— Catatan Harian Sugi Lanus, 14 Maret 2023
PENDIDIKAN ATAU DUNIA perdebatan intelektual kadang mengagungkan kecerdasan. Sering pula memuja kepintaran pikiran orang-orang yang dinilai pintar. Pikiran dan kecerdasan hanya piranti untuk bertahan hidup.
Ada kompleksitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan nalar-pikir-intelektualitas yang berkerja di balik penciptaan alam semesta, di balik daya hidup yang memberikan jantung berdetak, di balik semua tarian planet dan alam raya.
Dalam tradisi meditasi Zen di Jepang ada ungkapan atau metafora yang sangat menarik: “Jari yang menunjuk ke Bulan”. Yang mana ini menggambarkan hubungan antara elemen cara atau praktik dan Sesuatu Yang Tak Terlukiskan.
Tradisi ini mengajarkan bahwa seorang meditator Zen tidak boleh terjebak dalam fokus pada jari, tetapi selalu melihat ke arah yang ditunjuknya (bulan).
Saya bandingkan jika kita terjebak pada pikiran, atau intelektualitas kita, atau kecerdasan semata, tapi lupa apa yang ditunjuknya, yaitu ‘Keberadaan Yang Tiada Terbatas’, maka kita tidak bisa melampaui cangkang pikiran dan tidak mampu sepenuhnya terbebas atau mengalami pencerahan yang tiada terikat oleh cangkang pikiran.
Pikiran hanyalah petunjuk, hanya jendela yang menuju Keluasan Batin kita yang terhubung langsung dengan Keagungan Semesta Raya. Pikiran dan kecerdasan, aplikasi ini tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri, tetapi hanya dalam kaitannya dengan apa yang mungkin mereka ungkapkan. [T]