Istilah gowes dalam kamus bahasa Indonesia online diartikan bersepeda atau menggowes. Menggowes sendiri diartikan sebagai mengayuh sepeda. Jika dicari dalam google translate kata gowes diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai bicycling happily dan bicycling happily diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya bersepeda dengan senang hati.
Sepeda sebagai alat transportasi mulai mengalami transformasi menjadi alat untuk menyalurkan hobi, sebagai alat untuk berpetualang, dan yang paling penting pada masa pandemi saat ini adalah sebagai alat untuk menjaga kesehatan.
Ada banyak manfaat bersepeda bagi kesehatan seperti mengurangi risiko gangguan jantung dan pembuluh darah. Bersepeda secara rutin merupakan salah satu olahraga yang dapat menjaga kesehatan jantung dan menjaga sirkulasi darah dlam tubuh.
Selain itu bersepeda juga akan melatih otot-otot tubuh seperti otot perut, paha, betis, dan kaki. Dengan bersepeda juga mengurangi risiko obesitas karena saat bersepeda lemak akan terbakar dan tidak tertimbun dan menjadi lemak jenuh di dalam tubuh. Pada intinya, bersepeda dengan rutin dan waktu yang tepat dapat menjaga stamina dan kesehatan tubuh.
Selain dilakukan dengan teratur, pemilihan waktu yang baik untuk bersepeda juga perlu diperhatikan. Bersepeda pada siang hari terik mungkin kurang baik bagi kesehatan, begitu juga kalau bersepeda ditengah guyuran hujan lebat disertai petir.
Di samping itu, bersepeda tengah malam merupakan pilihan yang kurang tepat karena angin malam kurang cocok bagi kesehatan. Waktu yang ideal untuk bersepeda adalah pagi hari ketika udara masih segar dengan sinar matahari yang masih bersahabat, begitupula saat senja merupakan pilihan waktu yang baik.
Selain baik bagi kesehatan tubuh, bersepeda juga dianggap baik bagi kesehatan lingkungan. Di kota-kota besar, pemerintah membuat jalur-jalur khusus untuk pesepeda. Harapannya, makin banyak masyarakat kota yang memakai sepeda dalam melakukan aktivitas penggunaan kendaraan bermotor akan berkurang. Berkurangnya volume penggunaan kendaraan bermotor akan mengurangi polusi udara.
Gerakan bike to work atau bekerja dengan bersepeda sudah lama digaungkan untuk menarik minat masyarakat menggunakan sepeda dalam melakukan aktivitasnya. Walaupun bike to work sudah lama digaungkan, namun kegiatan bersepeda atau gowes baru mulai menggeliat lagi di masa pandemi saat ini.
Hampir setiap saat kita menemukan orang berlalu lalang dengan sepeda terutama diakhir pekan atau waktu-waktu liburan. Status-status media sosial saat ini banyak yang dihiasi kegiatan gowes baik secara individu maupun rombongan. Hal ini memicu makin digandrunginya kegiatan gowes karena sudah dianggap sebagai gaya hidup baru yang perlu diikuti di tengah pandemi. Alasan sederhananya adalah untuk menjaga kesehatan dengan mudah dan murah.
Akan tetapi gowes yang dilakukan di kota-kota besar ternyata tidak mampu tidak mampu mengurangi kebisingan di kota. Ketika jalur sepeda permanen dipermasalahkan, gaungnya sampai ke mana-mana. Televisi, koran, dan berita-berita online babarapa hari terakhir dipenuhi kekisruhan jalur sepeda permanen tersebut.
Gowes di Pedesaan
Jika di kota-kota keriuhan gowes karena berita dan kotroversinya, di daerah-daerah pedesaan atau pedalaman, keriuhannya berbeda. Di desa-desa bahkan di perkampungan yang jauh di pegunungan sana, gemanya tidak mau kalah. Ruang dan jalur yang gowes tentu tidak sama dengan yang ada di kota. Beberapa ada yang harus berebut dengan jemuran hasil panen yang mengambil sebagain ruang yang ada di halaman rumah.
Kesepian yang disajikan sepeda tidak membuat anak-anak di pelosok merasa puas. Mereka seolah tidak mau kalah dengan keriuhan gowes yang terjadi di kota. Maka terjadilah, sesekali ditempelnya botol bekas minuman mineral di dekat roda agar saat dikayuh, ada suara yang timbul layaknya mengendari kendaraan bermotor.
Jika tidak demikian, bersepeda sambil menirukan suara motor dari mulutnya, merupakan pemandangan yang biasa. Jika tidak puas dengan kedua hal tadi, mengisi beberapa botol plastik bekas dengan kerikil kemudian mengikatkannya di belakang sepeda agar saat dikayuh botol-botol tersebut terseret dan suara yang ditimbulkannya semakin riuh. Sensasi yang dirasakan mungkin sama dengan yang dirasakan oleh orang-orang kota yang berdebat masalah jalur permanen: sama-sama riuh.
Jika riuh gowes yang terjadi di kota karena masalah jalur, di desa terutama yang di daerah perbukitan, demam gowes acapkali menjadi gowes sampai demam. Jalan yang kurang mendukung karena dipenuhi tanjakan dan turunan yang tajam membuat kegiatan gowes sedikit lebih menantang. Seperti di wilayah perbukitan Desa Gulinten di Karangasem.
Anak-anak di desa itu juga suka gowes. Sebagian besar jalanan di perbukitan memaksa para anak-anak pecinta gowes untuk “membawa” sepeda. Membawa dalam artian tidak dikendarai, melainkan dituntun atau didorong karena medannya yang terjal. Medan yang tidak bersahabat dengan sepeda-sepeda yang tidak “bergigi”. Itulah sebabnya, selain karena jatuh dan memar di beberapa bagian tubuh, anak-anak di perbukitan yang demam gowes, akhirnya demam sungguhan karena kelelahan mendorong sepeda ketimbang menaikinya. [T]