3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pura Besakih, Kekuasaan, dan Gering Agung

Gede SuardanabyGede Suardana
August 20, 2021
inOpini
Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

Gde Suardana

Pura Agung Besakih akan direnovasi dengan anggaran yang sangat besar, hampir mencapai Rp 1 triliun. Anggaran ini disumbangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Provinsi Bali.

Renovasi dilakukan secara menyeluruh, meliputi suci mandala Soring Ambal-Ambal hingga Luhuring Ambal-Ambal (memperbaiki pelinggih dan sarana dan prasarana pura yang dinilai tidak memadai lagi). Renovasi fisik akan dilaksanakan pada tahun 2021 hingga 2022. Pelaksanaannya sudah ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Rabu (18/8).

Dana renovasi bersumber dari Kementerian PUPR sebesar Rp 500 miliar dan APBD Bali sebesar Rp 400 miliar.

Renovasi Pura Agung Besakih di tengah masa gering agung Covid-19, menarik disimak dari perspektif hubungannya pura terbesar di Bali dengan kekuasaan. Bagaimana sejarah hubungan Pura Agung Besakih dengan kerajaan di Bali dan pemerintah kolonial serta dan bagaimana para penguasa memposisikan Pura Besakih dalam kekuasannya.

Mitos Gunung Agung

Pura Agung Besakih berdiri agung di punggung Gunung Agung. Mitos tentang asal-usul gunung, puncak gunung diyakini sebagai Kawasan suci dan bersemayamnya para dewata para penjaga kehidupan, bumi, dan roh para leluhur yang menganugerahkan kesejahteraan bagi umat manusia. Atau mengambilnya kembali dengan kemurkaannya membawa kematian dan kehancuran bagi dunia.

Dalam mitologi, Gunung Agung merupakan pecahan dari Gunung Mahameru, di mana dalam metafora genekologis, dewa Gunung Agung merupakan putra dari dewa Gunung Mahameru, yakni Dewa Pasupati.

Mitos yang terkenal tentang Gunung Agung sebagaimana ditulis dalam Babad pasek pada awal ke-13 menyebutkan pada masa lampau Pulau Bali dan Lombok dalam kondisi tidak stabil laksana perahu di atas permukaan laut. Terombang-ambing. Pada saat itu, di Bali hanya terdapat Gunung Lempuyang (timur), Andakasa (selatan), Watukaru (barat), Mangu atau Beratan (utara). Sangat mudah bagi Hyang Harimbhawana untuk mengguncang Pulau Bali.

Bhatara Pasupati perihatin dengan kondisi Bali. Ia mengijinkan kepada para dewa untuk mengambil bagian puncak Gunung Mahameru kemudian membawanya ke Bali dan Lombok. Si Badawangnala (penyu dewata) menopang dasar potongan, Sang Anantaboga dan Naga Basuki (naga dewata) menjadi tali pengikat yang memegang gunung sementara Naga Tatsaka membawanya melalui udara. Satu belahan gunung Mahameru di tempatkan di Pulau bali pada hari Wrespati Kliwon Wuku Merakih, yakni hari pertama bulan kesepuluh (sasih kedasa) tahun Saka 11.

Gunung Agung dalam naskah lontar dan prasasti lama juga menyebutnya dengan nama Bukit Tohlangkir atau Tulangkir hingga kini. Dewa penguasa gunung yang bersemayam disebut Hyang Tolangkir atau Mahadewa.

Kemarahan Dewata

Beberapa tahun berikutnya, tahun Saka 27, Bali diserang musibah bertubi-tubi. Angin rebut dan petir tak henti, hingga akhirnya terjadi gempa bumi diiringi suara gemuruh berupa ledakan. Setelah bencana berbulan-bulan, Gunung Agung meletus.

Gunung Agung telah berulang kali meletus sepanjang milenium. Letusan terjadi pada tahun 1543, 1615-1616, 1665, 1683-1684, dan 1710-1711. Pada tahun 1808 meletus lagi. Setelah lama tertidur Gunung Agung meletus kembali tahun 1963 secara dahsyat. Dan terakhir meletus kembali pada 13 Agustus 2017.

Ledakan Gunung Agung mahadahsyat yang paling bersejarah adalah ketika meletus hebat pada tanggal 17 Maret 1963, bertepatan dengan karya Ekadasa Rudra, upacara terbesar dalam sejarah Hindu Bali, sedang berlangsung di Pura Besakih, untuk pertama kali selama beberapa abad. Bagi orang Bali, kejadian ini bukan suatu kebetulan, diyakini kepercayaan bahwa letusan tersebut menandai kemarahan dewa di Gunung Agung.

Ledakan ini menyebabkan kerusakan berat Pura Besakih serta ditutupi oleh abu. Namun, pura ini tidak tersentuh oleh aliran lahar. Pura Besakih terlindungi dari terjangan batu dan aliran lahar walaupun jaraknya hanya 7,5 kilometer dari kawah letusan.

Perbaikan Pura Besakih

Berdasarkan catatan David J Stuart dalam buku Pura Besakih, Pura, Agama dan Masyarakat Bali (2010), pura terbesar di Bali pernah mengalami kerusakan dan perbaikan berulang kali.

Pura Agung Besakih mengalami kerusakan berulang akibat bencana gunung meletus, gempa bumi, dan terabaikan dalam kurun waktu sekian lama. Kerusakan pura paling parah akibat gempa bumi dahsyat pada hari Minggu-Umanis wuku Ukir pada hari ketigabelas tepatnya 21 Januari 1917.

Perbaikan Pura Besakih mendapatkan sokongan dana dari para raja yang berkuasa, seperti Raja Buleleng, Badung, Karangasem, Klungkung, Gianyar, dan Tabanan. Mendapatkan pendanaan dari Pemerintah Kolonial, urunan dari pihak swasta, dan donasi dari rakyat Bali. Di bawah kendali Pemerintah Kolonial, perbaikan dilakukan di bawah kendali arsitek J.A.P Moojen dari Batavia, dibantu oleh Gusti Made Gede dari Badung sebagai seorang ahli bangunan Bali dan Raden Mas Soetatmo, seorang Jawa menempati posisi sebagai pengawas.

Usaha perbaikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda dengan memberikan bantuan jumlah uang cukup besar dan terlibat secara langsung dalam pengerjaan. Dari catatan ketika itu, Pemerintah Kolonial menyumbangkan f 25.000, Ratu Wilhelmina secara pribadi menyumbang f 1.000, biaya dari urunan masyarakat Bali sekitar f 14.000 dari biaya total yang ditaksir mencapai minimal sebesar f 100.000.

Perbaikan itu tak berjalan mulus. Perbaikan dan keterlibatan pemerintah kolonial memunculkan perdebatan sengit.

Perbaikan dan pemeliharaan Pura Besakih berlangsung bertahun-tahun. Untuk tahap selanjutnya dilaksanakan lembaga resmi, yang disebut Paroeman Kerta Negara pada tahun 1931. Lembaga ini mengurusi masalah ritual dan perbaikan dan perawatan fisik bangunan pura. Lembaga ini mengatur proyek pembangunan jalan dari Pringalot sampai ke pura, yang mungkin bisa dilalui mobil, dengan mengajukan proposal bantuan kepada Pemerintah Belanda pada tahun 1932. Serta mengurus penyelenggaraan upacara Panca Walikrama tahun 1933.

Pura Besakih dan Kekuasaan

Gunung diyakini sebagai sebuah lokus dewata sejak jaman prasejarah. Gunung Agung sebagai tempat bermayamnya para dewata dan leluhur. Pura Besakih juga memiliki hubungan dengan penguasa. Pura Besakih berada di lokasi Gunung Agung, sangat berhubungan pentingnya dengan kultur Penguasa Gunung.

Kepercayaan terhadap hubungan antara penguasa (negara) dan Dewa Gunung dan dukungan yang diberikan oleh penguasa bagi pemeliharaan Pura Besakih memunculkan pertanyaan mengenai apakah Pura Besakih merupakan salah satu sumber kekuasaan telah terjadi sejak Dinasti Gelgel.

Hubungan Pura Besakih, Gunung Agung, dan Penguasa Gelgel tercatat dalam beberapa teks seperti Babad Dalem. Kebanyakan mengacu pada hubungan antara penguasa Gelgel, yaitu Ida Dalem dengan Penguasa Gunung (Hyang Tolangkir atau Mahadewa.

Seirama perubahan keadaan negara di Bali, hubungan antara pura dan negara (penguasa) mengalami perubahan. Dari sebuah kerajaan pada zaman sebelum masuknya Majapahit ke Bali, menjadi wilayah pemerintahan istana tradisional Gelgel dan Klungkung, bersatu ke dalam pemerintahan kolonial Belanda, yaitu Hindia Belanda, kemudian bergabung sebagai bagian NKRI.

Penguasa memiliki tanggungjawab memelihara Pura Besakih serta menyokong pendanaan untuk melaksanakan upakaranya. Pemerliharaan dan pendanaan upacara memiliki hubungan erat dengan penguasa (negara).

Dukungan dinasti terhadap Pura Besakih, walaupun kedengarannya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan politik dan keagamaan, bukan merupakan dasar dari kekuasaannya, hubungan mistis antara Dewa Gunung dan penguasa menuntut kehadiran penguasa pada upacara-upacara agama utama di Besakih, terutama Bhatara Turun Kabeh, dan dukungan material terhadap penyelengaraannya.

Hal ini merupakan bagian dari dharma seorang penguasa untuk pemeliharaan dan kemakmuran dunia. Tampaknya hal ini akan menambah rasa hormat dan pengormatan masyarakat kepadanya, dan dari sudut pandang ini, maka Pura Besakih telah berkontribusi terhadap peningkatan otoritas sang penguasa. Dengan kata lain, kurangnya dukungan yang memadai untuk Pura Besakih akan mengurangi otoritas sang penguasa. Bagaimana pun juga Pura Besakih menjadi kepentingan yang utama bagi legitimasi seorang penguasa.

Hal itulah yang terjadi pada periode Gelgel berkuasa. Di saat Bali berada di bawah hegemoni kekuasaan pemerintahan kerajaan tunggal yang sangat berkuasa, hubungan antara istana dan pura dibungkus rapi dalam satu ungkapan bahwa Besakih adalah (pang)ulun ing Gelgel, ‘kepala’ atau ‘bagian teratas/bagian tertinggi’ dari Gelgel. Hal tersebut menjadi hubungan hierarkis di mana Besakih sebagai kepala, berada pada posisi paling atas. Hal ini mengungkapkan struktur khusus di mana lokus kekuatan suci dan lokus dari kekuatan politik. Gelgel menjadi stana kekuatan politis, sedangkan Besakih adalah stana kekuatan suci.

Renovasi di Masa Gering Agung

Sejarah mencatat bahwa Pura Besakih memiliki hubungan erat dengan kekuasaan, dari masa Majapahit, Gelgel, Kolonial Belanda, Pemerintah Provinsi Bali, hingga NKRI. Tampak dari Pura Besakih mendapat sokongan dana untuk pemeliharaan dan membiayai upakara dari penguasa.

Berdasarkan catatan sejarah itu, tentu sah untuk berharap pembangunan penataan Pura Besakih saat ini dilaksanakan dengan tulus dan ikhlas. Tidak ada motivasi untuk mencari orotitas kekuasaan, menambah rasa hormat rakyat kepada penguasa, atau mencari keuntungan finansial untuk kepentingan perhelatan politik tahun 2024.

Biaya besar hampir mencapai Rp 1 trilun, jika dihubungkan dengan skala prioritas berdasarkan kontekstual Bali saat ini sedang menghadapi masa gering agung Covid-19, tampaknya dana yang melimpah itu akan lebih bermanfaat digunakan untuk memulihkan kesehatan dan menyejahtrekan rakyat Bali. Penguasa lebih fokus pada pembangunan kesehatan dan kesejahteraan ekonomi manusia Bali daripada melakukan pembangunan fisik, yang dibungkus rapi dalam satu narasi penataan Pura Agung Besakih untuk mewujudkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali menuju Bali era baru secara sakala dan niskala.

Rakyat Bali yang sehat dan sejahtera akan bisa melewati masa gering agung Covid-19 dengan selamat, bisa tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Pura Agung Besakih. Senantiasa memikul tanggungjawab memelihara dan melaksanakan upakara di Pura Besakih. Berduyun-duyun tangkil memohon kesejahteraan dan kemakmuran serta terhindar dari kemurkaan dewata.

*disarikan dari berbagai sumber

Tags: baliPura Besakih
Previous Post

Melihat Proyeksi Industri Film Bagi Pengembangan Bali

Next Post

Kisah Kehancuran Keluarga Sri Krishna dalam Kakawin Mausala Parwa

Gede Suardana

Gede Suardana

Mantan wartawan, kini akademisi Undiknas Denpasar

Next Post
Kisah Kehancuran Keluarga Sri Krishna dalam Kakawin Mausala Parwa

Kisah Kehancuran Keluarga Sri Krishna dalam Kakawin Mausala Parwa

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co