Dinas Kebudayaan Buleleng kembali akan mengusulkan tradisi terkait Hari Raya Nyepi untuk menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional yaitu Tradisi Meamuk-amukan Desa Padangbulia, Sukasada, Buleleng. Sebelumnya tradisi terkait Hari Raya Nyepi yang telah ditetapkan sebagai WBTB Nasional adalah Nyakan Diwang.
Tradisi Amuk- amukan Desa Padangbulia Buleleng ini mengandung makna filosofi yang tinggi. Tradisi ini dilakukan sebelum perayaan Hari Raya Nyepi. Ini dilakukan agar dalam pelaksanaan Nyepi tidak tersimpan amarah dan dendam.
Sebelum melakukan tradisi amuk-amukan terlebih dahulu dilakuksan semacam seleksi untuk memastikan bahwa peserta amuk-amukan tidak memiliki sentimen pribadi terhadap warga lainnya.
Tentu saja harus diseleksi, karena tradisi amuk-amukan ini melibatkan dua orang dalam pertarungan dengan mengadu api dari “danyuh” yang dibakar. Danyuh adalah daun kelapa kering yang diikat menyerupai sapu.
Senjata danyuh yang tersulut api memiliki nilai filosofis yakni amarah yang muncul dari dalam diri manusia sebaiknya diibaratkan seperti danyuh yang dibakar apinya membesar, kemudian mati dengan cepat. Maknanya, kita sebagai manusia tidak boleh menyimpan amarah dan dendan yang lama.
Tempat dan waktu pelaksanaan tradisi ini tergolong cukup unik, pelaksanaan tradisi ini dilakukan di jalan raya dan di depan pintu gerbang warga serta waktunya adalah pada saat sandikala usai masyarakat melakukan pecaruan di rumah masing-masing.
Tradisi Amuk-amukan tidak mengenal istilah menang atau kalah, semua yang terlibat dalam tradisi ini berada pada suasana kegembiraan, rasa persatuan dalam menyongsong Hari Raya Nyepi. Tradi Amuk-Amukan tergolong sebagai tradisi yang unik, keunikan tradisi ini dapat dilihat dari sarana yang digunakan tradisi ini yang menggunakan “danyuh” yang telah selesai digunakan saat mecaru atau “mebuu-buu di masing-masing rumah warga.
Danyuh yang dibakar ini sebagai cerminan simbol Dewa Agni. Masyarakat Desa Padangbulia Percaya bahwa dengan melakukan tradisi ini akan dapat mengusir kekuatan negatif saat perayaan Hari Raya Nyepi.
Sebagai sebuah tradisi di Desa Padangbulia Buleleng, Amuk-amukan mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dan diwariskan kepada generasi muda. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini secara umum meliputi nilai religius dan nilai sosial.
Nilai religius yang terkandung dalam tradisi amuk-amukan ini adalah dengan kepercayaan bahwa dengan melakukan tradisi ini dapat melenyapkan amarah dan dendam menjelang perayaan Hari Raya Nyepi, sehingga dalam perayaan Hari Raya Nyepi berlangsung dengan baik dan khimad.
Sedangkan nilai sosial yang terkandung dalam tradisi ini adalah kebersamaan, pengendalian diri dan tanggung jawab.
Ketiga nilai tersebut nampak pada tradisi amuk-amukan Desa Padang Bulia Buleleng dari persiapan kegiatan sampai pelaksanaan kegiatan tradisi ini. Nilai kebersamaan dapat terlihat saat masyarakat Desa Padangbulia mempersiapkan pelaksanaan tradisi ini dengan cara gotong royong.
Nilai pengendalian diri dapat terlihat pada pelaksanaan tradisi ini, tradisi ini dilakukakan dengan pertempuran api dengan menggunakan sarana “danyuh” , namun dengan pengendalian diri yang kuat tidak ada satupun ada masyarakat yang terluka karena tradisi ini dilakukan tanpa rasa amarah dan dendam.
Nilai tanggung jawab juga dapat terlihat dari pelaksanaan tradisi amuk-amukan ini yang tetap dilaksanakan setiap tahunnya, masyarakat tetap bertanggung jawab dalam melestarikan tradisi ini turun-temurun sehingga tradisi yang penuh dengan filosofi dan nilai-nilai positif ini tetap terjaga dan terlestarikan dengan baik.
- Sumber: Dinas Kebudayaan Buleleng dari tulisan Pelestarian Nilai-Nilai Dalam Tradisi Amuk-Amukan di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, yang ditulis I Gd. Arya Wiradnyana, Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan