3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Para Pemuja, Kegelapan dan Mimpi

IGA Darma PutrabyIGA Darma Putra
December 14, 2020
inEsai
Atat Yang Bijaksana #1

ILustari tatkala.co | Nana Partha

Jñana. Sederhananya berarti pengetahuan. Orang yang berhasil memahaminya, konon akan terlepas dari suka dan duka. Memahami Jñana bukanlah persoalan mudah. Sulitnya memahami ajaran ini, disebutkan berkali-kali dalam pustaka-pustaka tentang Jñana. Meski sulit, ajaran ini selalu dikatakan sangat utama. Karena keutamaannya itulah, banyak orang mencarinya di balik lempir-lempir lontar, kertas, kayu, bambu, dan seterusnya. Sayangnya, pustaka-pustaka tentang Jñana seperti teka-teki yang tidak pernah selesai.

Bolehlah kita menaruh harapan besar pada otak yang dianugerahkan kemampuan berpikir untuk menjawab teka-teki bersilang itu. Meskipun begitu, kita tak boleh lupa membekali otak dengan makanan, minuman, peta, kendaraan, dan cara merumuskan jawaban. Tanpa semua itu, otak hanya melahirkan kuda-kuda liar yang sulit dijinakkan. Hasilnya, segala jenis bacaan dikiranya jawaban, semua produk intelektual diduga akhir perjalanan. Intinya, jawaban untuk teka-teki silang Jñana tidak dapat ditemukan hanya dengan membolak-balik daun tulis dan kertas gambar. Lalu bagaimana caranya?

Tunggu dulu. Tidak semua pertanyaan harus dijawab langsung. Tiap pertanyaan selalu mengandung maksud yang bahkan tidak pernah terkira sebelumnya. Yang paling berbahaya adalah pertanyaan yang tujuannya bukan untuk mendapatkan jawaban.

Ya, tidak tiap pertanyaan adalah pertanyaan. Sebuah pertanyaan bisa jadi adalah kamuflase dari pernyataan. Pertanyaan semacam itu hanya kamuflase dari segudang jawaban yang tersimpan tidak dalam pertanyaan, tapi dalam otak orang yang bertanya. Wujud awalnya memang seperti pertanyaan. Kemudian ia berubah menjadi pernyataan, lalu berubah lagi menjadi penyanggahan. Tahap selanjutnya, menjadi hinaan. Jika ada yang demikian, sebaiknya tinggalkan. Karena menurut ajarannya, Jñana tidak ada pada orang yang demikian.

Barangkali orang yang begitu, hanya sedang meniru-niru tokoh sekelas Bungkling atau I Ketut Bagus. Tujuannya tentu saja agar terlihat cerdas. Kecerdasan adalah kekuatan. Untuk melegitimasi kecerdasan, maka pertanyaan yang sulit itu dibuat-buat. Hasilnya orang yang bertanya dan yang menjawab, sama-sama bingung. Begitu pula yang membaca tidak kalah bingungnya. Begitulah jadinya, Jñana bukan hanya mempermainkan orang yang bertanya, tapi juga orang yang larut pada pertanyaan. Baik yang bertanya ataupun yang menjawab, keduanya sama-sama korban dari situasi dan produk pikirannya sendiri.

Sama halnya dengan pemuja yang mencari Tuhannya dengan kebodohan dan kepintaran. Pemuja yang bodoh, mencari dengan kebodohannya yang gelap. Pemuja yang cerdas terus menerus bertanya dan mencari Tuhannya dalam kepintarannya yang benderang. Keduanya berakhir pada sisi yang sama, keduanya sama-sama tidak tahu tentang apa yang sesungguhnya mereka cari. Mirip orang pergi berlibur ke pantai yang sepi sunyi, setelah sampai di sana, ia baru bertanya, “apa yang saya cari di tempat ini?”. Keduanya sama-sama mencari, sama-sama bingung, sama-sama tidak menemukan apa-apa.

Isa Upanisad berkata demikian. Mereka yang memuja karena bodoh, masuk ke dalam kegelapan dan kebodohan. Ia yang memuja karena kecerdasannya, akan lebih masuk ke dalam kegelapan. Jadi, dengan kebodohan atau pun dengan kepintaran, pemuja berakhir di tempat yang gelap. Karena kegelapan yang dicapai berakar dari titik pencarian berbeda, apakah kualitas gelap yang dialami keduanya sama?

Coba tanyakan apa arti gelap kepada Lubdaka. Sebab ia konon menjadi pemuja pada saat gelap. Di malam gelap itulah, Lubdaka yang berpakaian serba gelap konon mendapatkan anugerah. Apalah anugerah jika bukan cahaya. Di dalam deskripsi tentang penyatuan antara pemuja dengan pujaan yang dicapai melalui yoga, berulangkali disebutkan penyatuan itu dicirikan oleh cahaya permata [manik sphatika]. Narasi yang lain menyebutkan kalau keadaan tercapainya penyatuan dianalogikan seperti langit yang terang benderang.

Jñana adalah busur yang bisa digunakan untuk melepaskan anak panah agar tepat sasaran. Itu kata Tattwa Jñana. Bayangkan seorang pemburu membawa anak panah, lalu melepaskannya dengan tangan kosong untuk memburu seekor tikus yang jauh. Lemah dan tidak tepat sasaran. Maka, agar anak panah itu melesat dengan kuat bertenaga dan tepat, diperlukan busur. Busur itulah Jñana, anak panah adalah pragoyasandhi. Agar sasaran tertembus dengan tepat, bukan hanya alat yang penting, tapi kualitas pemburunya. Syaratnya sudah dijelaskan jauh-jauh hari oleh Mpu Kanwa, yakni pemusatan batin. Sakatilinganing ambek tan wyarthan dadi kapitut [semua yang dipusatkan dalam batin tidak mungkin lenyap, segala tujuan tercapai]. Jangan lupa, batin pun hanya alat.

Material itulah alat. Ialah Panca Maha Bhuta. Tanah, air, cahaya, udara, langit, itu semua alat. Yang ada di dalamnya juga alat. Aroma, rasa, warna, sentuhan, suara, itu semua alat. Buktinya semua unsur itu selalu disebut-sebut dalam ritual. Bukankah bunga mengandung aroma dan warna? Bukankah segala jenis tarian itu gerak bayu [udara]? Suara-suara seperti suara gambelan, kulkul, mantra, dan seterusnya juga alat.

Alat-alat itu tidak hanya diperlukan dan dipakai saat upacara beramai-ramai. Orang yang mendiamkan tubuhnya dengan mengendalikan nafas di kesunyiannya sendiri pun memerlukan alat material itu. Dalam banyak sekali pustaka, tubuh ini konon juga dibentuk atas unsur-unsur yang sama dengan jagat. Jadi tubuh ini juga alat pemujaan. Dengan mengendalikan nafas, dikontrolnya pikiran. Tapi nafas juga alat. Setelah nafas benar-benar terkendali, konon muncullah suara-suara halus. Dan suara adalah alat. Karena suara itu sulit untuk dilihat dan dibayangkan dalam pemusatan pikiran, maka ia dibuat tertulis dengan aksara. Jadi aksara hanya alat.

Meskipun demikian, semua alat itu memiliki fungsinya masing-masing. Alat-alat itu, kadang saya bayangkan seperti mainan anak-anak. Seorang anak yang ingin bermain dan membahagiakan dirinya, bebas memilih alat apa yang akan dimainkannya. Maka tidak aneh, jika banyak anak-anak bermain, dan membandingkan mainan siapa yang paling bagus. Sebagaimana umumnya permainan, suatu saat akan terasa membosankan. Setelah bosan, apa yang akan dilakukannya untuk mendapatkan kebahagiaan? Mungkin salah satu caranya adalah membuang semua mainan, lalu bermain petak umpet dengan dirinya sendiri. Dipejamkan mata mereka, lalu asik menerka dan menghitung, berapa banyak kunang-kunang yang menari-nari di depan matanya yang tertutup. Terlalu lama asik menghitung, tiba-tiba semua kunang-kunang hilang dan pandangan mata jadi gelap. Mereka menangis sejadi-jadinya. Air matanya terlanjur menetes. Dibukanya kedua mata yang tadi tertutup. Barulah mereka sadar, ternyata semua itu hanya mimpi. [*][T]

Previous Post

Masjid dan Gerakan Masyarakat di Sekelilingnya || Catatan dari Kampung di Singaraja

Next Post

Budaya Kitab dan Laku yang Hilang

IGA Darma Putra

IGA Darma Putra

Penulis, tinggal di Bangli

Next Post
Mewarisi Ketakutan, Merawat “Kebutaan”

Budaya Kitab dan Laku yang Hilang

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co