9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gél di Nusa Penida, Gélgél di Klungkung dan Gegélan di Bali

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
April 12, 2022
inEsai
Gél di Nusa Penida, Gélgél di Klungkung dan Gegélan di Bali

Salah satu sudut Nusa Penida

“Gél duang éba.” Ini adalah salah satu bahasa Bali dialek Nusa Penida. Artinya, kurang lebih “saya merasa senang”. Kata /gél/ berarti senang. Kata ini terasa asing bagi penutur bahasa Bali karena hampir tidak pernah digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Namun demikian, ada kata /gélgél/ di Klungkung seberang. /Gélgél/ mengacu pada nama tempat. Lalu, penutur bahasa Bali (umum) familiar dengan kata /gegélan/. Adakah ketiga kata itu memiliki hubungan pertalian darah linguistik?

Untuk memastikan hubungan ketiga kata tersebut, saya mencoba membuka kamus Bahasa Bali-Indonesia (manual) yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia (Ketua: Drs. I wayan Warna), Dinas Pengajaran Provinsi Bali Tingkat 1 Bali, 1978. Saya hanya menjumpai kata /gélan/ atau /gegélan/, artinya pacar dan /gelgel/ (artinya ikal).

Saya searching di id.glosbe.com, Kamus Bahasa Bali-Indonesia. Saya ketik kata /senang/ di kolom bahasa Indonesia, maka keluarlah deretan kata dalam bahasa Bali yaitu demen, seneng, lega, ledang, rena dan lila. Kemudian, saya pastikan ketik kata /gél/ secara otonom di kolom bahasa Bali. Hasilnya, nihil, sama seperti dalam kamus manual yang saya baca sebelumnya.

Semula, saya berpikir /gélan/  atau /gegélan/ berasal dari bentuk dasar /gél/. Saya mengira /gél/ itu kata sifat. Kemudian, mendapat akhiran /–an/ menjadilah /gélan/, kelas kata benda. Eh, ternyata tidak. Kata /gélan/ atau /gegélan/ itu memang bentuk dasar atau kata dasar.  

Lalu, saya tidak habis pikir dengan kata /gélgél/ di Klungkung. Mungkinkan kata ini berhubungan makna dengan kata /gél/ yang digunakan oleh penutur bahasa Bali dialek Nusa Penida? Saya teringat dengan salah satu narasumber yang menjelaskan peninggalan di Desa Gelgel. Kalau tidak salah tangkap, sang narasumber sempat menyinggung bahwa nama /gélgél berhubungan dengan kata /gél/ yang berarti senang, gembira.

Agar tidak keliru, saya mencoba mencari asal-usul Desa Gelgel di internet. Namun, saya tidak menemukan sumber yang gamblang tentang nama Gelgel. Saya berharap ada semacam legenda atau referensi historis tentang nama Gelgel. Saya kesulitan menjumpai silsilah kata /gélgél/.

Tari Sanghyang Dedari dari Banjar Prapat, Nusa Penida, “Mesolah” di Rumah Warga

Dari beberapa referensi yang saya baca, justru nama (Desa) Gelgel sering dicitrakan dengan suasana pluralisme yang menyenangkan. Gelgel sering dikaitkan dengan kehidupan masyarakat Islam dan Hindu yang penuh toleransi, saling menghargai, tolong-menolong dan gotong-royong. Spirit “gel” ini masih terjaga hingga sekarang.

Jika benar kata /gélgél itu berhubungan dengan makna senang atau gembira, mungkin sangat cocok untuk merepresentasikan spirit kebhinekaan itu. Gelgel mampu menampilkan eksistensi menyama braya yang plural. Hal ini tidak hanya menyenangkan bagi masyarakat yang menjalaninya, pun menyenangkan dilihat oleh masyarakat luas.  

Kalau pun tidak benar bermakna senang/ gembira, setidaknya kita “gel” melihat fakta kehidupan plural yang harmonis di Desa Gelgel. Kehidupan yang memang diidealkan oleh bangsa majemuk seperti Indonesia. Bangsa yang menjunjung semboyan bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Bagaimana dengan kata /gélan/ atau/gegélan/? Kata ini sangat familiar bagi penutur bahasa Bali pada umumnya. Lumrah digunakan dalam percakapan kehidupan sehari-hari. Jika dicarikan padanan dari kata /gélan/  ialah /demenan/, orang yang disenangi, orang yang bisa menyenangkan hati.

Dengan kata lain, dalam kata /gélan/ atau/gegélan/ tercermin makna senang (lega, demen, seneng). Berhubungan dengan suasana hati “senang”. Hanya saja, /gegélan/  cakupan maknanya lebih sempit. Rasa senang yang dialamatkan kepada kondisi hati dari lawan jenis yaitu laki dan perempuan.   

Pronomina Persona “Eda” dan “Kola” dalam Dialek Nusa Penida

Sementara itu, kata /gél/  mengacu pada makna dan referen yang lebih luas. Kata /gél/  bisa digunakan sebagai konteks kondisi rasa senang yang umum. Konteks pemakaiannya mirip dengan kata “senang” atau “gembira” dalam bahasa Indonesia.  

Meskipun bermakna lebih luas, anehnya justru kurang familiar di kalangan penutur bahasa Bali. Ada apa dengan kata /gél/? Dari mana wit-nya kata /gél/ yang biasa digunakan oleh penutur bahasa Bali dialek Nusa Penida?

Wah, kasus /gél/ cocoknya dituntaskan oleh pakar linguistik (terutama ahli bahasa Bali). Penting adanya research linguistik untuk menguak secara pasti tentang kemarginalan kata tersebut. Mengapa eksistensinya hanya di Nusa Penida? Adakah kata itu memiliki “darah keturunan linguistik dengan kata /gélgél / atau /gegélan/ (misalnya)?

Jika ditelisik dari spirit maknanya, ketiga kata tersebut tampaknya masih memiliki hubungan darah atau saudara. Paling tidak, kerabat dekatlah. Ketiga kata tersebut bermakna kurang lebih “senang”. Berkaitan dengan suasana hati yang positif yaitu senang, gembira, dan bahagia. Suasana makna yang ditimbulkan hampir sama.

Dari suasana makna yang ditimbulkan, rasanya ketiga kata tersebut masih memiliki pertalian makna. Ketiganya berpotensi memiliki garis kekerabatan linguistik yang tidak begitu jauh. Mungkin saja kata /gél/, /gélgél / dan /gegélan/ memiliki hubungan silsilah linguistik. Namun, hubungan ini masih misterius. Ya, karena belum ada penelitian linguistik khusus yang mengaitkan silsilah ketiga kata tersebut.

Di Nusa Penida, Babi Jantan Disebut “Raden” | Apakah Ini Kasus Arbitrer?

Bagaimana dengan ihwal fisik atau morfologinya? Tampaknya, ketiga kata tersebut mungkin memiliki pertalian. Pada kata /gélgél / terdapat kuadrat atau pengulangan (reduplikasi) dari kata /gél/. Seolah-olah kata /gél/ mengalami pengulangan murni atau utuh, mirip kasus dwilingga.

Sementara itu, pada kata /gélan/ seolah-olah terdiri atas 2 morfem. Satu morfem bebas yaitu /gél/ dan morfem terikat /–an/ (seperti akhiran). Kesannya, /gélan/ berasal dari kata /gél/  dan mendapat akhiran /–an/. Mungkin mirip dengan kata /demenan/. Kata ini dapat ditelusuri dari kata /demen/ (kelas kata sifat), kemudian mendapat pengiring (akhiran) /-an/. Digabungkan menjadi /demenan/ dan sekaligus berubah menjadi kelas kata benda.

Sekilas proses morfologisnya mirip dengan kata /gélan/. Seolah-olah bermula dari morfem /gél/ (kelas kata sifat), kemudian terkesan mendapat morfem (akhiran) /–an/. Hasil penggabungannya menjadi /gélan/ dan sekaligus berubah menjadi kelas kata benda. Nyatanya tidak demikian. Namun, saya tetap menaruh rasa curiga pada kata /gélan/ terutama pada proses morfologisnya.

Begitu juga dengan kata /gegélan/. Seolah-olah kata ini bersumber dari kata /gél/ seperti pada kata /gélan/. Sekilas tampak bahwa /gegélan/ mengalami proses reduplikasi. Persisnya, mengalami kasus dwipurwa. Suku kata pertama dari /gélan/ diulang, sehingga menjadi /gegélan/.

Seandainya, ketiga kata (gel, gelgel dan gegelan) tidak memiliki “pertalian darah linguistik”, maka perlu ditelisik kata /gél/ di Nusa Penida (NP) secara otonom. Mengapa penutur di NP menggunakan kata /gél/? Dari mana datangnya asal-usul kata tersebut?

Bisa jadi /gél/ menjadi semacam pemendekan kata (abreviasi) dengan alasan efisiensi berbahasa. Jadi, ada proses penanggalan bagian-bagian leksem (kata) atau gabungan leksem menjadi bentuk yang pendek. Misalnya, menanyakan “mau ke mana” dalam bahasa Bali ada bentuk /kija/ atau /lakar kija/ cukup diucapkan /kal ija/. Lebih pendek lagi, dengan kata /ija/ atau /ijo/. Penutur di NP mengucapkannya menjadi /jaa/ atau /jaha/.

Nyanyi Menggunakan Basa Nosa, Dapat Apa?

Mungkinkah kata /gél/ itu termasuk kasus abreviasi (penanggalan) dari kata /gegélan/ yang dilakukan oleh penutur di NP? Dari kata /gegélan/ menjadi lebih pendek /gélan/ lalu menjadi /gél/? Mungkin penutur di NP ingin mengucapkan kata /gegélan/ dengan sependek-pendeknya.

Jika memang benar, proses abreviasi ini akan menjadi sedikit ganjil. Pada umumnya, proses abreviasi tidak berbeda dari makna kata aslinya (sumber). Kata /gegélan/ menjadi /gélan/ masih memiliki makna yang sama yaitu pacar.

Bagaimana dengan kata /gél/? Kata ini tidak lagi bermakna pacar, orang yang disenangi/ disukai—tetapi mengandung makna senang atau suka. Dalam kata /gegélan/ tercermin makna kata /gél/. Kata /gegélan dibangun oleh spirit makna /gél/. Artinya, kedua belah pihak sama-sama /gél/. Rasa “gél” laki dan “gél” wanita bersatu, ya, kasarnya menjadi “gél–gél” (pada demen, saling menyukai).     

Jadi, /gél/ tidak lagi bermakna pacar. /Gél/ tidak mengacu kepada benda atau orang yang disenangi/ disukai, tetapi kepada rasa yang abstrak. /Gél/ tidak hanya sedikit berbeda makna, pun berbeda kelas kata.

Kata /gél/ seolah-olah menjadi kata dasar, golongan kata sifat. Penutur di NP menyepadankan (bersinonim) kata /gél/ dengan kata /lega/ dan /demen/. Selain kata /gél/, penutur NP juga menggunakan dua kata tersebut sebagai sinonim atau pengganti kata /gél/.

Jika tidak tergolong kasus abreviasi, mungkin /gél/ merupakan variasi kata ciptaan penutur NP dari sikap arbitrer (manasuka). Penutur NP menciptakan variasi kata tertentu, yang hanya digunakan dan berkembang di lingkungan penutur NP.

“Basa Nosa”, Bahasa Bali Dialek Nusa Penida yang Mirip Dialek Bali Aga?

Menempatkan kata /gél/ ke dalam kasus arbitrer adalah senjata pamungkas. Senjata ketika suatu kata tidak bisa dirasionalkan atau ditelisik dari sisi linguistiknya. Karena prinsip arbitrer sejalan dengan filosofi “nak mula keto”. Ya, memang begitu adanya. Tidak perlu penjelasan. Cukup diterima. Jalani.

Yang penting penutur masing-masing daerah di Bali senang menggunakan basa Bali walaupun berbeda dialek. Biarkan Nusa Penida “gél” dengan dialeknya. Begitu juga dengan daerah-daerah lainnya. Semoga semua sama-sama “gél” dengan dialeknya. Gél dan gél serta menjadikan bahasa Bali sebagai “gegélan” linguistik. [T]

Tags: BahasaBahasa BaliNusa Penida
Previous Post

Pemutaran Film Karya Kitapoleng | Mitologi Bali dan Realitas Hari Ini

Next Post

Karangan Bunga dari Pembajak Buku

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Karangan Bunga dari Pembajak Buku

Karangan Bunga dari Pembajak Buku

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co