Setelah dukumpulkan, plastik itu kemudian dipilah sesuai jenisnya. Mulai dari jenis PP (Polypropylene),lalu jenis PET (Polyethylene Terephthalate) yang lebih banyak beruapa botol plastic, dan jenis HDPE (High-Density Polyethylene) yakni tutup dari botol plastik itu.
Jenis PP dan PET ia masukkan ke dalam karung kampil. Sementara jenis HDPE tutup botol itu ia biarkan berserakan.
Pemandangan itu yang saya lihat di bengkel kerja Kadek Maretanayasa, di Desa Sambangan, Sukasada, Buleleng. Area tempat pengumpulan sekaligus pemilahan plastik itu, sekaligus sebagai bengkel kerja, cukup luas, cukup terbuka. Dari jalan masuk menuju rumahnya terlihat jelas bengkelnya, dikelilingi tembok yang tidak begitu tinggi.
Bengkel itu sendiri memang hanya dipisahkan sebuah tembok dengan rumah tempat tinggalnya.
Setelah memilah, lelaki yang dipanggil dengan nama Kadek Maret, itu kemudian mengumpulkan jenis plastic HDPE yang berserakan. Plastik itu lalu dipotongnya kecil-kecil dengan gunting, satu demi satu dipotong seukuran kuku kelingking saya.
“Belum punya alat cacah plastik, Bli, jadi sementara potong manual dulu dengan gunting,” ujarnya.
Ayah satu anak ini dengan sabar memotong tutup botol itu. Ini terntu berbeda sekali dengan hobinya yang suka kecepatan. Ia dikenal sangat suka balapan motor, baik liar atau resmi. Bahkan nama facebook-nya “Kadek Racing”. Jelas sekali ia memang pencinta balapan.
Setelah tutup botol itu dipotong kecil-kecil, kemudian ia campurkan dengan resin sesuai formulasi yang telah dipelajarinya, lalu dimasukkan ke dalam cetakan buatanya.
“Tidak langsung jadi, Bli, harus dikeringkan dulu,” kata Maret sambil mengambil produk yang sudah jadi yang ia buat sebelumnya.
Produk itu berupa asbak. Asbak itu tampak begitu berwarna sesuai warna potongan-potongan tutup botol itu, dan potong-potongannya masih bisa terlihat, seakan menunjukkan bahwa asbak itu memang benar dari sampah plastik.
Selain asbak, Maret juga membuat produk kerajinan lain seperti tropy, miniatur, plakat, hingga furniture. Tidak semua dari plastik tapi semua berhubungan dengan resin. Hanya sejak 2020 ini ia mulai fokus mengembangkan pemanfaatan sampah plastik untuk produknya. Lebih tepatnya sejak ia mulai aktif membangun bank sampah yang diberi nama RPM Sambangan di akhir tahun 2019.
“Dari 2019 saya mulai bergerak di sampah, dari dulu sebenarnya tertarik ingin mengelola sampah, saya belajar di youtub,e salah satunya di Youtube Galang Panji” jelas Maret yang lulusan seni rupa di SMK 1 Sukasada ini.
Minatnya diawali karena ingin mengelola sampah plastik jadi kerajinan lalu berlanjut agar bisa menjadikan sebagai sebuah usaha, karena memang tidak ada perkerjaan lain setelah ia selesai bekerja di salah satu koperasi di Buleleng.
Usahanya mengelola bank sampah sudah mampu mengumpulkan sampah nonorganik mencapai 1.000 kg setiap bulan. Nasabahnya sendiri bukan warga sekitar, tapi datang dari beberapa desa lain yang selama ini mengelola sampah namun tidak tahu sampahnya disalurkan ke mana.
“Nasabah saya hanya beberapa saja di desa, selebihnya ada di luar desa dan berupa kelompok-kelompok yang mengelola sampah,” tutur pria kelahiran Maret 1989 ini.
Sementara perkenalannya dengan resin sendiri dimulai cukup jauh sebelummya, berawal dari kecintaannya pada dunia balap motor bebek. Kegemarannya itu mengharuskannya bergaul dengan banyak orang bengkel. Dari bengkel tempatnya memperbaiki motor balap, ia melihat keajaiban dari resin yang sepertinya dapat dimanfaatkan untuk banyak hal.
Sedari sekolah di SMP, Kadek Maret sudah mulai ikut balapan liar, lalu di tahun 2006 balapan resmi pertamanya di Buleleng. Terakhir di 2019 mengikuti road race di Jalan Kartini Singaraja dengan kelas yang diikuti di kelas motor bebek.
Untuk belajar menggunakan resin, ia meluangkan waktunya menjadi anak magang di bengkel temannya. Mulai dari bagaimana mencampur bahan resin. Terus mengolahnya hingga menjadi produk. Setelah itu Maret mulai mempraktekkan pemanfaatan resin di rumahnya untuk membuat produk kerajinan.
Karya pertamanya tidak begitu berhasil. “Susah sekali mencari formula yang pas untuk resin ini, salah sedikit volume campuran dan pengadukannya jadi langsung kering sebelum sempat dituangkan ke cetakan. Sempat rugi banyak waktu itu,” terangnya mengenang awal-awal produksinya.
“Karena sudah telanjur basah, jadinya saya terus coba saja, walau memang rugi banyak karena harga resin lumayan mahal,” tambahnya lagi.
Berkat kegigihannya dan berani rugin, ia sepertinya menemukan formula pas untuk campuran resin, dan mulai mampu membuat produk miniatur dan asbak dari resin yang dicampur dengan limbah jerami yang sudah dihaluskan.
Sampai akhirnya ia melihat peluang membuat produk dari cacahan sampah plastik yang dicampur dengan resin, mulai dari ssbak sampai akhirnya ia membuat papan seukuran 100X60 cm dengan ketebalan 1.5 cm, yang nantinya ia manfaatkan sebagai meja dan kursi dimana semua prosesnya ia kerjakan sendiri secara manual di bengkelnya.
“Tahun 2021, lumayan saya sudah bisa jual produk meja dan kursi dari campuran plastik dan resin ini, walupun yang beli masih teman-teman saja,” ungkapnya.
Ia menyampaikan ke saya bahwa kisaran harganya hanya sejutaan rupiah untuk jenis produk itu, Kadek Maret juga menerangkan dirinya masih terus berupaya mengembangan untuk membuat produk-produk lainnya sambil fokus membesarkan bank sampah yang dibangunnya.
“Produknya sementara masih dibuat jika ada orderan saja, jika belum ada orderan saya kerja mencari sampah dulu,” kata suami dari Luh Elsy Budartini ini.
Meski sempat ditentang oleh orang tuanya karena ngurusin sampah, kini dari usahanya mengelola bank sampah dan membuat produk-produk kerajinan dari sampah plastik dan resin ia sudah mampu mengidupi keluarganya.
“Saya sempat bertengkar dengan bapak saya gara-gara sampah ini, bapak saya itu orangnya sangat suka bersih-bersih, jadi pas saya bawa pulang sampah yang sudah saya kumpulkan, malah dibakar olehnya. Saya ini orangnya keras, Bli, semakin ditentang semakin ingin membuktikan,” katanya dengan nada yang begitu serius kepada saya.
Meskipun pernah ada pertentangan keluarga, nampak terlihat jelas di mata saya, Kadek Maret ini sangat serius ingin mengelola sampah plastik untuk jadi pekerjaaan demi menghidupi keluarganya dan menjaga lingkungan. Di akhir obrolan denganya, saya pun memesan meja dan kursi darinya untuk nanti digunakan di kantor Bank Sampah Galang Panji. Membeli meja itu memang jadi tujuan awal kedatangan saya ke tempatnya, dan tanpa saya duga ia memberikan asbak karyanya untuk bekal saya pulang.
Meskipun bukan perokok tentu dengan senang hati saya terima hadiahnya itu, untuk nanti bisa dipakai oleh rekan-rekan yang berkunjung ke Bank Sampah Galang Panji, tempat saya.[T]