JIKA SUDAH MASUK mengabdi dengan menjadi pegawai di lembaga pemerintah, maka pengabdian pada negara adalah hal yang mutlak. Begitulah prinsip Gde Dharmaja saat ia mengabdi dalam waktu yang cukup panjang di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng.
Bagi Gde Dharmaja, bentuk pengabdian bisa macam-macam, salah satunya bersedia melakukan apa saja untuk lancarnya roda pemerintah, misalnya menjadi pengantar surat ke kantor-kantor, sebagaimana dilakukan Gde Dharmaja pada awal-awal pengabdiannya di Pemkab Buleleng pada awal-awal tahun 1990-an.
Lambat-laun, seiring dengan ketekunannya dalam bekerja, karirnya pun terus naik. Sempat menjadi Kabag Keuangan, Kepala Dinas Pertanian, dan menjelang memasuki masa pensiun, tahun 2020, ia sempat menjadi Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora).
Kini, Gde Dharmaja yang berkampung di Desa Bulian itu telah tiada. Setelah beberapa tahun menikmati masa-masa pensiunnya, ia jatuh sakit dan sempat dilarikan ke ruang ICU RSUD Buleleng sebelum terdengar kabar ia berpulang, Jumat malam, 24 Maret 2023.
“Sebelumnya Bapak sakit, ada air di paru-parunya, lalu ada serangan jantung,” kata Angga Pratangga, anak sulung Gde Darmaja, saat ditanyai lewat WA, Sabtu 25 Maret.
Angga Pratangga menginformasikan, upacara akan dilakukan 10 April 2023.
***
Gde Dharma adalah sosok yang sederhana. Ia lahir 23 Maret 1960. Pendidikan SD ditempuh di desanya di Bulian, SMP dan SMA di Singaraja, lalu kuliah di Fakultas Pertanian Unud. Juga sempat kuliah di Undip: dengan konsentrasi manajemen Perencanaan Pembanguman.
Istrinya, Ni Made Supardi, juga seorang ibu yang sederhana. Mereka dikaruniai anak, Gde Angga Pratangga, dan Made Fajar Paramartha.
Saya mengenal Gde Darmaja secara sangat dekat ketika saya menjadi wartawan Bali Post di Buleleng. Ia termasuk salah satu pejabat yang mudah ditemui dan ramah terhadap data. Mungkin karena dulu ia pernah punya keinginan jadi wartawan.
“Jika tak jadi PNS, saya pasti saat ini jadi wartawan,” katanya bebeberapa kali saat bertemu.
Saya berkali-kali menemui sosok yang murah senyum itu di berbagai tempat di Pemkab Buleleng, seperti di Setda dan Bappeda. Saat ia menjabat Kepala Bappeda, saya sempat mewawancarainya dengan agak panjang lebar dengan berbagai topik.
Dari wawancara itulah saya tahu, betapa unik jalan Gde Dharmaja untuk menjadi PNS.
“Sekitar tahun 1987 saya sempat memutuskan untuk tidak menjadi pegawai negeri. Saat itu saya melamar menjadi PNS, namun tak lulus. Padahal saat itu saya belajar, dan merasa bisa menjawab soal tes dengan baik. Tapi saya tidak lolos,” katanya saat itu.
Gde Dharmaja kemudian berpikir bahwa menjadi pegawai negeri bukanlah bidangnya, bukan jodoh. Untuk itu ia putuskan tak akan melamar lagi menjadi PNS. Namun sepertinya Gde Dharmaja salah.
Setamat kuliah di jurusan Sosial Ekonomi (atau jurusan Agribisnis) di Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, ia bekerja serabutan. Ketika tak lulus tes PNS, ia tetap kerja serabutan.
“Saya memang lebih senang kerja macem-macem,” katanya.
Ia pernah merintis karir sebagai penulis atau menjadi wartawan. Pernah bekerja di perusahaan picking and shipping. Bahkan pernah menggagas pendidirian perusahaan picking and shipping. Pernah juga bertugas dinas luar menjadi pegawai asuransi.
Di sela-sela pekerjaan itu ia terus menulis. Ia ikut lomba penulisan dengan tema koperasi dan menang.
“Saya ingat judul tulisan saya saat itu, ‘Mewujudkan Koperasi Mandiri di Antara Harapan dan Tantangan’”, katanya.
Sebagai pemenang, ia mendapatkan hadiah. Saat penyerahan hadiah lomba, ia ternyata diberi hadiah tambahan oleh gubernur (saat itu Gubernur Ida Bagus Oka) untuk melamar jadi PNS.
“Saya diterima dan diperbantukan di Pemkab Buleleng,” katanya.
Ia pertamakali bertugas di bagian perekonomian setda. Di bagian itu, ia mendapat tugas khusus dinas luar. Dari tugas itu ia bisa bergaul dengan kepala desa, klian subak dan tokoh-tokoh desa lain.
“Saya ditugasi sebagai tim lingkungan hidup, tim lomba desa terpadu, tim lomba desa adat. Dulu memang kegiatan di bagian ekonomi padat sekali,” katanya.
Gde Dharmaja memang suka belajar. Ia pernah mengatakan bahwa banyak pelajaran yang diperoleh saat menjadi PNS. Misalnya pelajaran tentang bahasa.
Suatu kali, ia bercerita tentang tugasnya membuat sambutan untuk kepala bagian yang saat itu dijabat Ida Bagus Gede Agung. Sebagai seseorang yang suka menulis, ia merasa pekerjaan itu gampang.
Ketika sambutan yang ia buat dibaca, sang kabag berkomentar. Katanya substansi sambutan sudah masuk, tapi bahasanya masih bahasa kampus dan bahasa media. Untuk itu ia kemudian diberikan buku kerja. Diminta ikut tim pembinaan ke desa-desa. Tentu agar ia bisa belajar bahasa yang bisa dipahami oleh orang di desa, orang umum.
Dari menjadi tim pembinaan ke desa-desa itu ia mengetahui desa-desa yang ada di Buleleng. Bergaul dengan klian adat. Termasuk belajar bahasa Bali untuk membuat sambutan. Ia selalu mengintip bagaimana orang-orang di desa berbicara. Bagaimana pejabat-pejabat memberi sambutan dengan bahasa Bali.
“Ngakan Made Samudera (pejabat di Pemprov Bali), itu idola saya jika memberi sambutan dalam bahasa Bali,” kata Gde Dharmaja saat itu.
Setiap Ngakan Made Samudera berdarmawacana, ia mendengar dengan baik. Ia mengintip, ia belajar. Dari situ ia mulai mengenal istilah-istilah Bali seperti pacentokan (lomba).
Tukang Surat dan Suka Ngibing
Pelajaran lain yang diperolehnya adalah saat ia menjadi tukang bawa surat keliling kantor-kantor. Bawa surat, itu pekerjaan yang banyak dihindari PNS saat itu.
Saat membawa surat ke kantor di bagian lain itu ia gunakan untuk berkenalan dengan pegawai-pegawai lain di Pemda Buleleng. Suatu kali ada pejabat yang bertanya kepadanya. “Dik pegawai baru ya?”
Ia mennjawab bahwa ia pegawai golongan tiga. Pejabat itu heran kok golongan tiga bawa surat. Sebagai pegawai dengan tugas mengabdi untuk kepentingan negara, ia jawab bahwa semua tugas harus bisa dan mau dilakukan agar sistem berjalan dengan baik.
Yang menarik, Gde Dharmaja dikenal sebagai spesialis pengibing joged bumbung jika tugas ke desa-desa. Saya sempat menanyakan hal itu kepada Gde Dharmaja dan ia menjawab dengan tertawa.
Karena seringnya tugas ke desa-desa, ia mengaku terpaksa belajar banyak hal agar bisa dekat dengan masyarakat. Pada saat acara tertentu, misalnya lomba desa, panitia seringkali menampilkan tari jogeg bumbung. Karena ia bagian dari tim, ia sering ditunjuk untuk ngibing.
“Saya yang tak bisa menari awalnya malu-malu, namun kemudian jadi kebiasaan yang saya anggap bagian dari tugas,” katanya saat itu.
Perencana Pembangunan
Tahun 1993, setelah bertugas di Bagian Ekonomi, ia mendapat promosi ke Bappeda, sebagai Kepala Seksi Pertanian. Di sana belajar banyak tentang perencanaan. Setiap ada kesempatan diklat ia lebih sering ikut.
Ia rajin ikut pelatihan dan pendidikan, terutama pelatihan dan pendidikan bidang perencanaan pembangunan. Setelah itu, sekitar tahun 2003 ia menjadi Kepala Bidang Penelitian di Bappeda. Selama itu ia mendapat banyak pengalaman dan pelajaran di bidang perencanaan pembangunan.
Dari Bappeda ia sempat diangkat menjadi Kabag Keuangan. Di bagian keuangan ada tiga subbag. Subbag Anggaran, Subbag Pembukuan dan Subbag Perbendaharaan. Dari tiga itu ia hanya menguasai bidang anggaran karena berbekal pengalaman mengurus anggaran di Bappeda. Dua subbag lain ia tak banyak tahu.
“Bagi saya, pembukuan dan bendahara hal yang baru. Saya tak pernah jadi bendahara. Tak pernah jadi pimpro. Hanya sekali pernah jadi pimpro, itu pun karena mengganti kabid yang pindah,” katanya saat itu.
Tapi pekerjaannya jadi Kabag Keuangan ternyata lancar-lancar saja. Karena ia memang terbiasa belajar. Saat menjabat menjadi kabag keuangan ia mengaku tak malu untuk banyak bertanya.
Setelah menjadi Kabag Keuangan ia kembali ke Bappeda. Kali itu ia menjadi Kepala Bappeda. Dari Kepala Bappeda, tahun 2012, ia mutasi menjadi Kadis Pertanian. Setelah itu sempat ditunjuk menjadi Asisten Administrasi Umum Sekda dan tetap merangkap menjadi Kadis Pertanian. Setelah 2,5 tahun, ia kembali jadi Kepala Bappeda.
Di Bappeda, kata Gde Dharmaja saat itu siapa pun harus belajar terus. Karena regulasi berubah-ubah, dan pejabat selalu mempelajari hal baru atau memperdalam lagi ilmu yang sudah diperoleh. Belajar terus, itu intinya.
Dari Bappeda, Gde Dharmaja sempat menjadi Kepala Dinsdikpora sampai akhirnya ia masuk pada masa pensiun. Dan tak begitu lama menikmati masa pensiun, ia berpulang karena sakit.
Selamat jalan, Pak Dharmaja. [T]