Pagi itu cuaca sangat cerah, sinar matahari seolah ikut mendukung Gede Eriawan alias Doble untuk bergegas bangun dari tempat tidur dan memulai pekerjaan seperti biasanya. Ia ditemani secangkir kopi hitam ditambah semilir angin perbukitan di sekitar rumah yang berlokasi di Banjar Dinas Gunung Sekar, Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Sambil sesekali menghirup kopi, ia memulai pekerjaannya memilah bambu untuk dijadikan sebuah rindik mulai dilakukan.
Kedua tangan yang cukup lihai kemudian mulai mengecek beberapa bambu yang benar-benar pas untuk dijadikan sebuah gamelan khas Bali yakni rindik. Ada sebelas potongan bambu yang memiliki suara beda yang kemudian dirangkai hingga saat dimainkan bisa menghasilkan suara yang enak untuk didengarkan telinga.
Satu persatu bambu dipotong, diperhalus dan dirapikan agar bisa dirangkai dengan sebuah kayu serta dirajut menggunakan sebuah tali nilon. Jari jemari serta telinga bapak satu anak ini pun tidak ragu lagi dalam mengerjakan pekerjaan itu agar bisa menghasilkan bunyi gamelan yang nantinya pas sesuai dengan irama lagu saat dipukul.
Untuk mengerjakan satu buah rindik lengkap dengan suling serta hiasan lainnya biasanya membutuhkan waktu kurang lebih seminggu itupun sesuai dengan kesulitan atau hiasan tambahan yang akan digunakan pada gamelan bambu khas Bali itu.
Namun pekerjaan atau usaha rumahan yang telah ditekuni sejak kurang lebih hampir tujuh tahun itu tidak disangka bisa menembus pasar luar negeri yakni ke Australia. Produk rindik buatannya komplit dengan suling serta hiasannya itu akhirnya berhasil membuat warga yang berasal dari negara yang memiliki julukan negeri kangguru itu terpikat akan apa hasil buah tangan yang dia buat untuk menafkahi keluarganya setiap hari.
Eitss, jangan berpikir harganya mahal dulu baru bisa tembus ke luar negeri. Paket komplit gamelan khas Bali itupun memiliki kisaran harga Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 Juta tergantung request atau permintaan dari pemesannya. Untuk bahan utama yakni bambu biasa bapak kelahiran 1993 ini biasanya mencarinya di seputaran Kabupaten Buleleng, Gianyar dan Bangli dengan tiga jenis bambu yang sering digunakan yakni Santong, Hitam, dan Tabah.
Ia pun mengingatkan atau berbagi sekaligus memberikan sedikit tips yakni dalam menentukan bambu yang pas untuk dipakai minimal usia bambu telah tumbuh selama 3 tahun. Lalu satu lagi untuk membedakan bambu bagus biasanya di getok terlebih dahulu kalau suaranya bagus dan tinggi bisa dipakai, akan tetapi kadang ada yang tidak bisa dipakai kalau pesannya tanpa melihat langsung namun tidak banyak.
Penjualan pemilik usaha Doble Rindik Bali ini pun dalam sebulan sebelum terdampak pandemi biasanya mendapat pesanan sejumlah 6 bahkan lebih, namun saat pandemi pesanan rata-rata berkisar 4-5 dalam sebulan. Penjualan pun dilakukan dari mulai mulut ke mulut hingga memanfaatkan media online untuk mendukung pemasaran produknya.
Ohh iya, selain di luar negeri produknya juga sering dijual ke luar Bali seperti Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Jakarta, dan terkahir ada Bandung. Dengan berjualan gamelan khas Bali itu lelaki yang sempat 10 tahun malang melintang bekerja di Kabupaten Gianyar itu sebagai tukang ukir kini bisa menghidupi keluarga kecilnya.[T]