Bali memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam, unik dan menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi seorang fotografer seperti saya. Setiap mendengar ada atraksi budaya yang bakal digelar di suatu desa di Bali, tangan seperti tak sabar menyambar kamera untuk segera bergerak ke desa itu.
Suatu kali saya diberitahu ada sasolahan (tari) Gandrung di Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Saya pun ke desa itu. Suter adalah desa yang sejuk, bersebelahan dengan hutan yang masih asri, tak jauh dari Danau Batur.
Didampingi oleh seorang teman yang kebetulan berasal dari desa di sekitar Suter, saya mendapatkan kesempatan baik untuk mengabadikan tari gandrung yang sakral itu. Meminta izin adalah kewajiban utama yang harus saya penuhi untuk memulai pendokumentasian ini, setelah mendapat izin, tak lupa saya menghaturkan dana punia kepada desa sebagai ucapan terima kasih
Dengan rasa senang dan takjub saya pun mengabadikan proses pergelaran atraksi budaya unik itu.
Profil seorang Penari Gandrung | Foto: Gabriella Okki Alfian
Sasolahan Gandrung merupakan tradisi sakral di Desa Suter yang dijadwalkan berkala dengan tujuan sebagai penangkal grubug atau wabah penyakit.
Salah seorang anggota Sekaa Gandrung itu menuturkan, tradisi ini diawali dari perjalanan sesepuh desa untuk mencari petunjuk guna menghilangkan grubug yang kerap menimpa desa tercinta mereka.
Dari perjalanan tersebut, para sesepuh mendapatkan pawisik untuk melakukan persembahan tarian yang harus dilakukan di catus pata (perempatan) desa. Tarian itu dipercaya akan bisa membangkitkan perasaan gembira penduduk desa dan terbebas dari wabah penyakit..
Seorang perempuan dewasa sedang mempersiapkan banten serangkaian pementasan Gandrung | Foto: Gabriella Okki Alfian
Kata Gandrung berasal dari perasaan gembira dan senang para penduduk. Jadi, pada umumnya kata Gandrung baik dalam Bahasa Bali maupun Bahasa Indonesia mempunyai arti sama yaitu senang.
Akan berbeda lagi kalau kita berbicara dalam sebuah budaya ritual sacral. Secara teologi kata Gandrung berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari “ga” dan “rung”. Dimana “ga” berarti pergi dan “rung” berarti mencari keselamatan. Hal ini selaras dengan penuturan anggota Sekaa Gandrung itu; gandrung bisa diartikan sebagai perginya para sesepuh untuk mencari petunjuk untuk keselamatan desanya.
Penari Gandrung sedang berhias sebelum masolah/menari | Foto: Gabriella Okki Alfian
Tarian sakral ini dimulai dengan beberapa hal seperti persiapan sarana seperti banten, gelung atau mahkota. Gelung seperti pada tari umumnya, dikenakan pada kepala saat menari. Sebelum dipakai untuk menari, gelung atau gelungan itu disembahyangi terlebih dahulu.
Setelah itu, para penari gandrung bersiap untuk berhias. Para penarinya adalah beberapa anak perempuan terpilih yang akan membawakan Tarian Gandrung.
Persembahyangan bersama mengawali pementasan Gandrung | Foto: Gabriella Okki Alfian
Puncak acara Gandrung dipimpin oleh seorang pemangku desa (pemimpin upacara). Yang menarik, pemangku desa juga turut ngibing (menari) menyertai para penari Gandrung terpilih. Tarian itu diiringi alunan gamelan khas yang dibawakan oleh laki-laki penabuh dari Desa Suter. [T]
Pemangku desa turut ngibing (menari) menyertai para penari Gandrung | Foto: Gabriella Okki Alfian