– Catatan Harian Sugi Lanus 6 Juni 2021
Sekarang hampir semua lelaki Bali berudeng (ikat kepala) seragam & dijahit. Bahkan banyak lelaki Bali dewasa tidak bisa mengikat udeng secara mandiri.
[Terbiasa memakai udeng jahitan seragam, merosot skill dan selera. Apakah ini mencerminkan isi kepala kami yang kian seragam dan terjahit tanpa kreasi?]
Di era kakek saya, saat ngumpul dengan kawan-kawannya, mereka rada perlente — dalam arti yang positif dan kreatif. Kalau kondangan atau pertemuan berbusana Bali, udeng mereka tidak ada yang sama. Diikat sendiri-sendiri. Banyak tekniknya.
Generasi kakek menguasai teknik ikat udeng: Dari ikat sederhana sampai perlente tingkat dewa.
Udeng mereka yang perlente cocok dengan obrolan mereka yang berkelas. Soal seni kakawin, tattwa, pertanian dan perbintangan, bibit terbaik organik non GMO sampai tata negara kuno dan tata negara modern. Mereka berbagi kenangan perjuangan melawan penjajah, menyingkir (atau gerilya), dan terbentuknya republik.
Generasi saya kalau kondangan atau ke Pura, rata-rata berikat kepala seragam dijahit, beli di pinggir jalan, atau toko kebaya.
Saya ingat udeng pertama saya dipesankan 6 bulan sebelum odalan di Pura Dalem. Songket terbaik.
Beberapa hari sebelum odalan saya serius di-training mengikat udeng oleh ayah saya, lalu dinilai ibu, dan dikomentari serta mendapat sentuhan terakhir dari kakek saya.
Kakek saya perlente paham cara mengikat beragam jenis ikatan ditunjukkan dan berusaha diturunkan ke saya. Saya diajari menjadi lelaki Bali yang perlente: Punya pisau pemotong kuku, set udeng yang lengkap, cara strika yang necis, cara memilih batik tulis terbaik, patola, songket dll.
Di bawah pengawasan ibu, ayah dan kakek, udeng pertama saya gunakan. Rapi jali. Saya pun percaya diri berjalan tegak mantap setegak senopati berjalan kaki ke Pura Dalem.
Melihat patung-patung setengah badan berudeng aneka ikatan dari style patung tempo dulu (c. 1920—1970), saya teringat kakek dan teman-teman sebayanya yang “perlente” dalam hal udeng. Tiba-tiba saya merasa (saya) sebagai lelaki Bali mengalami turun selera. Turun kelas. Bukan hanya perihal udeng, dalam banyak hal, seperti seni-estetika, pertanian, linguistik dan filsafat. [T]
___
BACA ARTIKEL DARI SUGI LANUS YANG LAIN