GADIS INI JAUH BERBEDA dengan kehidupan gadis-gadis lain, yang bisa berkumpul ceria menikmati masa muda, yang secara ekonomi biasanya masih bergantung pada orang tua.
Kehidupangadis ini jauh juga dengan keseharian gadis-gadis lainnya yang penuh dengan aktivitas sekolah, atau kuliah, atau bermain, bahkan banyak gadis lain yang hidup dalam ekonomi keluarga pas-pasan namun ingin tetap terlihat gaul mengikuti kultur kekinian.
Kehidupan gadis ini yang dengan kesungguhannya terus berjuang di tengah keterbatasan, menjadi menarik untuk dijadikan motivasi gadis lainnya, bahkan bisa menjadi sumber inspirasi semua orang untuk tidak menyerah dalam menjalani kehidupan.
Gadis ini adalah Kadek Winda Karuna Dita. Usianya 31 tahun. Ia seorang gadis dengan paras cantik yang tinggal di Dusun Yeh Anakan, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Buleleng.
Ia anak kedua dari pasangan Ketut Punia (alm) dan Ni Komang Warsiki. Pada usia 6 tahun Winda secara tiba-tiba mengalami kelumpuhan usai jatuh di rumahnya.
Kedua orang tuanya telah melakukan banyak pengobatan, baik itu medis maupun non medis, namun apa daya kondisi fisik Winda tidak dapat disembuhkan. Karena hal itulah, Winda tidak bisa mengenyam pendidikan di sekolah.
Begitulah kisah awal kehidupan Winda yang mengalami kelumpuhan otot sebagaimana diceritakan oleh ibundanya, Ni Komang Warsiki.
Sejak mengalami kelumpuhan, Winda tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya, Ia hanya berdiam diri di rumah dan menerima pembelajaran dari kedua orang tuanya. Ia belajar menulis, membaca dan menggambar setiap hari. Memang ibundanya mengajar dengan keras agar anaknya dapat lancar menulis dan membaca.
Aktivitas itu berjalan normal bertahun-tahun seperti biasanya, hingga saat menginjak usia 23 tahun, Winda menerima pukulan telak di hatinya. Sosok ayah tercinta yang sekaligus menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia pada tahun 2014 akibat penyakit lever.
Winda Karuna Dita
Semenjak itu, gadis disabilitas ini merasa seketika luluh lantak seakan tidak ada harapan untuk hidup lagi karena ibundanya juga tidak bekerja secara tetap.
Namun, berkat dorongan dan semangat dari ibundanya, Warsiki, perlahan gadis cantik ini mulai bangkit dan mengasah jiwa seninya. Ternyata darah seni ayahnya sebagai pemahat handal di Gianyar mengalir padanya.
Mula-mula ia mulai menggambar di kertas, beberapa karya pun dihasilkan hanya saja belum bisa mendatangkan penghasilan secara materi. Berselang waktu beberapa bulan, nasib mujur pun datang. Winda akhirnya bertemu seorang dermawan yang memang peduli dengan potensi dan hasil karya luar biasa dari seorang disabilitas.
“Saya dibantu orang dermawan. Dibelikan alat melukis, seperti kanvas dan catnya juga. Lama saya beradaptasi, karena sebelumnya melukis hanya di kertas saja,” terangnya.
Setelah melalui berbagai pembelajaran dan pengalaman secara otodidak, akhirnya Winda terbiasa dan lancar melukis pada media canvas dan cat khusus melukis. Berbagai karya lukisan ia posting secara online.
Memang tidak seperti pribahasa, sing cara nyegut tabia, jani cegut prejani lalah. Tidak seperti menggigit cabai, sekarang gigit langsung pedas. Semua usaha butuh waktu dan perjuangan yang tidak mudah.
Singkat cerita, lukisan Winda yang lebih condong bertemakan budaya Bali itu mulai banyak yang memperhatikan. Pesanan pun untuk mengoleksi lukisannya pun mulai datang.
Rasa jengah seorang disabilitas mulai terlihat hasilnya. Dari hasil penjualan karyanya itu, ia mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Secara tidak langsung Winda yang seorang disabilitas telah menjadi tulang punggung keluarga.
Bagaimana tidak, ibunya tidak bekerja karena fokus mengurus anak, Kakak Winda juga disabilitas, dan adik paling bungsu masih mengeyam pendidikan jenjang sekolah dasar.
Kembali pada kisahnya, Winda tidak lagi berdiam diri di rumah saja. Ia telah berkeliling dan berjumpa dengan banyak orang melalui komunitas dan orang-orang yang peduli terhadap penyandang disabilitas. Dari ceritanya, Winda mengaku pernah diundang di beberapa stasiun televisi nasional, antara lain Hitam Putih dan Kick Andy.
“Menjadi disabilitas bukanlah halangan ataupun derita hidup, asalkan selalu berusaha mencoba apa yang menjadi potensi atau bakat, itu adalah modal dan peluang,” Begitu pesan Winda.
Tidak berhenti di situ, ternyata Winda juga adalah sosok gadis dermawan dan peduli sesama. Ia tidak meninggalkan teman-temannya, hasil penjualan lukisannya ia sisihkan juga untuk membantu usaha penyandang disabilitas lainnya.
Memang malu rasanya kita yang sempurna dalam fisik ini kalah dengan semangat dan perjuangan Winda yang jelas disabilitas sejak kecil.
Yuk, bantu sesama, siapapun itu, mereka adalah kita. Hidup lebih indah dengan berbagi, ini bukan tentang materi, bantuan di luar itu pun merupakan salah satu bentuk kepedulian kita berbagi bersama. [T]