11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jayaprana & Layonsari || Sebuah Refleksi Masa Kini

Nyoman Sukaya SukawatibyNyoman Sukaya Sukawati
December 8, 2020
inEsai
Jayaprana & Layonsari || Sebuah Refleksi Masa Kini

Poster pementasan drama Layonsari oleh Komunitas Mahima

Malam itu, Suck Cafe ramai sekali. Barangkali karena akhir pekan. Banyak muda-mudi datang. Nang Kocong dan Pan Gobyah kebagian tempat di teras, membaur dengan udara hangat di luar.

Di panggung, penyanyi memainkan Vienna yang cozy dalam akustik: I’m on my way to something new. And so are they, and so are you. Back to a time we all went through… Saya sedang dalam perjalanan menuju sesuatu yang baru. Begitu pula mereka, dan begitu pula Anda, kembali ke waktu yang kita semua alami.

Nang Kocong menuang minuman, sedangkan Pan Gobyah tampak berusaha mencungkil bistik yang beberapa kali mental dari garpu.

“Kudengar rekan kita di Buleleng, Putu Satriya Koesuma, menggarap lakon Jayaprana. Mau dibikin film,” kata Pan Gobyah sambil menghentikan sejenak kesibukan tangannya di piring.

“Wah, pantas saja lama tak kelihatan batang hidungnya, rupanya dia lagi ada projek baru. Putu itu passionnya memang teater. Kalau sudah urusan drama pastilah dia mendadak sehat walafiat dan lupa yang lainnya.”

“Bagus ya kalau Jayaprana dibuat film. Anak-anak muda bisa nonton kisah ini.”

“Betul, Byah, film lebih komunikatif bagi generasi milenial.”

“Jayaprana & Layonsari itu adalah Romeo & Juliet a la Bali. Ceritanya sama-sama romantis dan berujung tragis. Kalau dikemas dengan baik, anak muda pasti suka.” sambung Pan Gobyah.

“Konon Romeo & Juliet berasal dari roman kuno yang kemudian disusun sebagai karya sastra oleh sejumlah sastrawan Italia. Kisah ini jadi sangat terkenal setelah ditulis dan dikembangkan oleh William Shakespeare pada abad ke-17 dan diadaptasi dalam berbagai bentuk pertunjukan. Sedangkan kisah Jayaprana & Layonsari itu, kita tak tahu entah siapa pengarangnya.”

“Jayaprana & Layonsari itu legenda, Cong, benar-benar terjadi pada zaman dahulu. Setua ceritanya Shakespeare, kisah Jayaprana juga terjadi pada abad ke-17, sebab Kerajaan Kalianget berdiri sekitar tahun 1622. Bukti kuburan Jayaprana juga ada di Teluk Terima, bukan?” sahut Pan Gobyah.

“Bali memang kaya dengan folklor, bahkan beberapa dihubungkan dengan dewa-dewa dan nama tempat atau daerah sehingga ceritanya jadi berkesan sakral dan hidup.”

“Jayaprana bukan folklor tapi kisah nyata. Desa dan jejak peristiwanya masih ada sampai sekarang, bahkan sudah dibangun pura di sana. Tempatnya indah, di puncak bukit, menghadap teluk. Aku sejak kecil sudah seringkali ke sana. Bahkan pada hari-hari tertentu, pemedeknya sangat padat. Mereka datang dengan berbagai harapan dan permintaan. Betara di sana bares atau murah hati. Banyak orang telah membuktikan.”

“Itu memang spot yang bagus untuk mereka yang suka foto-foto. Saat musim kemarau, pemandangan bukit akan terlihat dramatis dengan pohon-pohon merangas, ranting-ranting tak berdaun dan gersang. Bagus juga mendaki ke puncak untuk melatih dengkul.”

“Di Makam Jayaprana kita bisa merenung, mengenang tragedi yang menimpa dua insan malang itu. Kadangkala kehidupan bisa amat kejam tapi kita bisa belajar di situ.”

“Hebat orang yang dulu mengarang cerita ini dan memilih lokasi petilasannya. Pasti dia sastrawan pengelana. Atau mungkin pertapa. Bisa dibayangkan, ketika cerita dibuat pasti daerah sekitarnya sangat sepi, jauh dari pemukiman penduduk, tak ada jalan. Mereka tahu memilih tempat di belakang teluk yang indah dan terpencil itu sebagai bagian dari setting cerita sehingga kisahnya tetap hidup hingga saat ini. Agak mustahil cerita ini dikarang oleh pengembala kesasar.”

“Itu peristiwa pada masa kerajaan. Kalau raja sudah berkehendak, tak ada yang mustahil.”

“Ujung ceritanya dibikin tragis dan pilu, itu yang membuat emosi banyak orang mudah tersentuh dan berkecamuk oleh rasa marah dan sedih seakan-akan kisah itu menimpa dirinya.”

“Cinta kadang bisa mengubah orang jadi jahat. Hanya karena suka dengan Layonsari, seorang raja bisa berbuat kejam, sampai menghilangkan nyawa orang sepolos Jayaprana. Padahal dia abdi setia. Seperti tak ada wanita lain saja.”

“Namanya juga cerita. Boleh dibuat sedramatis mungkin supaya menarik.”

“Entahlah. Cuma, kesannya dia seperti tidak memiliki rasa kasih sayang, tidak punya hati, dan sewenang-wenang. Hidupnya seakan-akan hanya untuk ‘ngulurin indria’ dan nafsu. Apakah raja tidak punya penasihat, tidak ada yang memberi pertimbangan sebelum ambil keputusan?” Pan Gobyah nyeroscos seakan hatinya mengandung kesal.

“Sepertinya kamu menghayati betul cerita itu, Byah.”

“Ya, emosiku memang suka terpengaruh kalau ingat kisahnya, mungkin karena aku sering ke Makam Jayaprana.”

“Memangnya apa yang kamu ketahui tentang Jayaprana?”

“Itu kan sudah cerita umum, Cong. Jayaprana itu pemuda yatim piatu yang sejak kecil mengabdi di Kerajaan Kalianget. Bahkan dia abdi kesayangan raja karena berhati baik, rajin dan tulus.”

“Begitu, ya.”

“Suatu hari Jayaprana melamar Layonsari, putri kepala desa. Malah lamarannya dibuat dan disetujui oleh raja. Mereka pun menikah. Selesai upacara pernikahan, pasangan ini menghadap raja untuk memohon restu. Nah, sewaktu melihat kecantikan Layonsari, seketika raja merasa jatuh cinta dan ingin merebut Layonsari dari Jayaprana.”

“Itulah namanya cinta pada pandangan pertama, hehe…”

“Raja menyampaikan niatnya merebut Layonsari itu kepada Patih Saunggaling. Mereka kemudian menyusun siasat agar bisa menyingkirkan Jayaprana secara halus, dengan cara raja memerintahkan Jayaprana membasmi gerombolan perampok yang sedang mengganggu ketenteraman desa di tepi barat.”

“Maka tanda-tanda cerita sedih pun dimulai, hehe…”

“Jayaprana yang baru menikah terpaksa meninggalkan istrinya untuk menjalankan tugas dari raja. Sedangkan Layonsari, meski merasakan firasat buruk, mau tak mau, harus rela melepaskan suaminya.”

“Apa Jayaprana tidak berusaha menolak, mengingat ia baru saja menikah?”

“Itu perintah raja. Siapa bisa menolak? Jayaprana pun pergi bersama Patih Saunggaling diiringi beberapa prajurit. Saat rombongan tiba di kawasan hutan Teluk Terima, Patih Saunggaling pun menyampaikan tujuan sesungguhnya dari perjalanan mereka ini, bahwa Sang Raja menginginkan kematian Jayaprana dan dirinya yang ditugaskan mengeksekusi. Mendengar itu Jayaprana, yang seorang abdi setia, merasa tak punya pilihan lain, ia pun mengikhlaskan hidupnya diakhiri sesuai keinginan raja dan meminta Patih Saunggaling tidak ragu melaksanakan titah.”

“Apa mereka tidak bertempur, Byah?”

“Jayaprana kan sudah ikhlas. Tidak ada perlawanan. Biar kamu tahu, Cong, waktu Jayaprana ditusuk, darah yang keluar dari tubuhnya, berbau harum, lho. Itu tandanya dia seorang mulia. Setelah tewas, jenazah Jayaprana dikubur di hutan Teluk Terima itu. Di kerajaan, segera tersiar kabar Jayaprana telah tewas dibunuh perampok. Tentu saja Layonsari sangat terpukul mendengar kabar itu. Setelah sukses melaksanakan tipu dayanya, raja berusaha menghibur Layonsari yang sedih dan berniat mengajaknya ke istana untuk diperistri.”

“Selanjutnya?”

“Hati kecil Layonsari tahu kalau kematian suaminya itu karena siasat dari raja sendiri. Dia jadi sangat marah, terpukul dan putus asa. Akhirnya dengan menggunakan keris milik raja, Layonsari menikam dirinya sendiri hingga tewas di tempat. Ia menyusul suaminya ke alam baka. Kematian Layonsari ini sangat mengguncang jiwa raja. Ia sangat marah, membuatnya lupa diri, bingung dan gila. Tragedi besar pun tercipta di Kerajaan Kalianget. Dalam kegilaan, raja mengamuk, menusuk semua orang yang ada di sekitarnya. Banjir darah di mana-mana. Korban berjatuhan. Kerajaan kacau dan perang saudara pun pecah. Orang-orang jadi kalap dan saling bunuh hingga kerajaan ini habis, musnah tak berbekas. Begitulah kira-kira kisahnya, Cong. Menyedihkan, tapi itu semua berawal dari cinta.”

“Dulu aku pernah dengar ceritanya. Kurang lebih memang seperti yang kamu sampaikan itu.”

“Kamu masih menganggap itu cerita karangan?”

“Bukan begitu, sih. Kita juga tak tahu siapa pengarangnya. Tapi memang cerita-cerita zaman dulu kebanyakan anonim, tidak diketahui nama pengarangnya, mungkin karena kisah itu diniatkan sebagai pembelajaran. Tapi aku tertarik dengan nama Jayaprana dan Layonsari. Sepertinya itu simbol.”

“Simbol apa? Mulai dah kamu ngarang-ngarang.”

“Jayaprana. Prana itu artinya nafas, purusa. Layonsari. Layon itu badan kasar, jasmani, prakerti. Saat prana dengan jasmani, atau purusa dengan prakerti, menyatu, kehidupan tercipta. Jadi Jayaprana dan Layonsari itu simbol manusia. Itu kisah tentang eksistensi manusia.”

“Yah, kalau dikulik-kulik, bisa saja, Cong. Lagian itu memang hobimu, suka mencocoklogikan sesuatu.”

“Peristiwanya terjadi di Kalianget. Kali anget, sungai yang hangat. Itu simbol aliran darah, merujuk pada tubuh. Jadi yang diceritakan itu adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Drama dalam hati manusia.”

“Terus ‘raja’ itu simbol ‘wong raja’ di kartu cekian, gitu? Jadi, itu kisah manusia main ceki? Haha…”

“Raja itu ego. Dalam ajaran catur marga itu dinamakan Raja Marga. Raja adalah penguasa. Raja atau pikiran egolah yang menguasai sifat manusia dalam kehidupannya.”

“Kalau Sawunggaling?”

“Sawunggaling itu mahapatih, tangan kanan, eksekutor. Dalam ajaran Catur Marga, ini disebut Karma Marga. Jayaprana & Layonsari itu lambang pengabdian, realisasi, prilaku, keberadaan hidup atau Bhakti Marga. Jadi kita semua sesungguhnya adalah Si Jayaprana sekaligus Raja Kalianget dan Patih Sawunggaling. Maksudnya dalam kita menjalani kehidupan ini, segala keputusan dan tindakan kita sesungguhnya dikendalikan oleh ego kita. Begitu, Byah.”

“Tapi yang kamu omongkan itu tidak nyambung dengan jalan cerita yang penuh tragedi!”

“Dalam cerita ini, satu hal yang tidak ada adalah jnana atau Jnana Marga. Jnana itu artinya pengetahuan, nilai-nilai, dharma. Tempat terbentuknya kesadaran moralitas atau etis dari kepribadian kita. Cerita ini hendak mengingatkan kehancuran macam apa yang bisa terjadi jika kehidupan tidak bersandar pada kesadaran jnana.”

“Maksudnya?”

“Kalau kamu hidup tanpa pengetahuan atau kesadaran moralitas atau dharma maka seperti yang digambarkan cerita Jayaprana itu, hidupmu akan terombang-ambing, mudah terjebak jaring-jaring maya duniawi, tak mengerti benar-salah. Segala keputusan dan tindakanmu hanya mengabdi pada nafsu dan kegilaan belaka. Makanya eksekutornya diberi nama Sawungggaling. Saung itu artinya liang, dan galing erasan dari galih atau tulang. Sawunggaling itu sama artinya dengan liang kubur. Maknanya, setiap tindakanmu hanya akan mendatangkan kematian dan kerusakan. Disimbolkan dengan kuburan di Teluk Terima. Itulah namanya hidup dalam tragedi. Hidup yang menciptakan kehancuran dan kesia-siaan. Akhirnya yang bisa dikenang dari eksistensimu di dunia ini hanya kuburanmu belaka. Cuma itu yang layak kamu terima.”

“Cing! Bisa saja kamu, Cong.”

“Maka dari itu, Byah, para leluhur mengajari kita Catur Marga Yoga atau Catur Yoga. Ada Yoga-nya. Istilah ini sering dimaknai sebagai penyatuan diri dengan kebenaran, kebijaksanaan dan kedewataan. Bersifat spiritual atau religius. Catur Marga Yoga itu kira-kira maksudnya empat jalan hidup yang berkesadaran, yakni Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Raja Marga Yoga, dan Jnana Marga Yoga.”

“Omonganmu tentang Catur Marga itu tidak seperti yang aku pahami, tapi apa yang ingin kamu jelaskan dengan itu?”

“Pada cerita Jayaprana, Jnana Marga ini yang tidak ada. Jnana ini sama dengan pengetahuan rohani. Dalam hidup, rohani ini yang diyogakan agar berada di jalan kesadaran atau tercerahkan dalam nilai-nilai niskala yang suci. Bila rohani tercerahkan maka ‘raja’ atau pikiran egomu, ‘sawunggaling’ atau tindakanmu, dan ‘jayaprana’ atau keberadaanmu di dunia akan tercerahkan. Jnana ini guru, penasihat, kompas dharma untuk pikiran ego dan segala tindakanmu sehingga kehidupanmu ada di jalur satyam, sivam, sundaram, dalam lingkar kebenaran, kesucian dan keharmonisan, jauh dari tragedi, kegilaan, kehancuran, dan kesia-siaan.”

“Kamu ini memang bisa aja.”

“Kisah Jayaprana itu seperti fragmen yang menggambarkan isi dari satu syair Bhagawad Gita, ‘kroddhad Bhavati sammohah, sammohat smrtivibhramah, smrtibhramsad budhinaso, budhinasat pranasyati’, bahwa berawal dari kemarahan, kemarahan akan memunculkan kebingungan, dari kebingungan hilanglah ingatan, hilangnya ingatan menghancurkan kecerdasan, hancurnya kecerdasan mengakibatkan kemusnahan.”

“Ya deh, disambung-sambungkan saja, Cong, sesukamu, hehe…”

“Makanya kalau nanti kamu pergi lagi ke Makam Jayaprana, hal inilah sepatutnya jadi bahan renunganmu di sana, bukannya malah minta nomor togel atau yang bukan-bukan. Kamu juga tak perlu larut oleh emosi di kulit cerita tapi hayati esensi maknanya. Kisah Jayaprana itu sesungguhnya kita semua mengalami, dengan kadarnya masing-masing. Mudah-mudahan sekarang kamu bisa belajar sesuatu, Byah.”

“Sip, sip… Habisin, Cong, minumannya. Aku sudah cukup uyeng-uyengan gara-gara ocehanmu.”

Dan di panggung kafe, si penyanyi mengakhiri nyanyiannya dengan fade out yang halus: I’m on my way to something new. Back to a time we all went through. [T]

Kuta, 2020.

Previous Post

Mengapa Kita Tidak Menemukan Warna Hitam dalam Pelangi?

Next Post

Hantu Kotak Kosong

Nyoman Sukaya Sukawati

Nyoman Sukaya Sukawati

lahir 9 Februari 1960. Ia mulai aktif menulis puisi sejak 1980-an di rubrik sastra surat kabar Bali Post Minggu asuhan Umbu Landu Paranggi. Dia pernah bergiat di dunia kewartawanan. Pada 2007 bukunya berjudul Mencari Surga di Bom Bali diterbitkan berkat bantuan program Widya Pataka Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Bali bekerja sama dengan Arti Foundation, Denpasar.

Next Post
Hantu Kotak Kosong

Hantu Kotak Kosong

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co