10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

HINDU & KEJAWEN BERHALA?

Sugi LanusbySugi Lanus
February 10, 2022
inEsai
HINDU & KEJAWEN BERHALA?

— Catatan Harian Sugi Lanus, 9 Pebruari 2022

1. Banyak orang Indonesia tidak bisa membedakan arti kata: BHAKTI dan SEMBAHYANG. Inilah yang menjadi sebab kenapa dengan mudah menyebut semua orang yang memakai sarana sesaji sebagai berhala.

SEMBAHYANG ditujukan kepada HYANG TUNGGAL (Yang Mahaesa), tetapi bhakti atau bakti adalah sikap hormat yang bisa ditujukan pada ibu, guru, para orang tua, pahlawan bangsa, dan semua yang berjasa bagi kehidupan kita. Orang yang berbakti pada guru dan membawakan oleh-oleh buah, tidaklah sedang menyembahyang gurunya. Anak-anak yang bakti pada orang tuanya, yang pulang ke rumahnya membawakan bingkisan-bingkisan, bukanlah sedang sembahyang di depan orang tuanya.

BERBAKTI pada Nusa dan Bangsa, serta para pahlawan bangsa, tidak berarti kita sedang mempertuhankan Negara dan ruh para Pahlawan Bangsa.

Berbakti pada ibu-pertiwi, bukanlah mempertuhan ibu-pertiwi, tapi sujud dan secara mendalam menghormat pada berkah bumi, seperti halnya kita bakti dan sungkem pada ibu kandung atau orang tua yang telah memberi kita hidup, merawat dan menjaga kita dari baru lahir.

Hindu dan Kejawen bersikap bhakti pada para leluhur, bhakti pada alam yang telah memberi kita hidup, bhakti kepada ruh-ruh agung yang menjaga kita — yang dalam banyak kasus disebut sebagai Dewa Penjaga atau ruh agung lainnya. Rasa bakti itu tidaklah sama dengan mempertuhankan apa yang kita hormati.

Membawa kembang ke kuburan, membawa sesaji ke sumber air di desa-desa di Jawa, adalah wujud bakti, bukan sembahyang mentuhankan sumber air atau nisan di kuburan. Mereka para penganut Kejawen atau Hindu paham betul bahwa mata air suci tidak akan “makan mengunyah” buah-buahan atau bunga-bunga yang kita bawa. Sama halnya kita paham bahwa ketika Hari Guru, anak-anak atau siswa membawakan kembang ke ruang guru. Para siswa ingin menunjukkan baktinya, merasa senang ikhlas membawa kembang untuk bapak-ibu guru. Dan mereka paham bahwa bapak-ibu guru tidak akan “makan dan mengunyah” kembang-bunga yang dipersembahkan sebagai tanda bakti itu. Begitu juga dengan penganut Kejawen atau Hindu, jika membawa sesaji, mereka sedang mengekpresikan rasa bakti, dan tanda baktinya itu berupa kembang dan sesaji.

2. SEMBAHYANG punya tingkatan berbeda dengan BHAKTI. Demikian juga dengan PUJA.

“wruh sira ring wéda bhakti ring déwa,
tar malupéng pitra pūja,
māsih ta siréng swagotra kabéh”.

Kutipan bagian depan Kitab Kakawin Ramayana dalam Bahasa Kawi (Jawa Kuno) menyebutkan dengan jelas, bahwa sikap yang tepat terpuji pada dewa adalah bhakti. Bukan mempertuhankan Dewa-Dewa. Dewa-dewa adalah guru jagat, sebagaimana halnya malaikat pengantar wahyu dan ajaran suci, kita diharapkan menghargai dan bhakti pada dewa-dewa yang menjadi guru-guru suci “cahaya suci” yang menuntun dan memberikan kita bimbingan.

Pitra (ruh leluhur) juga bukan dipertuhankan. Leluhur sebatas dipuja. Puja adalah mendoakan mereka yang telah berpulang. Mendoakan orang tua yang berpulang atau meninggal, dilakukan oleh hampir semua agama besar dunia. Puja (berdoa) adalah tindakan mulia untuk mengirim pikiran baik dan harapan suci kita pada yang kita Puja. Melakukan Puja bukan mentuhankan ruh-ruh yang kita puja.

Tingkatannya jelas: Rasa bhakti kepada para guru suci, para pembimbing spiritual, para malaikat pembawa wahyu, orang tua, dan pahlawan pendiri bangsa, mereka yang berjasa bagi kehidupan kita. Puja (doa suci) untuk ruh-ruh leluhur atau orang tua yang telah berpulang, mendoakan agar damai dan mendapat tempat TERANG dan di sisi Tuhan, adalah sikap terpuji. Seorang anak atau keturunan yang tidak pernah melalukan PUJA (berdoa dalam sujud berharap agar yang kita doakan mendapat tempat terbaik), secara Kejawen atau Hindu, dianggap anak durhaka (orang yang menyimpang jalan suci).

Kata PUJA dalam lagu Indonesia Pusaka sangat tepat. Penulis syair lagu ini memahami arti kata PUJA, yang kini banyak tidak dipahami secara baik.

“Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
S’lalu dipuja-puja bangsa”

Ungkapan: “S’lalu dipuja-puja bangsa” ini mengandung arti “dihormati” dan “dihargai”, tidak mengandung makna “dipertuhan-tuhankan”.

Demikianlah, dalam PITRA-PUJA (doa suci untuk leluhur) seseorang tidak mempertuhankan para leluhur. Tapi sebagai wujud atau ungkapan hormat, menghargai jasa orang tua, leluhur, pahlawan, pendiri bangsa atau kerajaan, disertai doa suci agar mereka mendapat tempat terbaik sesuai karma-kebajikannya di masa hidupnya. Juga memohonkan doa suci agar kesalahannya dimaafkan oleh Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa).

3. Di Bali tindakan memuliakan Dewa-Dewa disebut sebagai “NGATURANG BHAKTI”. Artinya, menyampaikan tanda bhakti dan terima kasih atas bimbingan dan sesuluh yang diberikan para Dewa atau Ruh Agung, para malaikat, yang telah memberikan ajaran suci dan tuntunan kekuatan batin pada kita.

Ucapan bhakti itu jelas:

guru brahmā guru viṣṇū | guruḥ devo maheśvarā ||
guru śākṣāta parabrahmā | tasmai śrī guruve namaḥ ||

“Hormat kepada Guru Brahma, Guru Vishnu, Guru Maheshwara [yang menguasai keilahian transendental (prinsip kehidupan abadi, yang merupakan esensi dari pencipta, dll.)] Salam hormat saya kepada guru yang mulia itu.”

ajñāna-timirāndhasya | jñānāñjana-śalākayā ||
cakṣur unmīlitaṁ yena | tasmai śrī-gurave namaḥ ||

“Hormat saya kepada guru terhormat itu, yang membuka mata saya, dengan membasuh mata saya untuk pengetahuan bisa melihat keilahian (sinar suci), yang [selama ini] telah dibutakan oleh selaput gelap ketidaktahuan.”

Dewa-dewa adalah ciptaan Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa) yang bertugas menjaga manusia, mengantar wahyu suci, yang disampaikan melalui para Maharsi atau Nabi-Nabi Agung, disamping juga wahyu-wahyu diterima langsung dari HYANG TUNGGAL. Ada berbagai tugas para Dewa, diantaranya menjadi malaikat yang turun ke dunia, yang menjadi “Petugas Tuhan Yang Maha Esa” penuntun manusia, sepatutnya dimuliakan. Sebagaimana halnya kita berbakti pada guru-guru di dunia, yang membukakan jalan terang dan ilmu pengetahuan, bhakti pada Dewa adalah tindakan terpuji. Sekali lagi, bhakti tidak sama dengan mentuhankan siapa yang kita hormati dengan seluruh kedalaman hati. Para Dewa menurunkan Pengetahuan Suci yang membukakan mata manusia untuk senantiasa berjalan di jalan TERANG jalan suci Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa).

4. Pemeluk Kejawen atau Hindu hanya SEMBAHYANG atau mentuhankan HYANG TUNGGAL. Bukan yang lain.

Kata SEMBAHYANG memang sering dicampur-adukkan. Kadang ada yang menyebutkan Pitra-puja sebagai “sembahyang pada leluhur”. Orang awam yang tidak pahampun langsung mengganggap kegiatan itu sebagai “mempertuhan leluhur”. Kenyataannya, itu adalah PUJA. Sekali lagi: Puja (berdoa) adalah tindakan mulia untuk mengirim pikiran baik dan harapan suci kita pada siapa yang kita hormati. Bukan mempertuhan. Tidak ada “sembahyang leluhur”. Di Bali disebut “NGATURANG SEMBAH-BAKTI” — jelas caranya sujud-bhakti mengungkapkan tanda kita hormat, bukan mempertuhankan leluhur atau nenek-moyang yang telah berpulang agar diterima di sisi HYANG TUNGGAL.

SEMBAH-HYANG jelas ditujukan kepada HYANG TUNGGAL. Bukan yang lain.

Kepada guru-guru suci dan para Dewa atau malaikat suci dilakukan “NGATURANG BHAKTI”.

5. Sementara itu, SELAMETAN dalam Kejawen adalah PERAYAAN RASA BERSYUKUR. Bentuknya doa bersama. Rasa bersyukur dalam SELAMETAN dilakukan secara bersama, mengundang keluarga dan tetangga. Lalu ada doa bersama. Itupun juga bukan mempertuhankan kegiatan perayaan syukuran atau ungkapan beryukur atas apa yang telah dicapai atau diberikan. Pernikahan, anak lahir, 3 bulanan, perayaan pernikahan, dll, adalah ungkapan bersyukur. Isinya bisa doa dan terima kasih untuk nenek-moyang (Pitra-puja) karena berkah hari ini atas nikmat yang dirasakan tidak lepas dari jasa warisan atau penghidupan (kehidupan) yang diberikan pada kita lewat rantai kelahiran dari leluhur ke orang tua kita, semuanya disyukuri di saat SELAMETAN.

Dalam Selametan juga ada disertai SEMBAH-HYANG pada HYANG TUNGGAL, dirangkai SEMBAH-BHAKTI pada LELUHUR sebagai rasa tidak pernah lupa dan ingkar atas nikmat yang kita terima. Biasanya ditutup berdoa bersama agar siapa yang melakukan SLAMETAN terus sehat dan sukses, serta berdoa bersama untuk kesehatan dan ketenangan semua yang hadir. Pokok inti Slametan jelas: Ungkapan rasa bersykur pada HYANG TUNGGAL. Ekspresinya bisa kembang, sesaji, ada punya bernyanyi-nyanyi, semuanya ekspresi kegembiraan atas berkah HYANG TUNGGAL pada kita.

6. Kembali ke pertanyaan di depan: APAKAH HINDU & KEJAWEN BERHALA?

Tidak.

Hanya mereka yang tidak paham beda ungkapan BHAKTI, SEMBAHYANG, PUJA, dan PERAYAAN RASA SYUKUR, gagal paham akibat pendek referensi, kesemuannya dipikir mempertuhankan semuannya. Membawa bunga bagi guru di Hari Guru, tidaklah mempertuhan guru. Menabur bunga di nisan atau makam pahlawan bukanlah mentuhankan nisan atau seonggok batu. Demikian juga menghias kursi sepasang pengantin bukanlah mempertuhan kedua mempelai. Kasih kemanusiaan mendasari. Bakti pada guru dan orang tua mendasari. Rasa bhakti pada Ruh-Ruh Agung yang telah menuntun yang mendasari.

Memahami tingkatan rasa-rasa itu penting agar kita tidak salah persepsi, agar tidak tidak tersesat jalan, agar paham anggah-ungguh di jalan batin. [T]

Tags: hinduHindu BalikejawenKetuhananTuhan
Previous Post

Menghidupkan Kuta dengan Pameran Neodalan: Tilem Kesangȇ dalam Fraksi Epos 2022

Next Post

Waspada, “Branding” Bali Kadaluwarsa!

Sugi Lanus

Sugi Lanus

Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

Next Post
Waspada, “Branding” Bali Kadaluwarsa!

Waspada, "Branding" Bali Kadaluwarsa!

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co