Perempuan dalam Wacana Perdagangan
Di akhir tahun 2022 Bali akan menjadi ajang bergengsi tingkat internasional dalam urusan perbincangan ekonomi level dunia yang dikenal dengan sebutan G20 (Group of Twenty) sebuah sebuah forum kerjasama ekonomi internasional yang bernaggotakan 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. Konferensi akan digelar di kawasan Nusa Dua Bali. Pertemuan akan berlangsung 15-16 Nopember 2022.
Sebagaimana lazimnya gelaran acara tingkat internasional Indonesai akan memiliki ruang untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya dan efek ikutannya – Indonesia semakin dikenal di mata dunia. Menariknya ada ulasan bahwa G20 akan dapat dijadikan wahana dalam mendorong munculnya perempuan sebagai penggerak ekonomi untuk menutup kesenjangan gender. (https://www.kompas.com/edu/read/2022/08/31/213434871/g20-empower-dorong-perempuan-bisa-jadi-penggerak-ekonomi).
Ulasan tersebut adalah hal yang wajar,karena pemberdayaan perempuan di level manapun memang memerlukan pendekatan politis yang berkaitan dengan kekuasaan. Dan, memang tugas para elite juga untuk memikirkan berbagai usaha dalam urusan meningkatkan, memperbaiki akses dan peluang perempuan dalam bidang ekonomi. Hasil perjuangan para elite diharapkan akan memberikan efek domino yang benar-benar nantinya akan tepat sasaran. Tema yang diusung tahun ini “Recover Together, Recover Stronger“.
Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Tema yang tidak asing jika ditautkan dengan kultur masyarakat Indonesia yang mengidolakan pentingnya kerjasama untuk mengubah keadaan- maka itu gotong royong adalah istilah yang berakar di bumi Indonesia. Perjuangan perempuan kelas bawah untuk bertahan hidup akan terus berlangsung walaupun Konferensi G20 akan dimulai dan akan berakhir. Perempuan kelas bawah dalam memperjuangkan kebertahanan hidupnya pada urusan ekonomi tidak akan pernah berhenti berjuang, mencari cara untuk bertahan hidup. Terbukti dari dominannya keterlibatan perempuan yag bergerak di sektor informal pedesaan maupun di wilayah perkotaan.
Penggabaran perempuan yang terlibat di dunia perdagangan berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang dituangkan dalam Buku Profil Perempuan Indonesia (2019) dapat diketahui bahwa angka keterlibatan perempuan di dunia perdagangan lebih tinggi ketimbang laki-laki.
Data menunjukkan persentase perempuan yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja pada sektor perdagangan sebanyak 23,71 persen, sedangkan laki-laki hanya 15,39 persen. Jika dilihat dari lokasi persentase di perkotaan lebih tinggi ketimbang pedesaan (25,84 persen: 18,19 persen) (KPPPA dan BPS,2019:51). Kehadiran perempuan dalam dunia perdagangan kecil dan menengah ibarat telah menjadi dunia perempuan.
Pegungkapkan potret tentangnya setidaknya akan bisa menjadi pijakan untuk pembenahan ke depannya. Ketertarikan kali ini memotret aktivitas pedagang nasi kuning tidak bisa lepas dari popularitas nasi kuning yang telah dikenal bukan hanya dikalangan bawah sebagai makanan kls rakyat, tapi keberadaannya telah mampu pula menembus kalangan masyarakat atas.
Kehadiran perempuan dalam dunia perdagangan kecil sudah menjadi perjalanan sejarah yang sangat lekat dengan kultur Indonesia. Sejarah sudah mencatat melalui jejak sejarahnya, bahwa pasar di Bali adalah dunianya perempuan . Melalui dunia pasar perempuan mengaktualisasikan dirinya sehingga tampak sebagai makhluk yang otonom dari segi ekonomi.
Hal ini pun berlangsung dari masa ke masa, bahwa sesungguhnya secara ekonomi perempuan Bali di kalangan masyarakat kecil sudah terbiasa memberdayakan dirinya dengan mencoba peruntungan di dunia perdagangan. Demikian pula kehadiran pedagang nasi kuning di berbagai tempat di Bali, merupakan potret yang bisa mewakili fleksibelitas dunia perdagangan atas karakteristik gender perempuan.
Berdagang nasi kuning menjadi pintu pembuka bagi perempuan untuk dipandang “ada” dalam dunia sosialnya. Modal yang diperlukan tidak terlalu besar, lokasi berdagang yang tidak jauh dari rumah, waktu berjualan yang diperlukan tidak terlalu lama, persiapan barang dagangan dapat dilakukan sembari mengerjakan peran gender. Semuanya menjadi indikator fleksibelitas dalam berdagang nasi kuning.
Nasi Kuning: Sisi Lain Perempuan Penjaga Peradaban
Di mana sisi peradabannya ?
Peradaban acapkali dikaitkan dengan tingkat kecerdasan suatu kebudayaan. Bahkan peradaban dikaitkan pula dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Mengapa perempuan diposisikan sebagai penjaga peradaban? Hal ini sering dikaitkan dengan peran perempuan sebagai pendidik yang bertugas dalam hal penanaman nilai-nilai moralitas, mencontohkan keterampilan dan pengembang teknologi.
Selama ini ada steriotyp bahwa perempuan acapkali dianggap sebagai mahkluk yang tidak berpengetahuan, tidak terampil dan buta teknologi. Kehadiran perempuan sebagai pedagang nasi kuning bisa saja mematahkan anggapan tersebut, karena melalui kemampuan membuat nasi kuning dengan kelengkapannya sudah tergolong mereka sesungguhnya memiliki pengetahuan empirik yang beum tentu dimiliki oleh setiap perempuan.
Dalam konteks inilah tidak berlebihan kiranya pembuatan nasi kuning dikait-kaitkan dengan peradaban- ada teknologi, ada aspek seni, yang menariknya pulanasi kuning bukan hanya berkaitan dengan kuliner sebagai pemenuhan kebutuhan pokok, namun dihadirkan pula untuk pemenuhan upacara ritual.
Beragam jenis nasi telah dikenal di masyarakat, ada nasi putih, nasi merah, nasi kuning dan nasi hitam. Semua nasi tersebut bukan hanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, namun dihadirkan untuk persembahan dalam upacara ritual keagamaan. Misalnya, banten segehan adalah banten yang menggunakan berbagai warna nasi yang sesuai penamaannya – segehan manca akan menggunakan semua warna nasi tersebut
Berikut ini makna dari lima warna dalam segehan panca warna:
Sang Kursika berwarna putih, kemudian menjadi Bhuta Dengen atau disebut Bhuta Janggitan berwujud Yaksa dan bertempat di arah timur.; Sang Gargha berwarna merah, kemudian menjadi Bhuta Abang yang disebut juga sang Bhuta Langkir berwujud Mong yang ditempatkan di arah selatan; Sang Metri berwarna kuning, menjadi Bhuta Kuning atau disebut juga Bhuta Lembukaniya yang berwujud ular atau naga bertempat di arah barat; Sang Kurusiya berwarna hitam, menjadi Bhuta Ireng yang disebut juga Sang Bhuta Taruna berwujud buaya bertempat di arah utara.; Sang Pretanjala berwarna Brumbun (Viswa-Warna) kemudian menjadi Bhuta Manca Warna yang disebut juga Sang Bhuta Tiga Sakti bertempat di arah tengah. — (Buku Upakara Bhuta Yajna oleh I Gusti Agung Mas Putra ,1984)
Pada saat hari raya Kuningan, masyarakat Bali akan membuat nasi kuning untuk persembahan kepada leluhur. Bahkan dalam konteks budaya Jawa, pembuatan nasi kuning dalam bentuk tumpengan dimasudkan sebagai sebagai tata cara penghormatan kepada Mahadewa yang berstana di gunung Mahameru.
Jadi, nasi kuning dalam budaya Indonesia pada umumnya berkaitan erat dengan system of belief masyarakat pendukungnya. Demikian populernya nasi kuning dalam kehidupan masyarakat, tidak berlebihan jika dikatakan nasi kuning bisa membuka jalan terjadinya percepatan akses perempuan kls bawah dalam program pemberdayaan. asi kuning tergolong warisan intingable yang didalamnya mengandung aspek kamahiran dan keterampilan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Ciri-ciri yang ada dalam warisan intingable sebenarnya telah dipenuhi dari kehadiran nasi kuning dalam kuliner Indonesia, namun sampai hari ini dia belum didaulat masuk dalam nominasi pengajuan benda heritage di Unesco. Walaupun demikian, keberadaannya telah memiliki jasa besar dalam membuka ruang bagi perempuan kls bawah untuk membangun pemberdayaan di bidang ekonomi.
Nasi Kuning dan Pemberdayaan Perempuan
Kata pemberdayaan merupakan istilah yang sudah sangat dikenal, dan sangat digemari di kalangan pemerintahan. Argumen yang sering dikemukakan bukan dimaksudkan, istilah ini bukanlah dimaksudkan untuk menguatkan streriotyp perempuan makhluk lemah yang tanpa daya, namun untuk meningkatkan kapasitas perempuan yang terpinggirkan dari kondisi kultur dan struktur yang menekannya. Memberikan “power” kepada perempuan kelas bawah menjadi target pembenahan kondisi perempuan dalam konteks pembangunan.
Bahkan Menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak RI Bintang Puspayoga dalam pidato Siaran Pers Nomor: B-256/SETMEN/HM.02.04/07/2021 (https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3303/menteri-pppa-tegaskan-pentingnya-pemberdayaan-ekonomi-perempuan-di-tengah-pandemi) menyampaikan penegasan bahwa di masa pandemi Covid-19 Presiden Republik Indonesia mengamanhkan adanya lima isu prioritas kepada Kemen PPPA, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi perempuan melalui kewirausahaan yang berperspektif gender.
Covid-19 saat ini dikatagorikan telah mereda, namun urusan pemberdayaan ekonomi perempuan akan tetap menjadi penting selain memberi ruang aktualisasi potensi diri perempuan, juga untuk memberi daya dalam diri prempuan dalam proses pengambilan keputusan. Jika mengacu pada pemikiran Pierre Bourdieu tentang teori modal, sesungguhnya penerapan strategi pembedayaan terhadap perempuan dalam bidang ekonomi akan bisa sekaligus membuka ruang pemilikan modal ekonomi dan modal-modal lainnya seperti modal intelektual/keterampilan melalui pelatihan berbagai keterampilan,bisa melebarkan modal sosial/pertemanan.
Kewirausahaan merupakan program yang tergolong populer yang paling memungkinkan untuk membuka jalan pemberdayaan. Berjualan kebutuhan pokok, makanan kecil yang dihasilkan dari industri rumah tangga sangat diminati oleh kaum perempuan penghasilan rendah. Hal ini berkaitan dengan lenturnya dunia perdagangan terhadap karakteristik gender perempuan.
Dewasa ini tidaklah sulit untuk mendapatkan pedagang nasi kuning di warung-warung, ruas-ruas jalan di berbagai kota di Bali. Pada umumnya nasi kuning dicari untuk sarapan pagi keluarga. Namun, di Singaraja, penggemarnya bisa mendapatkannya bukan hanya di pagi hari, pada malam hari bahkan sampai menjelang subuh di pusat kota Singaraja, konsumen akan mendapatkan pemandangan adanya pedagang nasi kuning menggelar meja, saling berdekatan satu sama lainnya.
Pemandangan ini menjadi unik karena mereka harus bersaing satu sama lainnya untuk mendapatkan pelanggan. Nasi kuning yang ditawarkan pun tidak jauh berbeda satu sama lainnya. Satu porsi nasi kuning dijual antara Rp.5.000 – Rp. 10.000 dengan variasi lauk berikut : ayam sisit/ayam goreng/ayam kuah, telur goreng/telur rebus, perkedel jagung/kentang, mie goreng/bihun/urab biasanya ditambah srundeng, timun, kacang ditambah sambal tomat. Semakin banyak variasi lauknya akan semakin bertambah rupiah yang harus dibayar.
Nasi Kuning dengan Tampilan Minimal | Foto: Sendratari, Oktober 2022
Tampilan nasi kuning dengan lauk yang minimal : telur atau tempe manis, ayam sisit, mie goreng, kacang dan srundeng untuk ukuran di Singaraja dijual masih dengan harga Rp. 5.000. Tidak demikian di kota Denpasar yang mana kita tidak akan mendapatkan harga senilai itu. Secara empirik, telah dapat dibuktikan banyak di antaranya pedagang nasi kuning mengaku terbantu ekonomi keluarganya, walaupun dijalani dengan merangkak dan tertatih-tatih.
Misalnya, pengalaman seorang pedagang yang biasa dipanggil Bu Kadek (45th) bercerita pahitnya merintis usaha sebagai pedagang nasi kuning di tahun 1995. Saat itu, dia mencoba peruntungan membuat nasi kuning yang dibungkus daun, dijual dengan menitipnya di kantin sekolah dekat rumahnya di Baktiseraga. Sambil berurai air mata dia bercerita ketika usahanya mulai laris dan nasinya selalu habis, ada yang sengaja tidak menjualkan nasinya sehingga dia mengalami kerugian.
Saai ini dia telah menjadi salah satu pedagang nasi kuning yang selalu pembeli di pagi hari mengku tidak pernah akan melupakan kejadian pahitnya di masa lalu. Dia juga punya keyakinan bahwa menjadi pedagang makanan harus memiliki kesabaran dan keuletan dan keramahan kepada pembeli..
Persaingan dalam usaha, adalah hal biasa terjadi dalam suatu usaha bisnis di level manapun. Dalam konteks inilah, pemberdayaan usaha mikro dalam mengembangkan bisnis nasi kuining perlu menjadi perhatian para penggerak pemberdayaan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.
Menjawab persaingan, tindakan inovatif merupakan hal mutlak yang perlu dilakukan. Menjaga kualitas nasi kuning dengan lauknya juga hal penting. Hal yang tampak saat ini, pedagang masih jarang yang melakukan inovasi dalam mengubah tampilan maupun jenis menunya. Para penggerak pemberdayaan di sektor usaha mikro perlu mulai memikirkan langkah inovatif dalam pengembangan usaha Nasi Kuning agar bisa memperluas akses pasar, sehingga bisa bersaing dengan kuliner lainnya dan dicari karena mampu menyentuh taste yang unik dan menggugah selera.
Kekayaan kuliner Indonesia membuka ruang inovasi yang sangat luas untuk menjaring konsumen nasi kuning sehingga bisa mendapatkan sensasi berbeda dari standar yang umum. Inilah makna pemberdayaan. [T]
[][][]
BACA artikel lain dari LUH PUTU SENDRATARI