SETIAP 25 November diperingatilah guru-guru dalam peringatan Hari Guru. Sangat wajar pemerintah memberi penghargaan terhadap guru—profesi yang sangat mulia ini—dengan menghadiahkan hari yang istimewa demi mengingatkan kepada kita bahwa kita ada, dan bisa karena guru.
Guru memang profesi yang paling hebat, karena hanya guru-lah yang mampu menghasilkan orang-orang hebat, tapi orang-orang hebat belum tentu bisa menghasilkan guru. Begitu hebat dan mulianya seorang guru sampai-sampai dibuatkan sebuah lagu “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”.
Ya, bener guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, karena perannya yang begitu besar terhadap kemajuan sebuah negara.
Di Jepang, negara yang saat ini menjadi negara yang sangat maju, pada akhir Perang Dunia II, sempat Jepang jatuh hancur lebur akibat bom Hiroshima dan Nagasaki. Saat itu Kaisar Hirohito bertanya “Berapa jumlah guru yang tersisa?”
Itu kalimat Kaisar Hirohito.
Jepang harus bangkit. Dan, untuk itu, Jepang tidak bisa mengandalkan kekuatan militer saja, tapi harus memajukan pendidikan. Untuk itulah Kaisar mengumpulkan guru-guru yang masih tersisa. Karena kepada guru-lah masa depan Jepang akan tertumpu.
Dari cerita itu, tentu bisa disimpulkan tanpa bantahan, bahwa profesi guru sangat fundamental perannya untuk kemajuan suatu negara.
Keyakinan saya sebagai umat Hindu, sangatlah yakin saya terhadap kemuliaan dan kesaktian guru. Untuk itulah saya selalu bhakti terhadap guru.
Sangat jelas disampaikan dalam kitab-kitab Hindu bahwa kita wajib bhakti terhadap guru-guru yang disebut dengan Catur Guru, yakni 4 guru yang wajib dihormati .
Pertama, Tuhan Yang Maha Esa disebut sebagai guru swadiaya. Kedua, pemerintah disebut sebagai guru wisesa. Ketiga, orang tua disebut Guru Rupaka. Dan, keempat, guru yang mendidik di sekolah disebut guru pengajian. Empat guru inilah wajib untuk kita hormati.
Di samping empat guru tersebut, bagi saya, ternyata ada satu guru yang sering dilupakan, tapi peranannya sangat besar dalam kehidupan kita, yakni Pengalaman. Ilmu yang didapat secara formal di bangku pendidikan akan disempurnakan oleh pengalaman.
Ada pernyataan yang kerap didengungkan, bahwa guru terbaik itu adalah pengalaman. Experience is the best teachers.
Kalau kita mau menyadari, bahwa sejatinya ilmu-ilmu yang kita pelajari, yang menjadi ilmu pengetahuan itu, adalah tulisan atau hasil karya dari pengalaman-pengalaman ilmuwan dulu, maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pengalamanmu itulah kitab sucimu.
Berbicara masalah pengalaman, banyak orang yang dengan status pendidikan formal yang tidak tinggi, tapi sukses dalam bidangnya. Tentu saja kesuksesan itu karena pengalaman yang mengajarkannya. Dan ada orang berpendidikan formal tinggi tapi hidupnya tidak sukses, karena kurang pengalaman atau tidak mau belajar dari pengalaman.
Jadi sangat penting kita belajar dari pengalaman. Pengalaman yang baik dari orang lain bisa kita ikuti agar kita bisa ikut-ikutan baik, bahkan jadi lebih baik. Sedangkan pengalaman yang buruk dari orang, maupun dari diri kita sendiri, penting juga sebagai pelajaran agar kita tidak mengalaminya dan tidak terulang lagi pengalaman buruk itu.
Seperti pepatah yang sering kita dengar “Hanya keledai bodoh yang jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya!” Kita tidak mau jadi keledai yang bodoh bukan?
Pengetahuan didapat tidak saja melalui dunia formal, tapi justru sering kita dapatkan dari dunia informal. Dan guru pun, bagi saya, s tidak saja kita temukan di dunia formal yaitu sekolah, tapi justru sering kita bertemu guru-guru di dunia informal, yaitu pada lingkungan kehidupan sehari-hari kita.
Pahlawan pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, menyatakan “Di mana pun kamu berada itulah sekolahmu, dan ketemu sama siapa pun itulah gurumu “.
Hal itu memberi makna bahwa di mana pun kita ketemu sama orang, di situ pasti kita akan mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan berupa pengalaman dari orang itu.
Guru sering dimaknai sebagai orang yang patut di-(Gu)gu dan di ti(RU), dan makna secara universal tanpa disadari sejatinya kita semua adalah guru. Guru untuk diri sendiri maupun guru untuk orang lain.
Untuk bisa kita disebut sebagai guru, maka ucapan dan perbuatan kita harus sejalan atau sesuai: apa yang dilakukan atau dikerjakan sesuai dengan apa yang diucapkan dan semuanya didasari atas niat atau pikiran yang baik.
Apa yang kita ucapkan akan membuat kita digugu, dan apa yang kita lakukan membuat kita bisa di tiru
Selamat Hari Guru, semoga di Hari Guru ini kita bisa lebih memaknai nilai seorang guru untuk pegangan hidup kita sehari-hari yaitu jadi orang yang bisa di (GU)gu dan diti(RU). Menjadi GURU. [T]
[][][]
BACA KOLOM LAIN DARI DOKTER CAPUT