Ilmu komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan hadirnya teknologi komunikasi dan informasi. Oleh sebab itu bidang kajian ilmu komunikasi pun berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut. Termasuk perspektif dan metode penelitian dalam disiplin ilmu komunikasi.
Salah satu yang sangat menonjol dalam perkembangan ilmu komunikasi adalah hadirnya digitalisasi dalam seluruh aspek kehidupan. Hal itu ditandai dengan semakin tergantungnya manusia dengan dunia digital dan internet untuk menjalin komunikasi, baik dalam ranah interpersonal, sosial, budaya, ekonomi, dan industri. Semua menjadi serba digital.
Banyak interaksi interpersonal, seperti komunikasi tatap muka menjadi tergantikan secara digital. Tentu saja ini akan membawa implikasi serius dalam kehidupan, baik dari sisi positif maupun negatif. Secara positif, proses komunikasi dapat menjadi lebih cepat dan masif.
Namun dari sisi negatif, orang dapat kehilangan aspek interpersonal dalam berkomunikasi, seperti emosi, nilai, dan moralitas. Oleh sebab itu, banyak konflik yang timbul sebagai dampak digitalisasi dalam komunikasi.
Banyak aplikasi digital sebagai media komunikasi, seperti media sosial. Namun tidak jarang, banyak muncul konflik dan masalah yang disebabkan penggunaan media sosial tanpa dibarengi dengan landasan etika, moral, maupun rujukan nilai-nilai kebenaran.
Ilmu Kominikasi di Perguruan Tinggi Keagamaan
Tampaknya, perkembangan komunikasi ini menarik minat banyak perguruan tinggi negeri dan swasta untuk membuka atau mendirikan program studi ilmu komunikasi. Nyatanya, secara teoritik dan praktik, komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan dan dunia kerja.
Nyaris tak satupun lembaga, organisasi, birokrasi, maupun industri yang tak tersentuh oleh komunikasi. Bahkan, komunikasi dapat menjadi mata, telinga, mulut, wajah, dan jantungnya setiap organisasi dan industri.
Tak terkecuali, banyak lembaga pendidikan tinggi keagamaan yang membuka program studi ilmu komunikasi. Hal itu patut dimaklumi. Komunikasi dapat menjadi landasan harmoni dalam kehidupan beragama. Namun tak sedikit pula konflik antarumat beragama dan konflik di dalam satu agama yang bersumber dari ketidakcakapan dalam berkomunikasi.
Perkembangan pesat dalam ilmu komunikasi juga menuntut perubahan besar dalam perspektif dan metode penyebaran, dakwah, maupun penyuluhan suatu agama.
Ulama, kyai, pendeta, pedanda, atau tokoh agama tidak lagi cukup menyampaikan pesan-pesan keagamaan lewat ceramah dari satu panggung ke panggung lain. Khalayak umat beragama bukan lagi hanya kaum dewasa yang mengangguk-angguk mendengar ceramah keagamaan yang dogmatis.
Khalayak umat beragama kini justru didominasi kaum milenial yang sangat akrab dengan media sosial. Oleh karenanya, metode dakwah dan penyuluhan agama juga harus bertransformasi secara digital.
Kini banyak tokoh agama yang memanfaatkan media sosial seperti instagram, facebook, youtube, twiter dan sebagainya untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan. Penyuluhan agama kini semakin edukatif, rekreatif, dan menghibur.
Dalam konteks ini, ilmu komunikasi memiliki andil secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dengan demikian, dapat dirumuskan hahikat, metode, dan nilai manfaat dakwah dan penyuluhan keagamaan melalui pendekatan kekinian.
Animo perguruan tinggi yang berbasis agama Hindu di Bali, misalnya, untuk membuka program studi ilmu komunikasi patut disambut baik. Antara lain terdapat program studi Ilmu Komunikasi Hindu pada program S1 dan S2 di Universitas Hindu Negeri (UHN) IGB Sugriwa Denpasar (dulu Institut Hindu Dharma Negeri/IHDN Denpasar, dan program S1 di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Singaraja.
Program studi Ilmu komunikasi di perguruan tinggi Hindu bukan hanya diharapkan dapat melahirkan sarjana ilmu komunikasi yang dapat memberikan pencerahan keagamaan Hindu dalam perspektif kekinian. Namun lebih dari itu, dapat melahirkan sarjana ilmu komunikasi yang dapat terserap dalam dunia industri dengan wawasan spritualitas.
Apalagi Bali menjadi pusat industri pariwisata di Indonesia. Bali dan pariwisatanya sangat memerlukan sentuhan komunikasi dan terjaga spritualitasnya. Sehingga dunia industri dapat menghasilkan produk yang lebih bernilai etik dan moral keagamaan ketimbang sekadar barang dan jasa. [T]