Mulai dari pukul 13.00 Wita, panitia dari Teater Kalangan sudah menunggu di meja regristrasi, ada Bryan Ferguson, Rastiti Era, dan Dian Ayu. Satu persatu kawan-kawan peserta Temu Seni Tari, Indonesia Bertutur datang, bertiga mereka bertugas untuk mengabsen, kemudian mengantar ke kamar penginapan. Sesekali kawan peserta melintas di markas panitia – kamar 101, panitia yang sedang bekerja di markas menyapa, melambaikan tangan, atau melempar senyum.
Beberapa kawan peserta nampaknya sudah mengenal satu sama lain, mereka saling bertegur sapa secara organis, bahkan mencari ruang-ruang teduh di area hotel untuk mengobrol. Bahkan sebagian kecil datang ke markas panitia, untuk menyeduh kopi, lalu seperti biasa pembicaraan mengarah ke sana – ke mari, dari rindu, lintas kota, budaya, hingga projek kesenian yang sedang di kerjakan.
Senin, 18 Juli 2022 merupakan jadwal kedatangan peserta sekaligus pembukaan Temu Seni Tari Indonesia Bertutur di Amatara Agung Raka, Pengosekan Ubud. Peserta tampak berbincang santai bersama dua fasilitator Hely Minarti dan Jonet Suryatmoko. Menjelang pukul 20.00 Wita kawan-kawan berdatangan menuju restoran hotel untuk makan malam sekaligus mengikuti acara pembukaan.
Foto: Fasilitator Jonet Suryatmoko dan Helly Minarti
Temu Seni Tari, Indonesia Bertutur ini merupakan acara pertemuan para koreografer muda dari berbagai provinsi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Teater Kalangan bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Kegiatan Temu Seni Tari ini merupakan serangkaian program Indonesia Bertutur di Bali dari 18 – 24 Juli, 2022.
Acara tersebut dilaksanakan dengan berbasis pada metode laboratorium seni yang bersifat organik dan terbuka. Mengangkat satu tema besar, “mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan”. Selain laboratorium seni, terdapat pula program kunjungan situs, kunjungan budaya, sarasehan dan diskusi.
Dalam acara pembukaan malam itu, disampaikan oleh Perwakilan Kapokja Direktur Jenderal Kemendikbudristek, Direktur Indonesia Bertutur – Melati Suryo Darmo, Perwakilan Teater Kalangan. Serta dilanjutkan dengan bincang santai oleh fasilitator Helly Minarti dan Joned Suryatmoko.
Foto: Wayan Sumahardika dari Teater Kalangan
Melati Suryo Darmo mengatakan memang sengaja temu seni ini dilakukan dengan mengajak komunitas lokal. Ada sejumlah temu seni yang sudah dan akan dilaksanakan, seperti Temu Seni di Kalimantan yang berfokus pada keaktoran (monolog) bekerja sama dengan kelompok teater. Di Temu Seni di Papua berfokus pada musik bekerja sama dengan kolektif seni di Papua. Di Bali, Temu Seni Tari bekerja sama dengan kelompok teater, dan di Makassar Temu Seni yang berfokus pada seni performance art.
Ia pun memaparkan bahwa kelompok atau kolektif seni yang diajak bekerjasama dalam menyusun program diberikan satu kesempatan untuk menyusun program sesuai dengan kondisi, narasi, wacana daerahnya masing-masing. Agar timbulnya satu jembatan kedekatan antara pusat, lokal dan praktisi.
“Temu Seni sebenarnya pra even, dari acara yang lebih besar Indonesia Bertutur, mencakup tema-tema cagar budaya, sebagai acuan kemudian melihat narasi sejarah masa lampau, lalu memaknainya saat ini. Untuk mencari manfaatnya untuk masa depan, kita hanya bisa mamaknai sejarah dengan imajinasi, karena kita tidak pernah benar-benar mengalami masa lampau,” ujar Melati
Lebih jauh ia menjelaskan adanya artefak-artefak yang tertinggal pada situs-situs cagar budaya, tumbuhlah narasi panjang atas rentang waktu, atas pemaknaan masyarakat, serta konteks-konteks di dalamnya. Untuk itu peserta diajak untuk menarasikan kembali, sesuai dengan pemaknaan individu, apa yang sebenarnya bisa ditarik dari rentang sejarah yang begitu jauh.
Foto: Priscilia R.E Rumbiak-Jayapura dan Ayu Ananta-Bali
Sementara Joned Suryatmoko sebagai fasilitator menjelaskan bahwa Temu Seni ini menggarisbawahi pada perjumpaan, pertukaran dan jaringan. Tiga hal tersebut yang menggerakkan laboratorium seni tersebut. Adapun satu konsekuensi laboratorium adalah untuk menguji satu gagasan, atau menantang gagasan itu sendiri, minimal mendapat satu provokasi untuk proses ke depannya.
“….Dalam Indonesia Bertutur, bagaimana kita melihat cagar budaya sebagai sumber inspirasi. Nah itu nanti sebenarnya, yang kita harapkan teman-teman, menjadikan pijakan dalam dinamika yang akan kita bahas, dalam setiap aspeknya, bagaimana tema itu terintegrasi dalam percakapan teman-teman. Baik dalam sharing metode, atau ketika kita berkunjung ke situs,” kata Jonet Suryatmoko dalam sesi berbagi tersebut.
Jonet lebih dalam menjelaskan bagaimana karya-karya besar diciptakan salah satunya karena koreografernya masuk ke dalam situs. Bukan hanya melihat dan mengalami situs tersebut namun juga mengeksplorasi aspek sosial dan aspek -aspek lainnya. Baginya peserta mendapat satu pengalaman kemewahan yang istimewa ketika dapat langsung hadir dalam situs.
“Kemewahan itu yang saya harapkan, teman-teman menganggapnya benar-benar berharga, selama hari-hari ke depan, tanpa harus terintimidasi dengan banyak beban,” katanya.
Foto: Ibnu Sutowo – Kepala Kelompok Kerja Media Direktorat Perfilman, Musik& Media Direktorat Jenderal kebuayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset & Teknologi
Sementara itu Helly Minarti menekankan pada praktek artistik peserta menjadi satu hal penting yang nantinya dapat ditautkan dalam laboratorium selama seminggu ke depan. Ia pun menyarankan untuk bercerita tentang karya yang sedang dikerjakan saat ini, atau gagasan lama bisa pula ditengok kembali, kemudian ditimbang ulang dalam pertemuan-pertemuan di Temu Seni Tari ini.
18 koreografer muda tampak bersemangat usai berbincang bersama fasilitator, mereka bertepuk tangan bersama menyambut hari esok dan atas ruang kerja kreatif yang panjang dan kemungkinan-kemungkinan kolaborasi yang berkelanjutan.
Adapun 18 koreografer tersebut Krisna Satya-Bali, Bathara Sawerigadi Dewandoro-Jakarta, I Gede Agus Krisna Dwipayana-Bali, Kurniadi Ilham-Jambi, I Komang Adi Pranata-Bali, Pebri Irawan-Yogjakarta, Gusbang Sada-Bali, Razan Wirjosandjojo-Surakarta, Alisa Soelaeman-Jakarta, Ela Mutiara-Yogjakarta, Mekratingrum Hapsari-Surakarta, Puri Senja-Surabaya, Ayuni Praise-Laboan Bajo, Yezyuruni Forinti-Jailolo, Priscilia R.E Rumbiak-Jayapura, Ayu Anantha-Bali, Ayu Permata Sari-Lampung dan Eka Wahyuni-Yogjakarta [T]