Peta politik Buleleng hampir dipastikan bakal berubah. Sikap pemerintah yang menolak revisi UU Pilkada 2016 menjadi penyebabnya. Pemerintah bersikukuh pilkada serentak digelar Tahun 2024. Artinya, wacana Pilkada Buleleng bakal digelar 2022 jauh dari kemungkinan.
Bagaimana efek dominonya terhadap Pilkada Buleleng?
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menolak rencana revisi UU Pemilu Tahun 2016. Mereka ingin tetap melaksanakan Undang-undang Pemilihan Umum dan Undang-undang Pilkada yang sudah ada. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar mengatakan UU Pemilu belum perlu direvisi. Sebab, UU itu masih mengatur rangkaian pemilu di Indonesia hingga 2024, demikian dilansir dari CNNindonesia Jumat (29/1/2021).
Sebelumnya, DPP PDIP juga menginginkan Pilkada serentak digelar 2024. “Sebaiknya pilkada serentak tetap diadakan pada tahun 2024. Hal ini sesuai dengan desain konsolidasi pemerintahan pusat dan daerah,” kata Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat dalam keterangannya yang dikutip dari Vivanews.com Kamis, 28 Januari 2021.
Sikap PDIP di DPR RI mulai mendapat dukungan dari partai koalisi, yaitu Fraksi PKB dan PPP.
Sikap PDIP inilah menjadi musabab peta politik Buleleng akan berubah. Konsekuensinya adalah begini, secara konstitusional berdasarkan UU 1/2015 telah diubah Presiden dan DPR dengan UU 10 Tahun 2016, yaitu pilkada serentak nasional dilaksanakan tahun 2024.
Berdasarkan UU ini, setiap kabupaten/kota dan provinsi yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir Tahun 2022 dan 2023, akan mengikuti tahapan pilkada serentak dilaksanakan bulan November tahun 2024.
Ini artinya, Pilkada Buleleng serta daerah lain seperti DKI Jakarta tidak akan digelar Tahun 2022 melainkan dilaksanakan Tahun 2024.
Sikap DPP PDIP tersebut berdampak terhadap peta kekuatan politik di Buleleng. Jika Pilkada digelar Tahun 2022 (berdasarkan draft dari revisi UU Pilkada), PDIP Buleleng disebutkan telah menyiapkan sejumlah kadernya untuk menjadi calon bupati.
“Sejumlah kader elite PDIP digadang-gadang maju memperebutkan posisi Cabup Buleleng di Pilkada 2022 mendatang. Tiga di antaranya adalah Nyoman Sutjidra, I Gusti Ayu Aries Sujati, dan Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack,” seperti dikutip dari Nusabali.com pada 15 Desember 2020.
Dari nama itu, terdapat Aries Sujati yang notabene merupakan istri dari Bupati Agus Suradnyana. Nama lain dari kader PDIP juga sudah diketahui secara kasat mata ditelisik dari sejumlah baliho-baliho pada sejumlah titik di Buleleng.
Situasi ini tentu berdampak pada langkah politik Bupati Buleleng Agus Suradnyana. Masa jabatannya akan berakhir pada 22 Agustus 2022. Selanjutnya, Buleleng akan dipimpin oleh pejabat selama dua tahun hingga November 2024. Hal ini berdasarkan Pasal 201, UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Serentak, kekosongan jabatan gubernur, bupati dan walikota yang berakhir pada tahun 2022 dan 2023, diangkat pejabat gubernur, bupati, dan walikota.
Ia secara tidak langsung terkena dampak domino karena tak lagi menjabat sebagai bupati dalam waktu yang lama. Padahal istrinya masuk bursa kandidat kepala daerah Buleleng.
Situasi dan kondisi politik pada saat Bupati masih berkuasa, sementara istri menjadi calon Bupati untuk menggantikan dirinya, tentu akan berbeda dengan Bupati tidak sedang berkuasa dan pada saat bersamaan istri menjadi calon kepala daerah.
Logikanya begini, jika seorang kepala daerah yang masih berkuasa, kemudian ada anggota keluarganya (anak atau istri) mencalonkan diri maka peluang untuk memenangkan perhelatan pilkada akan lebih besar. Dalam logika politik tanah air (tampaknya masih berlaku hingga kini), bahwa dengan kekuasaan politik yang masih melekat pada dirinya, sang suami yang masih berkuasa akan lebih mudah menyusun strategi pemenangan untuk sang istri. Peluang untuk menang pun terbuka lebar.
Contohnya pada Pilkada 2020, sejumlah istri dari kepala daerah yang masih berkuasa berhasil menang, diantaranya Ipuk Fiestiandani, istri Bupati Banyuwangi melanjutkan takhta suaminya. Kemudian Kustini Sri Purnomo adalah istri Bupati Sleman yang maju Pilkada Sleman untuk melanjutkan takhta suaminya. Eva Dwiana merupakan istri Wali Kota Bandar Lampung, dan Etik Suryani adalah istri Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya. Namun ada juga yang kalah, misalnya Umi Kulsum adalah istri Bupati Blora dan Bintang Narsasi adalah istri Bupati Semarang, seperti dilansir dari Kumparan.com.
I Gusti Ayu Aries Sujati memang diperkirakan akan menjadi kandidat kuat untuk bertarung pada Pilkada Buleleng. Alasannya, salah satu, karena ia adalah istri dari Bupati yang sedang berkuasa. Jika Pilkada dilangsungkan tahun 2022 banyak yang memperkirakan ia bisa menang dengan mudah sebagaimana istri-istri Bupati yang unggul pada Pilkada Serentak 2020 lalu.
Tapi, jika Pilkada dilangsungkan tahun 2024 pun Aries Sujati sebenarnya tetap bisa dianggap sebagai kandidat yang kuat. Selain memiliki jejak politik yang bersih, ia sendiri sejak awal sudah memiliki pergaulan yang luas, baik di lingkungan politik, sosial dan lingkungan budaya serta kemasyarakatan.
Apalagi, sampai tahun 2024, Aries Sujati masih berada di kursi anggota DPRD Provinsi Bali dengan perolehan 31.585 suara atau terbanyak pada Pemilihan Legislatif (Pileg) di Buleleng tahun 2019.
Yang menarik, Nyoman Sutjidra yang juga dianggap sebagai kandidat kuat dalam Pilkada Buleleng ini otomatis juga kena imbas dari regulasi yang mengharuskan Pilakada digelar tahun 2024. Sebagai wakil bupati, ia punya peluang besar untuk mendapatkan rekomendasi sebagaimana wakil bupati dari PDIP pada Pilkada 2020.
Sutjidra yang menjadi wakil bupati selama dua periode mendampingi Bupati agus Suradnyana ini tentu juga punya pengalaman lebih banyak memimpin Buleleng. Namun jika harus melepaskan jabatan sebagai wakil bupati tahun 2022, lalu nganggur selama dua tahun untuk menunggu perhelatan Pilkada 2024, kemungkinan peluang itu bakal berubah. Dalam politik, jangankan dua tahun, sedetik pun bisa berubah arah dengan cepat.
Lalu apa yang kemungkinan dilakukan Bupati Agus Suradnyana?
Mencermati kondisi politik terakhir di Jakarta, menarik untuk ditunggu bagaimana kiprah Bupati Agus Suradnyana memimpin Buleleng menjelang akhir masa jabatannya jika sang istri tidak jadi bertarung di Pilkada 2022, dan harus menunggu pertarungan pada Pilkada 2024.
Jika ia sudah merancang strategi pemenangan sang istri untuk kemungkinan Pilkada 2022 (yang artinya ia masih berada pada saat memerintah), maka hampir dipastikan strategi itu akan berubah. Atau mungkin ia tak fokus lagi menghadapi Pilkada, atau semangatnya mulai mengendor.
Jika Pilkada dilangsungkan tahun 2024, maka bisa saja (dan mudah-mudahan) Bupati Agus Suradnyana tetap fokus menyelesaikan sejumlah “pekerjaan rumah” atau PR di masa pandemi ini. Masih banyak PR yang dihadapi Bupati Agus Suradnyana dalam sisa masa jabatam 1,5 tahun ke depan. Apalagi penanganan wabah pandemi Covid-19 yang membutuhkan energi besar hingga ambisinya menjadikan Pasar Banyuasri yang mewah dan megah ini sebagai pusat ekonomi, pariwisata, dan kebudayaan. Semoga saja PR besar itu dituntaskan dengan sungguh-sungguh dan profesional. [T]
- Editor: Adnyana Ole