Di Yogjakarta sejumlah seniman melakukan gerakan kemanusiaan. Mereka melukis on the spot secara bersama. Dan hasil dari lukisan itu dilelang untuk disumbangkan kepada warga yang terdampak Covid- 19.
Acara itu dalam sebuah perhelatan dengan Gerakan Kemanusiaan Republik (GKR) Indonesia. Acara itu bermula dari obrolan ringan, lalu beranjak menjadi cukup serius. Widihasto Wasana Putra bertindak selaku ketua panitia acara dan Sanjaya Kuss Indarto sebagai kurator untuk memilih seniman yang dilibatkan dalam acara tersebut.
Banyak seniman kemudian terlibat. Nasirun, Hari Budiono, Astuti Kusumo, Bayu Wardhana, Bambang Herras dan Budi Ubrux Haryono.
Nah, di antara para pelukis itu terdapat tiga seniman Sanggar Dewata Indonesia, yakni Putu Sutawijaya, Made Toris Mahendra, dan Dewa Made Mustika.
Tentu saja, acara itu menjadi momentum penting untuk saling bergandeng tangan, saling bergotong royong, di situasi yang serba terbatas di masa pandemi ini, untuk tetap menumkbuhkan empati kepada sesama.
Acara GKR Indonesia ini sesungguhnya bisa disebut sebagai kelanjutan dari acara “Live Painting on the Spot” atau melukis di lokasi, tepatnya di Gedung Siti Hinggil Dwi Abad, Alun-alun Kidul, Yogyakarta, ketika ada program Vaksinasi Bhinneka Tunggal Ika, 27 September 2021.
Tanggal 7 Oktober 2021 karya hasil “Live Painting on the Spot” itu dipamerkan di Bale Raos Resto di Magangan, sisi selatan Kraton Ngayogyakarta. Pameran berlangsung hingga 13 Oktober 2021. Tepat seminggu karya-karya tersebut dipamerkan.
Hasilnya 10 karya lukis yang dipamerkan dikoleksi oleh para kolektor. Mereka adalah warga dan pengusaha Yogyakarta. “Ya, 100% karya berpindah tangan ke 5 kolektor,” ujar Sanjaya Kuss Indarto
Karena dari awal mereka niatkan sebagai pameran amal (charity exhibition), maka sebagian dari hasil penjualan karya tersebut disumbangkan untuk kepentingan kemanusiaan. menyerahkan sepenuhnya besaran persentase yang akan disumbangkan oleh teman-teman perupa.
Ternyata, minimal sumbangan yang diserahkan 50% dari hasil transaksi. Ada yang 60%, 70%, bahkan ada yang menyumbang 100%. Ketika diakumulasikan ternyata ada ratusan juta rupiah.
Tiga Pelukis SDI
Tiga pelukis Sanggar Dewata Indonesia (SDI) melukis pada deretan posisi yang sama. Putu Sutawijaya di sebelah kiri, dengan aksinya yang sudah terbiasa melukis on the spot di berbagai candi di Indonesia. Itu dilakukan atas kekagumanya terhadap candi candi di Indonesia yang membentuk bolbrutu (grombolan pemburu batu ) yang sudah dilakukanya puluhan tahun.
Begitu juga ia kerap berburu keindahan sungai dan merapi di Jawa Tengah yang disebutnya seri remeh temeh (seri ramah tamah dengan lingkungan melalui karya seni), nampak sekali kepiawaianya dengan cepat menyelesaikan lukisanya.
Di posisi paling tengah Made Toris Mahendra, dengan lukisan ciri khasnya, abstrak, yang kental sekali dengan spontanitas garis dan brus struck yang dihasilkan.
Begitu juga Dewa Made Mustika, yang sama-sama kuat dalam karakter garis, dan sapuan kuas sepontan, ciri khas aliran lukisan seniman Sanggar Dewata Indonesia era 1990 an, yang banyak memunculkan seniman abstrak exspresionis waktu itu.
Dari foto ini nampak jelas senyum sumringah ciri khas Putu Sutawijaya dan rambut dread lock Made Toris Mahendra, juga Dewa Mustika yang topinya selalu di balik, ciri khasnya masa masa kuliah di ISI Yogja. Mungkin kerinduan mereka terobati mengingat masa-masa melukis bersama masa kuliah dulu.
Memang kecenderungan mahasiswa dari daerah tertentu di Indonesia, saat mengerjakan tugas melukis on the spot, di jurusan fakultas seni rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogjakarta, selalu melukis dengan berkumpul sesama daerahnya. Mereka menjadi saudara rantau.
Tiga pelukis SDI itu pun seperti bernostalgia awal masa masa kuliah di ISI yogya. Tentang bagaiaman mereka saling support dalam segala bidang, saling bahu membahu menutupi kekurangan masing-masing awal kuliah di Yogja. Keceriaan tampak dari tawa lepas masing-masing seniman itu, mengingat kenangan suka duka menjadi mahasiswa ISI.
Kegiatan GKR Indonesia ini juga menumbuhkan semangat sesama seniman berdidikasi untuk kehidupan kemanusiaan dan kebudayaan. “Karena apa yang didapatkanya selama ini di kesenian dikembalikan lagi untuk kemanusiaan dan kebudayaan,” ujar Dewa Mustika, menyimpulkan kegitan tersebut.
Ucapan terimakasih ketiga seniman Sanggar Dewata ini di ucapkan melalui akun Facebook Dewa Made Mustika kepada Ngarsa Dalem Sultan Hamengkubuwono X, GKR Hemas dan keluarga, Bapak Widihasto Wasana Putra dan Bapak Sanjaya Kuss Indarto yang sudah dilibatkanya di acara yang sangat mulia tersebut, dan ucapan terimakasihpun terucap Kembali kepada Ngarsa Dalem Sultan Hamengkubuwono X, GKR Hemas atas di terimanya mereka bertiga menjadi bagian dari masyarakat Jogjakarta, dan selalu di libatkannya dalam acara skesenian dan kebudayaan di Jogjakarta.
Pada 15 Oktober 2021 beberapa seniman dan kurator seni yang ikut acara tersebut diundang untuk makan malam di Kraton Kilen, kediaman Ngarsa Dalem Sultan Hamengkubuwono X, GKR Hemas dan keluarga, di kompleks Kraton Ngayogyakarta. Ini bentuk apresiasi GKR Hemas dan Sultan Hamengkubuwono X kepada para perupa yang telah memberi kontribusi pada kemanusiaan lewat GKR Indonesia. [T]