24 Januari 2021, beberapa orang berkumpul di Kulidan Kitchen and Space, Gianyar, Bali, tengah bersiap untuk mengadakan acara bedah buku-buku kumpulan cerita pendek karya tiga orang penulis. Ketiga penulis itu ialah Kadek Desi Nurani (Manisan Gula Merah Setengah Gigit) dibedah oleh Savitri Sastrawan, Wayan Agus Wiratama (Kado Kematian untuk Pacarmu) dibedah oleh Made Suarbawa Birus, dan Ni Putu Devy Gita Augustina (Elang yang Terbang di Hari Senin) dibedah oleh Oktaria Asmarani.
Manisan Gula Merah Setengah Gigit
Pembedah buku pertama diawali oleh Savitri di mana ia mengatakan bahwa ini adalah pengalaman keduanya membaca buku fiksi dan ia sadar bahwa sebuah fiksi juga menjadi penting untuk dibaca.
Mengapa fiksi menjadi penting untuk dibaca? Bukannya ia adalah cerita yang dibuat oleh imajinasi seseorang? Bukannya cerita-cerita fiksi biasanya hadir sangat berjarak dengan realitas? Tidak semua seperti demikian, jika sebuah fiksi berasal dari imajinasi seseorang, lantas imajinasi berasal dari mana? Imajinasi sepengetahuan saya juga tidak terlepas dari realitas.
Imajinasi tumbuh dan berkembang seiring seseorang mencoba belajar dan memahami lingkungan sekitarnya. Misalnya seseorang anak berimajinasi dirinya berada di bulan dan hidup di sana. Imajinasi anak ini hadir karena ia pernah melihat sebuah video astronot mendarat di bulan, atau membaca sebuah buku cerita yang ada bulannya, atau mendengar dongeng yang diceritakan oleh orang tuanya.
Pengalamannya di kehidupan menjadi pemantik dari imajinasinya, itu sama halnya seperti seorang penulis yang melakukan riset sebelum membuat karya fiksi. Fiksi menjadi penting untuk dibaca karena ia berdasarkan riset-riset yang dilakukan oleh penulis. Riset-riset yang berdasarkan kenyataan realitas yang hadir di dalam kehidupan. Kemudian data-data riset itu diolah dan diceritakan kembali oleh penulis melalui karya-karyanya.
“Manisan Gula Merah Setengah Gigit”, buku kumpulan cerpen ini banyak sekali bekutat pada cerita atau konflik-konflik pada lingkungan keluarga. Seperti pada Menikahkan Pikiran, di mana terjadi pergulatan pikiran seorang perempuan yang hendak menikah.
Banyak sekali pikiran hadir dan bekecamuk di dalam kepalanya sebelum melakukan pernikahan. Semisal ia harus meninggalkan keluarganya, orang tuanya, Merajan, serta kehidupan lamanya untuk memulai sesuatu yang baru, atau gagalnya sebuah pernikahan. Ada juga seperti Purnama Pasah, tentang tiga anak yang hidup bersama ibunya lalu harus pergi meninggalkannya dan hidup bersama ayah serta ibu baru mereka.
Mengapa kisah-kisah seputar keluarga lalu banyak hadir dalam cerita-cerita Desi? Mungkin saja ia sangat dekat dengan keluarganya seperti pada banyak perempuan Bali yang sangat dekat dengan keluarga. Dekat dengan berbagai hal, semisal urusan domestik keluarga, entah itu memasak atau juga dengan urusan-urusan upacara. Seperti adik perempuan saya yang sering membantu bibi dan ibu membuat sarana-sarana upacara, dengan banyaknya upacara yang ada di Bali membuat pertemuan menjadi intens. Dalam hal ini, perempuan menjadi sangat dekat dengan keluarga. Mungkin hal ini juga yang dialami Desi sehingga cerita-cerita seputar keluarga sering hadir.
Kado Kematian untuk Pacarmu
Setelah Savitri, pembedah buku selanjutnya adalah Birus. Birus atau Made Suarbawa mengatakan sangat banyak kematian di dalam buku yang ia bedah, sama seperti judulnya yang juga memiliki kata kematian di dalamnya. Birus juga merasakan sebuah kedekatan personal dengan salah satu cerpen di dalamnya, yaitu cerpen Kuburan Ayah. Tentang seorang ayah yang tak kunjung kembali, pada akhirnya keluarganya harus menerima bahwa ia telah meninggal tanpa adanya jasad yang ditemukan. Kematian seorang ayah pula yang membuat Birus merasa memiliki ikatan dengan cerpen ini.
Seringkali, adanya kedekatan personal antara pembaca dengan bacaannya hadir, tentang bagaimana seorang pembaca bisa merasuk ke dalam bacaannya. Ini biasanya terjadi karena kesamaan peristiwa yang dialami antara pembaca dengan apa yang terjadi di dalam cerita.
Ini juga menjadikan sebuah karya fiksi tidak hanya sebatas imajinasi yang mengawang-ngawang, atau jauh dari realitas. Sebuah fiksi hadir karena adanya sebuah peristiwa, sebuah kejadian, sebuah realitas. Jika sebuah fiksi merupakan imajinasi yang mengawang-ngawang, maka kedekatan personal seperti yang dialami Birus tidak akan pernah ada.
Kemudian ia juga membaca bahwa ada perfeksionis dalam setiap cerpen-cerpen di Kado Kematian untuk Pacarmu. Semisal pada cerpen berjudul ‘Kado Kematian untuk Pacarmu’, ketika seorang wanita yang dipuja direbut oleh lelaki lain, tokoh utama di dalamnya menjadi sangat cemburu dan seperti kehilangan akal sehatnya, hingga ia membunuh lelaki tersebut.
Dalam cerita ini ia menunjukkan keperfeksionisan, bahwa dalam bayangannya hanya ia yang pantas memiliki wanita itu. Jika ada yang menghalangi, semua itu harus disingkirkan, termasuk lelaki yang dibunuhnya. Sama seperti seorang perfeksionis yang sangat gila kebersihan, apabila ia melihat sebutir debu atau ada yang tidak sesuai bayangannya, maka ia akan membereskannya agar sesuai dengan bayangannya.
Tidak hanya pada cerpen Kado Kematian untuk Pacarmu saja yang menurut saya perfeksionis, tetapi juga pada cerpen berjudul ‘Bagian itu, Yo Terbunuh’. Kisah seorang pria yang bernama Yo, yang sangat merindukan area bermainnya ketika kanak-kanak. Ia merindukan akan adanya lapangan luas dan persawahan sejauh mata memandang. Kerinduan yang hadir sebab kini area sawah sudah berganti dengan beton dan gedung-gedung. Gedung-gedung yang menutupi cakrawala dan menghalangi sinar matahari di kala senja.
Yo merasa kasihan kepada anaknya yang tidak mendapatkan pengalaman yang sama seperti ia alami ketika kecil. Maka ia merencanakan penghancuran total pada bangunan-bangunan yang menutup area persawahan dan area bermain. Yo sadar bahwa yang menyebabkan ini adalah orang dewasa, maka orang dewasa juga harus musnah bersama bangunannya agar hal ini tidak terulang. Yo bersama anak-anak lantas melakukan pembantaian orang dewasa, penghancuran bangunan-bangunan, serta mengkudeta pemerintahan. Ia menghancurkan segalanya yang menghalangi impiannya, sesuatu yang dilakukan oleh mereka yang perfeksionis. Namun naasnya, Yo dibunuh oleh anaknya, karena ia adalah salah satu orang dewasa, salah satu dari target dari rencana pemusnahan.
Elang yang Terbang di Hari Senin
Kemudian pembedah buku terakhir adalah Rani. Dalam ‘Elang yang Terbang di Hari Senin’, Rani mengatakan bahwa cerpen ini banyak menceritakan tentang perempuan. Perempuan yang biasanya dipandang seperti pada norma-norma yang disematkan kepadanya. Buku ini seperti ingin menyanggah hal tersebut, bahwa perempuan juga memiliki pilihan dan berhak untuk memilihnya tanpa ada yang menyodorkan pilihan untuknya.
Cerpen berjudul ‘Memilih Cara untuk Mati’, berkisah tentang seorang perempuan yang tengah berpikir, dan mempertimbangkan konsekuensi dari berbagai cara bunuh diri. Dari pertimbangan tersebut ia akan memilih salah satunya. Tetapi banyak sekali pertimbangan yang hadi semisal bahwa cara mati gantung diri adalah sesuatu yang tidak elegan karena akan membuat mayatnya mengeluarkan lidah dan ia juga takut ketinggian.
Atau cara mati dengan meminum racun, tetapi bagaimana jika racunnya tidak cukup untuk membunuhnya sehingga ia akan tetap hidup namun sekarat. Cerpen ini memperlihatkan bahwa kematian juga adalah pilihan. Atau pada cerpen ‘Intuisi’ yang menunjukkan bahwa perempuan juga bisa memilih untuk selingkuh, biasanya image perempuan yang menjadi korban dalam sebuah kasus perselingkuhan. Tetapi di dalam cerpen ini perempuan adalah pelaku dari kasus perselingkuhan.
Ada juga beberapa cerpen yang bercerita tentang pengalaman gaib seperti pada cerpen ‘Pudak Wangi Kesayangan Sang Dewi’ dan juga ‘Vriend atawa Teman’. Dalam cerpen-cerpen ini menunjukkan sebuah interaksi antara tokoh dengan dunia yang lain. Saya sempat mengetahui bahwa Devy juga bisa melihat makhluk-makhluk yang tak kasat mata, tetapi hanya sebatas hal tersebut.
Dan di dalam buku kumpulan cerpen ini terdapat beberapa cerita yang berisi unsur gaib. Ketika membacanya, saya merasa sedikit risih, dan beberapa bulu di tubuh saya sempat berdiri.
Dalam sebuah buku, kita juga bisa melihat kepribadian penulis, mengenai cerita-cerita seperti apa saja yang ia tampilkan. Kita bisa membaca seorang penulis tentang ide, gagasan, cara pandangnya, dan hal lainnya melalui apa yang ditulisnya. Dalam kasus Devy mungkin dunia gaib itu sangat mempengaruhi kehidupannya sampai-sampai ia menulis kedua cerpen tersebut. Lalu dalam kedua cerpen tersebut juga berisi catatan pribadi mengenai kepada siapa cerpen ini ditulis. Seperti pada ‘Pudak Wangi Kesayangan Sang Dewi’ berisi catatan “A gift for my birthday” dan pada ‘Vriend atawa Teman’ berisi catatan “Dedicated to my dearest unseen friend”.
Di dalam buku ini, fiksi tidak hanya menjadi sebuah imajinasi penulis yang dirangkai menjadi cerita, melainkan fiksi juga menjadi alat untuk memperjuangkan sebuah gagasan, ide, atau pandangan yang akan berdampak pada dunia nyata. Fiksi dipengaruhi oleh realitas, dan realitas bisa dipengaruhi fiksi. Misal salah satu karya fiksi yang hingga membuat pembacanya menangis atau mempengaruhi pikiran pembacanya. Dalam hal ini terjadi sebuah proses saling mempengaruhi antara karya fiksi dengan realitas.
Pada akhirnya cerpen tidak hanya sebuah cerita fiksi yang berasal dari imajinasi yang mengawang-ngawang. Sebuah fiksi hadir karena adanya refleksi terhadap realitas. Lalu ia dibalut dengan adanya idealisme penulis yang bertujuan untuk menyuarakan suatu ide, gagasan, atau sebuah pandangan. Kemudian dari sebuah karya fiksi, terjadi saling mempengaruhi antara dunia fiksi yang dikarang oleh penulis dengan realitas sesungguhnya. Ini yang menyebabkan sebuah karya fiksi juga penting untuk dibaca, tetapi semua itu pada akhirnya diputuskan oleh para pembaca, apakah mereka akan membacanya atau tidak? [T]