HANTU. Masyarakat Indonesia─walaupun tidak semua, tapi kebanyakan─masih memegang erat kepercayaan bahwa hantu itu ada. Di era yang serba modern, canggihan, materialistis, kepercayaan akan hantu tidak pernah pupus. Bahkan, bagi sebagian orang, hantu menjadi komoditas yang laris manis di dunia hiburan. Sejauh yang saya ingat, film bergenre horor─tentu selain film drama cinta dan laga─masih menjadi pilihan yang sangat diminati masyarakat Indonesia untuk ditonton di waktu senggang.
Tempo dulu banyak film horor yang diputar di stasiun TV─ya, dan kita semua tahu itu. Seperti, misalnya, yang melekat dalam ingatan saya, film-film horor yang dibintangi Sang Legenda, Suzana.
Mengingat nama Suzana, khususnya generasi 90-an–2000-an, sudah pasti terbayang bagaimana seramnya perawakan hantu yang diperankannya dalam film Malam Satu Suro (1988), Beranak dalam Kubur (1971), Malam Jumat Kliwon (1986), dan Ratu Buaya Putih (1988), misalnya. Atau, tentu saja, penggalan scene yang sangat melekat dalam benak, “Bang, sate, Bang. Satenya 200 tusuk, makan di sini”. Sungguh, pada zaman itu, sensasi takutnya susah untuk digambarkan.
Sepertinya semua sepakat bahwa Suzana adalah sosok memiliki jiwa magis. Bukan hanya saat bersandiwara menjadi hantu, tetapi juga dalam kehidupan nyata─setidaknya menurut rumor yang beredar.
Dalam memerankan hantu, sulit rasanya untuk menandingi akting Suzana─meskipun belakangan muncul nama seperti Julia Perez, Dewi Persik, Ayu Azhari dan sederet nama top lainnya.
***
Tetapi, seiring perjalanan zaman, saat saya masih SMP, film horor Indonesia di produksi seakan-akan hanya mengeksploitasi bagian tubuh wanita saja, terkesan jorok, porno, saru. Benar. Alih-alih tegang dengan adegan horornya, malah justru tegang karena adegan ranjangnya. Alih-alih fokus alur ceritanya, malah justru fokus ke yang lainnya. Sederet nama seperti Julia Perez, Dewi Persik, atau Ayu Azhari, hampir selalu berhasil menjadi bahan fantasi─oh, lupakan saja bagian ini.
Terlepas dari apa yang saya sampaikan di atas, sadar atau tidak, dalam film horor, perempuan hampir selalu menjadi hantunya. Tak hanya di Indonesia, produksi film-film horor luar negeri pun sering menjadikan perempuan sebagai pemeran hantunya. Mengapa demikian?
Remotivi berusaha menjawabnya. Pertama, hantu perempuan seringkali tercipta dari kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki terhadapnya. Teror hantu perempuan menggambarkan kondisi ironis, di mana untuk menghukum pelaku kekerasan, perempuan harus turun tangan sendiri.
Kedua, teror hantu perempuan sebagai tindakan balas dendam. Gagasan bahwa seorang perempuan ketika masih hidup tidak berdaya, dan menjadi marah ketika ia mati terdengar lebih “realistis” bagi kita, sebab laki-laki ketika disakiti akan melakukan balas dendam seketika itu juga, atau saat masih hidup. berbeda dengan perempuan, untuk balas dendam saja mereka harus menjadi hantu terlebih dahulu.
Ketiga, coba kita lihat teori Freudian tentang kembalinya kaum tertindas. Menurut Freud, pikiran sadar kita menekan pikiran-prikiran traumatis ke dalam alam bawah sadar kita. Suatu saat pikiran-pikiran itu akan muncul lagi dengan cara yang lebih terdistorsi atau simbolis. Interpretasi Freud dalam film horor biasanya berpendapat bahwa tokoh hantu dalam film horor mewakili kembalinya mereka yang tertindas, tapi kali ini tampil dalam bentuk yang lebih kuat. Dan perempuanlah yang sering berada di posisi tersebut; tertindas, namun ujung-ujungnya cuma disurruh “sabar”
Keempat, perempuan−entah manusia atau hantu− menjadi komoditi kapital dalam dunia hiburan. Fisik wanita seakan-akan lebih pantas untuk memerankan sosok hantu, rambut yang menjuntai panjang, suara tangisan bahkan bagian-bagian tubuh yang sebenarnya tak mesti ditonjolkan dalam film horor. Dalam hal ini lebih cenderung kepada pemenuhan esek-esek kaum laki-laki.
Saya kira, budaya patriarki yang masih mengakar di kehidupan masyarakat Indonesia juga menjadi alasan kenapa perempuan seakan-akan “pantas” untuk memerankan sosok astral itu. Rasanya memang kurang pas jika laki-laki berperan menjadi hantu, kecuali pocong. Bayangkan saja, mana mungkin ada sosok hantu muncul dari atas pohon dengan kumis tebal dan badan yang sedikit berotot, menggoda pedagang sate kemudian berkata, “Bang, sate, Bang. Satenya 200 tusuk, makan di sini”. Wagu. Alih-alih seram malah terlihat aneh dan menarik gelak tawa penonton. Meskipun tidak menutup kemungkinan, kalau laki-laki mati juga bisa menjadi hantu. Itu tergantung amal ibadahnya saja.
***
Produksi film horor tahun 80-an identik dengan narasi horor yang berasal dari folklore (cerita rakyat atau budaya) yang melegenda. Sementara, sejak tahun 2000-an, narasinya lebih identik dengan urban legend (legenda urban dan kontemporer). Sedangkan pada era ini juga, banyak film horor yang mewarnai dunia perfilman tanah air seperti Jelangkung (2001), Pocong (2006), Hantu Jembatan Ancol (2008) Rumah Dara (2010), atau yang terbaru, KKN di Desa Penari (2022) dan sederet film horor lainnya.
Berbicara film horor, sudah barang tentu juga berbicara sutradaranya. Dan menurut awam saya, sutradara seperti Joko Anwar, Fajar Nugros, serta Azhar Kinoi Lubis, menggarap film horor secara totalitas dan epik. Saya selalu dibuat kaget dan takut ketika menonton film horor garapan mereka. Oleh sebab itu, biasanya, saya selalu mengajak teman untuk ikut menonton bersama─untuk meminimalisir ketakutan saya yang berlebihan.
Film-film mereka memiliki alur cerita yang tidak membosankan. Sound effect, pencahayan dan latar tempatnya juga selalu menarik. Enggan untuk melewatkannya, sedetik pun.
***
Maka, pada kesempatan kali ini, sebagai bonus, saya rekomendasikan 5 film terbaik menurut saya─yang pasti membuat bulu roma Anda berdiri. Tenang, di sini tak ada kata “nomor lima bikin pingsan”. Oke, berikut daftarnya:
1. Perempuan Tanah Jahanam (2019)
Film yang di sutradarai Joko Anwar ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Maya (Tara Basro) yang sedang bersusah payah hidup di kota tanpa keluarga, hanya ditemani satu sahabatnya yang bernama Dini.
Ketika usaha mereka di kota mengalami masa-masa sulit dan sedang membutuhkan modal lebih, Maya teringat warisan dari orang tuanya yang berada di desa. Maya─ditemani Dini─ memutuskan pergi ke kampung halamannya untuk mengurusi warisan tersebut. Sesampainya di kampung, mereka menginap di rumah besar yang sudah terbengkalai bertahun-tahun. Sedangkan di sekitar rumah itu terlihat aneh─dan angker tentu saja. Banyak kuburan anak-anak di sana.
Malam harinya Maya mendengar suara jeritan seorang perempuan yang hendak melahirkan. Maya menuju asal suara tersebut. Dari situlah, sedikit demi sedikit, misteri di kampungnya mulai terungkap.
Film ini saya beri nilai 8/10
2. Pengabdi Setan 1 (2017) dan 2 (2022)
Film yang masih di sutradarai Joko Anwar ini menceritakan tentang 1 keluarga yang awalnya tinggal di sebuah desa yang asri dan sejuk harus pindah kerumah susun di Jakarta semenjak ibu mereka meninggal dan hilangnya Ian, adik paling bungsu.
Kehidupan Rini, Bapak dan adik-adiknya yang awalnya baik-baik saja mendadak dipenuhi kekhawatiran semenjak adanya ancaman badai yang akan melanda daerah tempat tinggal mereka. Kemudian muncul kejadian-kejadian aneh yang mereka rasakan setelah adanya tragedi lift yang macet dan menelan korban jiwa.
Film ini saya beri nilai 9/10
3. Mangkujiwo (2020)
Film besutan Azhar Kinoi Lubis ini diperankan oleh Sujiwo Tejo sebagai Brotoseno. Setelah Brotoseno disingkirkan dari keraton oleh Cokrokusumo, ia berencana balas dendam dengan menggunakan pusaka cermin yang ia miliki. Dengan penuh tipu daya, Brotoseno sangat berambisi untuk membalaskan dendamnya terhadap Cokrokusumo.
Film ini saya beri nilai 8/10
4. Inang (2022)
Film yang disutradari Fajar Nugros ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Wulan, yang sehari-hari bekerja sebagai kasir supermarket─yang harus menelan kepahitan ketika sang pacar meninggalkannya dan tidak bertanggung jawab atas kehamilannya.
Wulan yang kebingungan pun sempat mempunyai niatan ingin melakukan aborsi. Namun niatan itu ia urungkan dan mencoba mencari solusi di media online. Keanehan-keanehan mulai dirasa ketika Wulan tinggal bersama keluarga yang mau mengadopsi anak yang dikandungnya itu.
Film ini saya beri nilai 9/10
5. The Medium (2021)
Ini film Thailand. Film bergenre semi dokumenter horor ini di sutradari oleh Banjong Pisanthanakun yang juga menggarap film bergenre horor lainnya seperti Pee Mak (2013) dan Shutter (2004). The Medium bercerita tentang seorang dukun bernama Nim dari daerah Isan-Thailand yang sebagian masyarakatnya masih percaya dengan adanya kekuatan roh leluhur sebagai pelindung. Nim merupakan orang yang terpilih dari garis keluarganya sebagai dukun yang dirasuki oleh roh leluhur.
Namun kejadian aneh dimulai ketika Min, ponakan dari Nim mengalami gejala-gejala aneh seperti Nim ketika pertama kali akan terpilih dirasuki oleh roh Bayan. Nampaknya Min akan mewarisi bakat dukun dari keluarga mereka.
Film ini saya beri nilai 10/10
***
Itulah lima film horor yang saya rekomendasikan. Saya yakin, film-film yang beredar sekarang ini selalu memiliki pesan moral di dalamnya. Sekalipun itu film horor.
Hari ini film horor tidak hanya sebatas tontonan saja melainkan juga diharapkan sebagai tuntunan bagi masyarakat untuk lebih mencintai budaya sendiri dan kembali ke kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Pada dasarnya, horor dan humor nampaknya memang memiliki perbedaan yang sangat tipis. Ada kalanya yang horor menjadi humor dan sebaliknya, humor bisa menjadi horor. [T]