Melihat Kedekatan Leluhur Aksara dan Keluarga Bangsawan Pelembang, Dharmasraya-Pagarruyung-Minangkabau (Sumatera Barat) dan Arya Damar/Kenceng (Bali)
_____
— Catatan Harian, Sugi Lanus, Feb 13, 2022
1. Dari muda saya mendengar sebuah kisah lisan tentang hubungan Bali dan Pelambang-Pagarruyung-Dharmasraya-Minangkabau. Bahwa: Keluarga besar Arya Damar/Kenceng Tabanan dan Badung di Bali memiliki hubungan kekerabatan dengan Adipati/Raja Adityawarman di Plembang/Plimbang/Palembang dan Dharmasraya-Pagarruyung, disebut juga Minangkabau. Kisah ini tentu membangkitkan penasaran saya.
2. Ketika berkunjung ke salah satu rumah pertenunan songket, dan keluarga kolektor kain songket tua Palembang, yang letaknya di tepian Sungai Musi di Palembang, keluarga itu mengaku sebagai keturunan Arya Damar, yang juga konon dikenal sebagai Adipati Aditiyawarman. Kami bercerita panjang lebar, dan setelah saya ceritakan kisah-kisah keluarga di Bali, spontan Nyimas sang tuan rumah berkata: “Kita saudara”. Ia mengeluarkan silsilah leluhurnya. Suasana jadi cair dan menjadi obrolan yang saling kenal, kami mengenal kisah tentang Arya Damar dengan familiar, dan juga kisah-kisah perjalanan Adipati Adityawarman (gelar Arya Damar). Hal serupa juga saya alami ketika berkunjung ke keluarga keturunan Pagarruyung, Sumatera Barat. Suasana kembali menjadi sangat akrab dan penuh persaudaraan ketika kami membahas Adipati Adityawarman, terasa dekat hubungan Bali dan Minangkabau dalam obrolan kami. Intinya, keluarga Minangkabau dan Palembang, yang masih punya hubungan dengan kebangsawanan masa lalu, mirip dengan keluarga bangsawan di Bali yang punya hubungan kebangsawanan Arya Damar-Kenceng, sama-sama merasa (percaya sungguh) berleluhur Adipati Adityawarman.
3. Sebenarnya, seiring waktu, yang menjadi perhatian saya bukan pokok sejarah lisan itu. Mulai saya baca naskah-naskah Minangkabau. Kalau berkunjung ke Padang, Bukit Tinggi, dll, saya berburu buku-buku Tambo, dll. Berlanjut membaca prasasti-prasasti Adityawarman yang ditemukan di Sumatera Barat.
Yang paling mengejutkan adalah: Saya tidak memiki kendala besar membaca tulisan-tulisan dalam prasasti-prasasti batu yang ditemukan di Sumatera Barat.
Kenapa? Saya merasa aksara atau type huruf yang dipakai dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Sumatera Barat dekat dengan aksara-aksara tua yang dipakai dalam tulisan tangan di lontar-lontar kuno yang kami warisi di Bali. Kalaupun berbeda itu tidak begitu jauh, masih bisa saya “eras-eras” (cocok-cocokan). Bentukan hurufnya sangat dekat. Kemudahan membaca ini membuat saya bertualang membaca-baca prasasti-prasasti dari Tanah Minangkabau tersebut. Saya perhatikan foto-fotonya, dan saya besuk ke Museum Nasional untuk melihat dan membaca aslinya.
[Daftar prasasti-prasasti dan sedikit informasinya ada di bagian akhir tulisan ini. Sebagian besar sekarang disimpan di Museum Nasional].
4. Bentuk aksara prasasti-prasasti besar temuan dari Minangkabau, saya rasa dekat dengan “tipe aksara” di Bali, baik aksara dalam lontar-lontar kuno, dan beberapa prasasti di Bali yang keluarkan sejaman dengan Adipati Adityawarman.
Ini hanya pikiran saya: “Mungkin saja era itu penting sekali dalam persebaran aksara di Bali dan Minangkabau, dalam periode yang sama, dan jenis aksara era itulah yang berkembang menjadi aksara Bali modern sekarang? Karena, aksara Bali modern sekarang, sekalipun tidak jauh-jauh amat dengan aksara di prasasti Bali Kuno, tapi motif atau tarikan garis, style-nya, saya rasa lebih dekat ke prasasti-prasasti temuan di Sumatera Barat (?)”
Itu barangkali pendapat subyektif saya saja. Tapi silahkan diperiksa. Siapa tahu punya perasaan sama?
Kedekatan aksara Bali dan aksara dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Tanah Minang, sekali lagi, menurut hemat saya “terasa memang dekat”.
5. Tentang Adipati Adityawarman dalam versi lontar-lontar di Bali, yang juga menjadi pengetahuan umum, saya kutip dari sumber umum yang dibagikan di keluarga besar Arya Tabanan, yang terkait dengan Adipati Adityawarman (aka Arya Damar), sbb:
— Adityawarman telah bertugas di Palembang yang kekuasaannya sampai Dharmasraya, diminta memimpin pasukan dalam ekspedisi Majapahit ke Bali pada tahun 1343. Dikisahkan bahwa ekspedisi yang masuk lewat pesisir Bali Utara dipimpin oleh Arya Damar (Adityawarman), rombongan yang masuk lewat pesisir Bali Selatan dipimpin oleh Gajah Mada.
— Gajah Mada dikisahkan sempat dimarahi oleh Arya Damar (Adityawarman) karena mobilisasi pasukannya mencapai daratan Bali Selatan sangat lambat. Dalam kisah Babad dan Usana Bali, Arya Damar (Adityawarman) memarahi dengan menunding dan berkata keras pada Gajah Mada. Dipercaya posisi Adityawarman lebih tinggi, ia adalah saudara Maharaja Majapahit. Apakah saudara atau sepupu, tidak pasti. Dalam versi lisan, seingat saya ia disebutkan sebagai cucu dari Ibu Suri. Disebutkan sebagai cucu yang sangat disayangi dan dilantik sebagai Adipati Palembang-Darmasraya atas penunjukan langsung dari neneknya (Ibu Suri Kerajaan Majapahit).
— Arya Damar (Adityawarman) menundukkan Pasung Gerigis dan pasukannya yang markas di benteng pertahanan Bali Utara, dikenal sebagai wilayah Ularan, dengan pimpin para Arya Ularan. Sementara, Gajah Mada memimpin pasukan Majapahit untuk menguasai Bali Selatan: Pejeng, Gianyar, yang merupakan pusat Kerajaan Bedahulu, dari berbagai penjuru. Dalam Usana Bali disebutkan Arya Damar memimpin pasukan lebih besar dibandingkan jumlah pasukan Gajah Mada.
— Usai memimpin eksedisi Majapahit ke Bali, Arya Damar kembali ke Majapahit, dan ke Palembang-Darmasraya. Di sana dilantik sebagai penguasa penuh wilayah Pulau Sumatera.
— Disebutkan, sebagian saudara-saudara Arya Damar (dan beberapa catatan menyebutkan putra-putranya) menetap dan membantu pembentukan Kerajaan Samprangan Bali, dan memimpin restorasi Pura Besakih. Keturunannya mendapat jabatan di wilayah yang kini dikenal sebagai wilayah Kabupaten Tabanan, dan sebagian mendirikan kerajaan Badung (kini dikenal sebagai wilayah Kabupaten Badung) dan pusat pemerintahannya berpusat di Denpasar.
— Ada kisah lisan menyebutkan bahwa Adityawarman (Arya Damar) berpulang di Darmasraya. Sampai hari ini, kerabat keluarga di Bali yang merasa leluhurnya terkait Adipati Adityawarman masih menjejak sisilahnya dengan menyebutkan kekerabatannya terkait dengan bangsawan Palembang, Darmasraya dan Pagarruyung, Minangkabau.
6. Catatan dari ahli efigrafi, filolog dan peneliti sejarah, atau masyarakat akademisi, terkait ketokohan Adityawarman dapat dirangkum sebagai berikut:
— Adityawarman disebut sebagai raja Malayapura-Suvarnabhumi, melihat gelar yang dipakai dipercaya merupakan penerus dinasti Mauli yang berbasis di Sumatera bagian tengah. Dinasti Mauli adalah sebuah dinasti raja-raja yang memerintah kerajaan Bhumi Malayu atau Dharmasraya, berpusat di sungai Batanghari (sekarang provinsi Jambi dan Sumatera Barat, Sumatera ), dari abad ke-11 hingga abad ke-14, umumnya dipercaya penganut paham Buddha Mahayana. Ada yang menyebut berpaham Bhairava, mengingat patung Bhairava temuan di wilayah ini dipercaya sebagai perwujudan Adityawarman.
— Adityawarman adalah sepupu Jayanegara, raja Majapahit dari tahun 1309–1328, dan cucu dari Tribhuwanaraja, raja Kerajaan Melayu.
— Adityawarman adalah “wreddamantri” (Menteri Senior, Patih Agung) yang diberikan tugas memimpin wilayah pantai timur di Sumatera, berpusat di Palembang, dan Adityawarman kemudian mendirikan kerajaan Minangkabau di Pagaruyung, menguasai wilayah Sumatera bagian tengah. Wilayah ini menjadi pusat perdagangan emas antara tahun 1347 dan 1375.
7. Naskah-naskah yang memuat Adityawarman:
— Diperkirakan Adityawarman lahir sekitar tahun 1294. Menurut kitab Pararaton ia lahir di Trowulan, Jawa Timur, ibu kota kerajaan Majapahit.
— Menurut Prasasti Kuburajo yang ditemukan di Limo Kaum, Sumatera Barat, ayah Adityawarman adalah bangsawan Majapahit bernama Adwayawarman.
— Menurut teks Jawa Timur abad ke-15, berjudul Pararaton, ibunya adalah Dara Jingga, seorang putri Melayu dari Dharmasraya.
— Adityawarman mungkin telah mengunjungi China untuk ekspedisi diplomatik pada tahun 1325 jika, seperti yang diyakini beberapa sejarawan, sebagaimana dicatat dalam sumber Cina, sebagai utasan Sengk’ia-lie-yu-lan.
— Nama Adityawarman di Jawa tercatat pada awal 1343 dałam perwujudan Bodhisattva Manjusri yang ditemukan di Candi Jago, Jawa Timur. Candi Jago dikenal sebagai tempat suci yang dibangun oleh Kertanegara untuk ayahnya Visnuvardhana.
— Dalam prasasti tentang Adityawarman secara eksplisit menyebut dirinya Penguasa Bumi Emas (Kanakamedinindra).
— Sebuah prasasti dalam bahasa Sansekerta Melayu lokal ditemukan di bagian belakang patung Amoghapasa ditemukan di Rambahan, Sumatera Barat, tertanggal 1347, dipercaya dikeluarkan oleh Adityawarman. Prasasti ini merupakan memperingati perannya sebagai pelindung dan sumber kesejahteraan bagi rakyat ibukota Malaya (Malayapura) dan kekuasaannya sebagai perwujudan Amoghapasa, menyandang gelar: “Udayadityavarman “Adityavarmodaya Pratapaparakramarajendra Maulimalivarmadewa” atau “Adityavarmodaya Pratapaparakramarajendra Maulimalivarmadewa”.
— Ia digambarkan sebagai “Penguasa Suravasa”. Nama Suruaso sendiri masih digunakan untuk menyebut daerah dekat Pagarruyung, Kerajaan Minangkabau.
— Sebuah pendapat mengatakan kerajaannya sebagai cika-bakal sistem pewarisan matrilineal Minangkabau sampai saat ini.
— Pelanjutnya yang di Sumatera bernama Ananggawarman.
— Adityawarman memerintah setidaknya sampai 1375, yang merupakan tahun prasasti terakhir yang diketahui. [T]