PERKARA BERGANTI SERAGAM ternyata tidak hanya terjadi di klub-klub sepak bola. Di dunia penyelenggara Pemilu juga banyak ditemukan orang berganti seragam. Salah satunya adalah gadis muda, Putu Dian Dharmaningsih.
Berganti seragam artinya, ya, berganti tempat pengabdian. Awalnya, Dian bekerja pada pihak penyelenggara teknis, KPU. Kini ia ganti seragam dan bekerja pada pihak penyelenggara yang bertugas mengawasi Pemilu, yakni Bawaslu.
Penyelengara Pemilu sendiri menurut undang-undang Pemilu terdiri dari tiga lembaga yakni Komisi Pemilihan Umun (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP).
Berganti seragam di penyenggara Pemilu memang tidak dilarang oleh ketentuan. Maka fenomena berganti seragam ini sering ditemukan. Bahkan komisioner pun banyak ganti seragam. Dulu anggota komisioner KPU, belakangan, eh, bisa saja jadi anggota Bawaslu.
Dian Dharmaningsih, adalah seorang gadis asal Kelurahan Sukasada, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Perempuan manis dengan rambut sebahu yang akrab disapa Dian itu, kini sudah matanp berganti seragam, menjadi tenaga pelaksana teknis di jajaran Pengawas Pemilu, tepatnya staf pelaksana teknis Bawaslu di tingkat Kecamatan.
Sebelumnya, gadis kelahiran 28 tahun lalu ini pernah menjadi pekerja pada jajaran sekretariat KPU Buleleng, dan juga di KPU Denpasar.
Dian mengikuti rapat bersama di Bawaslu Buleleng | Foto: Gading Ganesha
***
Bagaimana Dian mulai terlibat dalam dunia Pemilu? Begini kisahnya.
Dian, diwisuda dari Fakultas Ekonomi di Undiksha pada 24 Maret 2017. Lima bulan setelah lulus, ia mencoba melamar di KPU Buleleng. Waktu itu jelang akhir tahun 2017, dibuka lowongan pekerjaaan sebagai tenaga pendukung keuangan KPU Buleleng, dalam rangka Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Tahun 2018.
“Aku hanya coba-coba saja melamar,” kata gadis penikmat bakso ini.
Ia berpikir, bekerja di KPU akan sama seperti di kantor pada dinas-dinas milik pemerintah. Ia pun lolos seleksi. Perjalanannya dimulai, menjadi bagian dari Penyelenggara Pemilu.
“Bekerja di lembaga KPU ternyata sangat berbeda dari apa yang saya bayangkan. Pekerjaannya banyak sekali, setiap hari selalu pulang malam, tapi seru sebenarnya pengalaman pertama bekerja itu,” kata anak pertama dari pasangan I Ketut Sukadana dan Putu Budiasih ini.
Bekerja di KPU memang sangat berbeda dibandingkan bekera di kantor-kantor pemerintahan. Selain kontrak kerja yang berdasarkan lama tahapan pelaksanaan pemilihan, waktu kerjanya sangat tidak tentu.
Selain sering pulang malan, bahkan pagi, pernah sekali Dian sampai harus tidur di Gudang KPU Buleleng. Gara-garanya waktu itu, ia bersama srekan-rekannya sedang melakukan pelipatan surat suara. Karena pekerjaanya harus segera selesai, ia pun memilih tidak pulang bersama rekan-rekan kerjanya di KPU.
Bagaimana reaksi orang tua dan pacar waktu itu, melihat ia bekerja sampai malam?
Dian katakan ibunya cukup khawatir, karena memang jarak rumah dan kantor lumayan jauh dan sepi, sehingga sangat berisiko jika harus pulang malam. Sedangkan ayahnya tidak banyak tahu, karena ayahnya bekerja di Denpasar.
“Ibu di awal memang sedikit cemas, setiap hari ditungguin di rumah, gak tidur sampai aku pulang, tapi ya karena sudah seringnya pulang malem dan anaknya baik-baik saja, jadi ya, dia tidak galau lagi sama anaknya,” ujar Dian.
Sementara disinggung reaksi pacarnya, Dian nampak hanya senyum-senyum saja. Gadis penyuka warna hitam dan navy ini mengiyakan, ketika ditebak bahwa hubungan dengan pacar kala itu menjadi renggang.
“Iya mau gimana, Bli. Karena sering pulang malam, pekerjaan banyak, itensitas ketemu jadi berkurang. Saya kalau sudah kerja juga jarang balas WA,” cerita Dian sambil tersenyum.
Setelah selesai Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 2018, tanpa pikir panjang Dian melanjutkan Kontrak di KPU Buleleng pada Pemilu Tahun 2019. Meski pekerjaanya memang berat, dia mengakui menikmati masa-masa bekerja di KPU.
“Gara-gara kerja di KPU Buleleng, saya jadi tahu desa-desa di Buleleng. Karena kita sering keliling desa kalau di KPU. Seperti bawa logistik atau sekedar mengirim surat. Kalau gak kerja di sini (KPU) saya mungkin gak pernah tahu Desa Bongancina itu di mana,” kata gadis pemilik tinggi 159 cm ini.
Karena menikmati bekerja di KPU itu pula yang membuat Dian berani merantau ke Denpasar. Setelah selesai Pemilu 2019, ia melanjutkan pertualangan di dunia kepemiluan di ibukota. Ia melamar di KPU Denpasar yang waktu itu sedang menyelenggarakan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020.
***
Bekerja di KPU Denpasar jadi pengalaman pertama Dian merantau di Denpasar. Ia juga begitu penuh ceria menuturkan pengalaman di KPU Denpasar. Selain karena honor yang lebih besar, tempat hiburan untuk anak muda seusianya juga banyak.
Pekerjaan di KPU Denpasar tidak berbeda jauh dengan di KPU Buleleng. Bahkan, kata Dian, malah lebih mudah dijalani, karena di Denpasar jumlah desa lebih sedikit dan juga jarak antar desa tidak begitu jauh.
Ia katakan di KPU Denpasar lebih mudah dijalanin. Cuma yang berbeda tempat nokrongnya lebih banyak di Denpasar.
“Waktu di sana juga jarang pulang ke Singaraja. Apalagi di Denpasar banyak godaan, jadi kalau libur seringnya nongkrong,” ujar Dian yang waktu di ibukota banyak menghabiskan waktu menonton film di bioskop.
Lalu bagaimana ceritanya ia bisa berganti seragam di Lembaga Pengawas Pemilu.
Selesai tugas di KPU Denpasar, ia sempat tidak berkerja dan pulang ke Singaraja. Setelah beberapa lama, di bulan Oktober 2022, ia lihat ada lowongan Staf Pelaksana Teknis Panwaslu Kecamatan di Bawaslu Buleleng dalam rangka Pemilu Tahun 2024. Ia tertarik melamar.
Dian menerangkan tidak ada alasan khusus pindah bekerja di jajaran Bawaslu Buleleng. Daripada menunggu informasi lowongan di KPU Buleleng atau Denpasar, dirinya hanya kembali ingin mencoba-coba saja, melamar di Bawaslu.
Apalagi, menurutnya, KPU dan Bawaslu sama-sama penyelenggara Pemilu. Terlebih ia memilih melamar menjadi Staf di Panwaslu Kecamatan Sukasada yang jarak kantor dan rumah sangatlah dekat.
“Pingin nyoba juga jadi pengawas, Bli. Kalau dulu ngurusin teknis pelaksanaan, sekarang ingin tahu gimana jadi pengawas,” terang Dian
Lalu bagaimana pekerjaanya setelah ia diterima menjadi Staf Pelaksana di Panwaslu Kecamatan Sukasada?
“Ada sedikit perbedaan,” kata Dian.
Dian mengikuti rapat bersama di Bawaslu Buleleng | Foto: Gading Ganesha
Dulu bekerja di KPU dengan banyak orang, sementara di Panwaslu Kecamatan jumlah staf hanya lima orang. Tiga Pelaksana teknis, dua tenaga pendukung, ditambah tiga orang komisioner dan tiga PNS, yang diperbantukan dari Kantor Camat. Hanya sebelas orang.
Selain jumlah orang yang diajak bekerja lebih sedikit, pekerjaannya juga berubah dari membuat laporan keuangan di KPU, jadi ngurus laporan pengawasan di Bawaslu.
“Terpaksa harus belajar lagi, Bli. Jenis pekerjaannya sangat berbeda. Dulu laporan keuangan, sekarang setiap hari buat laporan pengawasan. Yang sama hanya satu, sama-sama sering pulang malam,” ungkap kakak dari Kadek Diah Dharmiasih ini sembari tertawa.
Tapi meskipun berbeda, Dian mengungkapkan ia menikmati bekerja di Pengawas Pemilu, menurutnya sama-sama membanggakan, karena bisa terlibat langsung dalam Pemilu atau Pemilihan. Apalagi kalau tepat di hari pemungutan, menjadi penyelenggara membuat ia bisa menggunakan hak pilih lebih awal dan didahulukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Senangnya pas hari H, Bli. Kan kita penyelenggara jadi tidak perlu ikut antre, karena kita bertugas juga, jadi didahulukan kalau di TPS,” cerita Dian tentang salah satu hal spesial yang ia dapat sebagai Penyelenggara Pemilu.
Menurut Dian di KPU atau di Bawaslu seberanya sama saja. Sama-sama menyenangkan. Bisa bertemu banyak orang, jadi menambah teman. Bisa keliling dan mengenal desa-desa yang ada.
Alumni SMA 4 Singaraja ini berharap Pemilu serentak Tahun 2024 yang akan dilaksanakan 14 Februari 2024 dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak pada 27 November 2024, bisa ia lalui dengan lancar dan damai.
***
Meski menikmati, Dian sendiri masih belum tahu, apakah nanti setelah selesai Pemilu dan Pemilihan di Tahun 2024 ia akan kembali melamar menjadi penyelenggara pada Pemilu/Pemilihan yang akan datang. Karena kedua orang tuannya sudah meminta ia mencari kerja yang lebih tetap. Ya memang, di Penyelenggara Pemilu pekerjaannya tidak tetap.
Itu mengapa, pergantian seragam mungkin tidak hanya terjadi pada Dian. Sepengetahuan saya ada banyak kisah penyelenggara yang juga memilih berganti baju. Terutama para pimpinan atau istilahnya Komisioner KPU dan Bawaslu. Keterbatasan waktu menjabat dua periode atau hanya sepuluh tahun. Setelahnya, kalau tidak naik tingkat ke jajaran di atasnya.
Pilihannya pindah kamar, berganti seragam, atau pilihan lain, misalnya mungkin hanya bisa jadi Peserta Pemilu. Haha. [T]