindakan ayah yang selalu keras kepala, dan kokoh dengan pendiriannya.
***
Sampai hari ini, saya masih heran mengapa perkataan ayah selalu menjadi sihir untuk diri saya. Sangat berbeda dengan kakak saya yang memilih menentukan pilihannya sendiri, Saya selalu menuruti apa yang disarankan oleh ayah. Baik dari pilihan sekolah maupun pilihan-pilihan lain di hidup saya.
Pekerja keras dan tidak pantang menyerah merupakan hal yang paling saya kagumi dari sosok ayah.
Ayah selalu mempunyai cara tersendiri agar kami tetap dapat hidup dengan layak. Dan salah satu hal yang dilakukan ayah, hingga menjadi kebiasan kami di rumah adalah membawa bungkusan makanan saat pulang. Ketika ayah pulang bekerja, ketika ayah ngayah di pura, atau dari mana saja, jika ada makanan tersisa, ayah selalu ingat untuk membawakan anak-anaknya di rumah.
Terkadang saya ingin kembali ke masa kanak-kanak, di mana saya masih bebas mengadu tentang hal-hal yang saya rasakan kepada ayah. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan saat ini. Saya dan ayah sudah jarang terlibat dalam obrolan yang santai—obrolan kami lebih banyak perdebatan.
Di sisi lain, saya tetap setuju ketika sosok ayah selalu menjadi tempat terakhir penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Ya, meskipun harus mendengarkan siraman rohani terlebih dahulu, tapi sosok ayah tetap mampu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
Ayah, sosok orang yang mencintai keluarganya dengan diam. Sosok yang tidak banyak bicara, terkesan tidak peduli. Namun nyatanya, ayah sosok yang berjuang paling keras agar anak-anaknya dapat hidup sedikit lebih layak darinya.
Jika ada lagu yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya kepada ayah, mungkin itu adalah lagu dari Simple Plan dengan judul “Perfect”.
Terimakasih Ayah[T]
Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.