Salam Pariwisata
Salam Hangat dari Bali!
Glamping. Van-Camper. Staycation. Instagrammable. Babymoon.
Istilah-istilah tersebut sudah tidak asing lagi bagi pelaku pariwisata di Indonesia khususnya di Bali. Istilah yang sebelumnya asing terdengar, kini sudah merajalela bahkan sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa untuk diungkapkan. Leksikon tersebut muncul sebagai dampak dari perkembangan pariwisata modern.
Jika sebelumnya masyarakat sudah familiar dengan istilah back-packer, kini berbagai macam istilah yang berkorelasi dengan industri pariwisata pun mulai merebak dan digunakan secara luas. Bagi insan pariwisata muda, khususnya kaum milenial dimana travelling merupakan lifestyle, penggunaaan leksikon tersebut sangat mudah dipahami. Bermula dari membaca/mendengar/melihat sampai menggunakan dalam komunikasi sehari-hari.
Masyarakat di era revolusi 4.0 yang dikenal dengan “milenial” adalah masyarakat informasi yang menciptakan suatu nilai tambah yang dinamis dengan upaya menghubungkan asset – asset yang tak kasat mata misalnya melalui jejaring informasi (information networks). Inilah hasil dari perkembangan globalisasi ekonomi, sebab salah satu fenomena penting proses globalisasi adalah lahirnya generasi gadget, istilah yang digunakan untuk menandai munculnya generasi millennial. Selain dalam hal penguasaan teknologi dibandingkan generasi sebelumnya, salah satu karakteristik generasi milenial ini ditandai dengan gemarnya berwisata dan mengabadikan momen lalu diunggah ke media sosial. Hal ini yang terus berulang dan kemudian diikuti oleh kaum milenial lainnya menjadi lifestyle dimana di setiap kesempatan berwisata, hal ini tidak boleh luput atau tertinggal.
Berwisata tidak harus dilakukan secara berkelompok, baik dengan teman, pasangan, ataupun keluarga, namun hal ini juga dapat dilakukan secara individu (perseorangan). Berwisata bersama teman, pasangan, ataupun keluarga memang memberikanmanfaat tersendiri, tapi memang lebih banyak porsi untuk berbagi dalam beberapa hal seperti finansial, akomodasi, transportasi bahkan berbagi cerita ataupun pengalaman saat berwisata.
Di lain sisi, berwisata secara mandiri (solo traveling) akan memberikan esensi yang berbeda jika dibandingkan dengan berwisata bersama orang lain. Hal ini diakibatkan karena apapun akan dilakukan secara mandiri dan lebih mengandalkan diri sendiri. Namun di balik itu, rasa ingin tahu dan berbaur dengan lingkungan sekitar akan menjadi lebih besar jika melakukan kegiatan berwisata secara perseorangan.
Pariwisata bersinergi dengan sejumlah aspek, seperti kebudayaan, ekonomi, sosial, serta perkembangan teknologi. Seiring dengan berkembangnya teknologi, pariwisata mampu menunjukkan eksistensinya dengan beradaptasi dengan pola pikir modern sehingga tercipta jenis pariwisata yang makin bervariasi.
Hal ini juga dilatarbelakangi dengan jenuhnya wisatawan dengan jenis-jenis pariwisata ataupun destinasi pariwisata yang sifatnya monoton. Dengan berkembangannya teknologi yang berimbas pada kemunculan sejumlah platform media sosial, seperti Facebook, Instagram, Tiktok, dll. Saat berwisata pun, media sosial tersebut tentunya akan dijadikan wadah untuk ajang pamer, atau sekedar untuk sebagai sarana untuk menunjukkan eksistensi diri.
Setiap daerah yang secara serius mengembangkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif akan merasakan dampak langsung, seperti peningkatan kesejahteraan dan pengurangan angka pencari kerja. Dari pernyataan tersebut, diperlukan pembangunan dan pengembangan produk unggulan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di tiap daerah tersebut. Namun, pengembangan sektor pariwisata ini pun terhalang sejumlah kendala atau permasalahan yang harus diatasi untuk meningkatkan kualitas pariwisata dan ekonomi kreatif.
Permasalahan yang dialami sektor pariwisata antara lain dalam hal infrastruktur, pengembangan destinasi, perluasan pasar wisata di dalam dan luar negeri, kelembagaan, dan sumber daya manusia dan permasalahan yang dialami oleh sektor industri kreatif adalah dalam hal pengembangan industri kreatif, iklim usaha, perluasan pasar produk kreatif, teknologi dan konten, sumber daya baik alam maupun manusia, dan akses pembiayaan bagi pelaku ekonomi kreatif.
Pariwisata kreatif dapat membawa perubahan yang positif dalam sebuah komunitas pada suatu Negara. Meskipun, wisata kreatif seringkali dikaitkan dengan wisata budaya, sebenarnya keduanya sangatlah berbeda. Wisata budaya menitikberatkan pada melihat, merasakan, dan kontemplasi. Sementara fokus wisata kreatif adalah pengalaman otentik yang dialami oleh wisatawan. Dalam memperkenalkan wisata baru dan untuk mengetahui bagaimana daya tarik wisatawan untuk berkunjung maka harus ada strategi dari pengelola untuk mengenalkan dan mempertahankan kepada calon wisatawan.
Selain faktor budaya hal terpenting lainnya yang bisa menarik wisatawan untuk berkunjung adalah dari tingkat keunikannya. Semakin unik tempat wisata tersebut akan semakin menarik konsumen untuk berkunjung. Hal ini selaras dengan isi Undang-undang no 10 tahun 2009 daya tarik wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata. Terdapat 3 jenis daya tarik wisata secara umum, antara lain:
- daya tarik wisata alam ciptaan Tuhan (gunung, danau, flora dan fauna)
- daya tarik hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro,wisata buru, taman rekreasi dan kompleks hiburan.
- daya tarik wisata minat khusus, seperti berburu, industri dan kerajinan,tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempat ziarah dan lain-lain.
Dalam pariwisata ekonomi kreatif, daya tarik wisata minat khusus banyak dilirik dan mulai dikembangkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Sebenarnya wisata jenis ini sudah ada sebelumnya, hanya saja semenjak adanya pariwisata modern yang lebih kreatif, pemanfaatan lahan atau tempat-tempat yang berpotensi untuk dijadikan tempat wisata lebih menggeliat untuk dikembangkan. Animo masyarakat dan wisatawan juga menunjukkan pengaruh yang positif sehingga daya Tarik minat khuhus ini dapat berkembang.
Selain itu, seiring dengan perkembangan teknologi, mulai terciptanya leksikon atau kosa kata baru yang menggambarkan bagaimana wisata tersebut. Leksikon tersebut umumnya berbahasa Inggris yang terdiri dari gabungan beberapa kata yang sudah eksis sebelumnya sehingga mempunyai makna yang baru, ataupun kata yang muncul karena pengaruh media sosial. Bahkan kini, leksikon tersebut sangat lumrah digunakan dan dapat dengan mudah dipahami. Leksikon tersebut pun menggambarkan pariwisata kreatif yang mampu mengilustrasikan kegiatan atau aktifitas dalam berwisata dengan cara yang baru. Beberapa leksikon tersebut antara lain glamping, staycation, instagrammable, van-camper dan lain sebagainya.
Leksikon memainkan peran sentral dalam mendefinisikan bahasa pariwisata sebagai bahasa khusus, juga dalam membentuk teks yang berbeda untuk tujuan promosi. Bahasa promosi melibatkan dua proses interaksi, komunikasi dan persuasi, yang biasanya ditemukan dalam iklan. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan informasi yang berguna, tetapi juga untuk memikat dan membujuk calon wisatawan untuk mengunjungi area yang dijelaskan. Teks yang mempromosikan suatu destinasi atau tujuan wisata pada situs web maupun jejaring sosial kaya akan istilah dan kata-kata asing (umumnya dalam bahasa Inggris) yang mendefinisikan produk atau jasa tertentu.
Dalam kemunculan leksikon baru dalam perkembangan pariwisata kreatif ini dapat dilihat dari beberapa pembentukan makna, antara lain:
- blending (kombinasi antara 2 kata menjadi 1 kata yang memunculkan makna baru), contoh: glamping, staycation.
- new word (leksikon yang muncul akibat perkembangan suatu aspek lain yang mempengaruhi pariwisata itu sendiri), contoh: instagramable
- new meaning (penyandingan 2 kata terpisah untuk memunculkan arti baru), contoh: babymoon, van-camper.
Kedepannya, konsep pariwisata modern akan terus berkembang yang menyesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. Perkembangan inilah yang berpotensi untuk memicu berkembangnya leksikon-leksikon baru yang memperkaya kosakata dalam industri pariwisata. Masyarakat tidak bisa menolak dengan adanya perkembangan tersebut; hal yang bisa dilakukan adalah mengetahui, memahami maksud, menyaring, menggunakannya untuk dapat tetap eksis dalam komunikasi dan industri pariwisata ekonomi kreatif.
Let’s see.[T]