2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Muasal Gelar Pedanda

Sugi LanusbySugi Lanus
August 12, 2021
inEsai
Lontar Mpu Kuturan | Sosok Historis atau Mitos?

— Catatan Harian Sugi Lanus, 11 Agustus 2021

1. Lontar berjudul Tutur Bhagawan Kamandaka adalah lontar yang tertua (menurut saya) yang memuat jenis-jenis wiku menyebutkan salah satu ‘danda’, sebagai satu wiku yang menjadi pendamping raja.

Kalinganya hana wiku lituhayu, alaksanā weruhing mangaji, wruhing siwagāmā, tuhu te janmā, cepanggana lwirnya, panjer, cana, pangkon, angambeng, palang pasir, sabha wukir, cedaning wiku, pancêr, nga., wiku yan tusning yañjātnā, kadhang aji kunang, dhandhanya, nga., wiku matunggu aji, candi prasaddhā, susut simpuru, brahmanā Sewasogata, pangkon, nga., wiku tusning kabayan buyut, pasimansiman, angambeng, nga., wiku tumutanglayar, karyaninbanda dagang, patitihan, palang pasir, wiku angupadeni, amalaku māspirak, guruyaga sabhā wukir, wiku magawayayu pitraning mati, mangurwa mās pirak, guruyaga phala bhogā, mwah milu karya, ning surātman, yatika wiku ceda ngaranya, maweh sira tirtha ring sang prabhu, mwang rahup, utpata têmên ikā, mangdanyakên ilaila rikang rāt, haywāsta sang prabhu denya.

Di sini — jika pelan-pelan kita membaca— ada itulah dhandhanya, nga., wiku matunggu aji, candi prasaddhā, susut simpuru, brahmanā Sewasogata,

‘..dandannya artinya pendeta penjaga raja, candi, tempat suci..’

Jika kita perhatikan khusus dhandanya adalah wiku pendamping raja.

Sementara itu yang dianggap kewikuan yang tidak sempurna atau ‘cepanggana‘ yaitu: panjer, cana, pangkon, angambeng, palang pasir, sabda wukir.

  • Pancer artinya pendeta keturunan ya yanjatma
  • Pangkon artinya wiku keturunan kabayan buyut (?)
  • Angambeng artinya, wiku yang turut berlayar, pekerjaan ber-dagang
  • Palang pasir artinya wiku yang memperjualbelikan mas perak
  • Sabha wukir artinya wiku yang menyelamatkan roh orang mati, menerima emas perak, dan aturan guru (guru yaga) berupa makanan, serta turut dalam kerja Sang Suratman

Itulah wiku ‘ceda’ (cacat) namanya, kalau ia memberikan air suci kepada sang raja, serta air pembasuh muka, sungguh ‘utpata‘ (kotor?) itu, yang menyebabkan negeri merosotlah sang raja olehnya.

Pembacaan saya atas dhandanya adalah wiku pendamping raja, yang khusus duduk sebagai pendamping kerajaan, sebagai muasal kata Pedanda, tentunya bisa didebat atau tidak diterima, tetapi lontar apa yang paling tua yang menyebutkan gelar Pedanda? Sejauh ini saya belum sempat baca lontar atau sumber lainnya yang lebih tua.

2. Tutur Bhagawan Kamandaka adalah lontar yang berbahasa Sanskerta dengan terjemahan Kawi (Jawa Kuno). Lontar yang juga disebut Aji Kamandaka ini interpretasinya sangat menarik dalam bahasa Kawi, memuat berbagai hal tentang pedoman kepemimpinan atau pedoman raja.

3. Jika dilihat dari akar kata daṇḍa maka ‘pedanda’ berkaitan dengan otoritasnya sebagai pemegang vyavahāra —  prinsip atau pilar penting dari hukum Hindu yang menunjukkan prosedur hukum atau peradilan dalam sebuah kerajaan.

Daṇḍa secara harfiah berarti ‘tongkat’, atau ‘batang’, sebuah simbol kuno dari pemegang otoritas, yang merupakan sebuah istilah Hindu dalam konteks hukum Hindu. Dalam sistem kerajaan Hindu kuno, hukuman umumnya diberikan oleh penguasa, tetapi pejabat hukum lainnya juga bisa berperan. Dalam hal inilah, ada kemungkinan, penunjukan atas pendeta ahli kitab atau upādhyāya dilibatkan dan bergelar ‘pedanda’.

Dalam tradisi hukum Hindu, disebutkan, padanan daṇḍa yaitu prāyaścitta atau penyucian dosa. Jika daṇḍa dijatuhkan oleh pihak kerajaan, prāyaścitta diambil oleh seseorang atas kemauannya sendiri. Dalam praktek hukum Hindu daṇḍa berfungsi sebagai alat penguasa untuk melindungi sistem tahapan kehidupan dan kasta. Daṇḍa merupakan bagian dari vyavahāra (prosedur hukum).

4. Jika merujuk pada perannya sebagai upādhyāya yang ikut dalam kerta atau peradilan kerajaan, yang memegang roda agar berjalan vyavahāra (prosedur hukum Hindu) maka melekat gelar pedanda perannya sebagai ‘hakim’ kerajaan. Inilah yang membedakan dengan ‘kawikuan’ (kependetaan) yang lain, seperti Mpu, Rsi, Dukuh, dll, yang tidak terlibat dalam peradilan kerajaan sebagai pelaksana vyavahāra.

Dalam konteks peradilan kerajaan Hindu di Bali, pedanda berperan serta dalam proses peradilan, seperti di era Klungkung mahkamah peradilan di Kertagosa semua ‘pemutus’ atau hakimnya adalah ‘pedanda’.

5. V.E. KORN, dalam HET ADATRECHT VAN BALI (1932) mencoba mencari catatan yang lebih tua tentang pelaksanaan peradilan kerajaan yang melibatkan peran Pedanda, mendapat tiga catatan:

A. Ook volgens Liefrinck’s bijdrage, sprak “de raad van kerta’s, samengesteld uit de priesters van het Hindoeïsme, de pedanda’s” in Boelèlèng recht. […menurut catatan Liefrinck, “dewan pengadilan (kerta), yang terdiri dari pendeta agama Hindu, para pedanda, di Boelèlèng]

B. Evenals Van Eek beschouwt ook deze schrijver de djaksa’s en de Hindoepriesters, uit wie de tegenwoordige raad van kerta’s gegroeid is, als dezelfde personen. Dat voor deze kerta’s in den regel Brahmaansche priesters werden genomen, was „alleszins rationeel te achten, daar de kennis der geschriften in hoofdzaak bij de brahmanen berustte”, terwijl verder in levens- wandel en leeftijd een waarborg gelegen was „voor een waardig en onpartijdig optreden en het hebben van een bezonken oordeel”. [Seperti (catatan) Van Eek, penulis ini juga menganggap para jaksa dan pendeta Hindu, yang darinya dewan kerta/peradilan sekarang tumbuh, terdiri dari orang yang sama. Bahwa para pendeta Brahman umumnya diambil untuk peradilan-peradilan ini adalah “dianggap rasional dalam segala hal, karena pengetahuan tentang kitab suci terutama berada di tangan para Brahmana”, sementara selanjutnya dalam kehidupan dan usia ada jaminan “untuk tindakan yang bermartabat dan tidak memihak dan memiliki keputusan yang tetap”.]

C. Raffles, wiens gegevens vnl. in Boelèlèng werden verzameld, schreef althans reeds: “The administration of justice is generally conducted by a court, composed of one Jaksa and two assistants, in addition to whom, in the determination of any cause of importance, several Brahmani’s are called in”. [Raffles, yang datanya sebagian besar dikumpulkan di Boelèlèng, telah menulis: “Administrasi peradilan umumnya dilakukan oleh pengadilan, yang terdiri dari satu Jaksa dan dua asisten, selain itu, dalam menentukan suatu penyebab penting, beberapa Brahmana juga dipilih turut serta”].

6. Melihat dari perannya sebagai bagian dari raad van kerta (peradilan kerta/keadilan), di masa lalu era kerajaan, gelar pedanda sangat lekat dengan perannya sebagai pemegang daṇḍa.

Sementara itu, di luar konteks pendampingan raja peradilan kerta, ada pendeta yang tidak terlibat, seperti Rsi, Mpu, Dukuh, dan kependetaan lainnya yang memang tidak ambil bagian dalam peradilan Kerta.

Inilah yang sekiranya posisi kependetaan bergelar pedanda sangat spesifik pada keluarga yang dekat atau dipercaya secara turun-temurun dalam menjalankan roda hukum dan pemerintahan kerajaan. Sementara itu kependetaan lain, di luar lingkar atau yang tidak terlihat dalam peradilan kerta bukanlah kependetaan yang nomor dua atau kalah suci dan perannya. Kependetaan yang lain yang tidak ikut dalam proses pendampingan kerajaan adalah umumnya para pandita yang sangat independen, tinggal di pinggir hutan atau bahkan dalam hutan, seperti sulinggih dukuh, atau para mpu yang memimpin pasraman yang umumnya jauh dari pusat pemerintahan.

Para sulinggih yang tidak tinggal di pusat pemerintahan umumnya jarang terlibat proses ritual kerajaan, dan tidak bersentuhan banyak dengan kekuasaan, tetapi dalam catatan ‘sejarah babad’ dalam acara-acara khusus pihak kerajaan mengundang para pandita dukuh, sangguru (sangguhu), dan rsi dalam berbagai upakara khusus yang memang membutuhkan stava atau puja yang tidak menjadi ‘pedoman’ kependetaan pedanda, seperti caru dan upakara khusus lainnya yang sangat spesifik dikuasai kelompok rsi, dukuh dan para mpu lainnya. [T]

Tags: balihindusulinggih
Previous Post

Asal-asal-usul Kata “Mebat”, “Lawar” dan “Komoh”

Next Post

Ngurah Agung Sukertayasa | Kapal Pesiar, Bonsai, dan Media Tanam Organik

Sugi Lanus

Sugi Lanus

Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

Next Post
Ngurah Agung Sukertayasa | Kapal Pesiar, Bonsai, dan Media Tanam Organik

Ngurah Agung Sukertayasa | Kapal Pesiar, Bonsai, dan Media Tanam Organik

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co