27 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]

Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]

Hantu Kotak Kosong

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
December 8, 2020
in Esai

Segerombolan pencuri bermobil suatu malam di masa pandemi melakukan aksi heroik. Mereka membongkar sebuah toko kelontong. Setelah susah-payah merusak gembok, mereka sukses masuk ke dalam toko. Satu orang bergerak cepat menggotong kotak besi di sudut toko. Kotak dibawa keluar, masuk mobil, lalu meluncur ke markas. Di markas, kotak besi dibuka paksa, ternyata isinya kosong. “Sial, ini kotak kosong!” pekik mereka.

Pelajaran yang bisa dipetik dari cerita fiktif itu adalah: Jangan sekali-sekali mencuri di masa pandemi jika tak ingin mendapatkan kotak kosong. Kotak kosong di masa pandemi memang sedang naik daun, termasuk kotak kosong di tempat-tempat usaha. Tak peduli usaha besar atau usaha kecil dan menengah.

Seorang penjual bubur di sore hari hampir selalu bersungut-sungut ketika menutup warung. Buburnya habis, tapi kotak tempat menyimpan uang selalu saja kosong sebelum warung benar-benar tutup. Pembeli masih ada, uang sesungguhnya sudah sempat masuk kotak, tapi selalu dirogoh kembali untuk bayar cicilan barang yang dibutuhkan selama masa pandemi. Dan sungguh aneh, barang yang dibutuhkan saat pandemi justru barang yang termasuk mewah bagi kantongnya yang primer. Salah satunya adalah laptop. Tiga anaknya harus belajar online, dan laptop adalah salah satu perangkat yang mewah.

Dari ajang Pilkada serentak 2020 yang tetap akan berlangsung di masa pandemi ini lamat-lamat terdengar juga kabar dengan tema kotak kosong. Komisi Pemilihan Umum Indonesia (KPU) mencatat, pada Pilkada Serentak 2020 ini terdapat 25 daerah yang menyelenggarakan Pilkada dengan hanya satu pasang calon, salah satunya ada di Bali. Karena hanya ada satu pasang calon, sesuai peraturan yang terus diatur-atur agar teratur, maka pasangan itu harus melawan kotak kosong.  

Bukan kotak kosong karena tak isi duit, sebagaimana pemilik warung bubur di masa pandemi. Dalam pilkada, kotak kosong yang dimaksud adalah kotak tanpa isi nama calon kepala daerah. Kenapa bisa begitu? Ya, bisa saja. Ada seorang calon amat sakti, wikan dan wisesa, tak mendapatkan lawan tanding dalam pertandingan politik. Tak jelas, apakah memang tak ada yang berani melawan karena calon satu ini memang amat sakti, atau semua lawan sedang sibuk berdagang, misalnya sibuk berdagang “kayu papan”, “palu”, “paku”, dan “alat-alat lain”. Eh, untuk apa berjualan bahan-bahan kerja semacam itu? Ya, untuk membuat “kotak kosong”.

Meski sakti, sesungguhnya banyak kabar menyebutkan pada pilkada-pilkada sebelumnya banyak calon kepala daerah bisa kalah juga oleh kotak kosong. Saya punya teman seorang kepala desa alias perbekel yang sukses di Bali Utara. Kisah suksesnya tak perlu dikata lagi. Pada periode pertama ia sukses membangun desa, bukan hanya secara politik, melainkan juga secara ekonomi. Desanya banyak didatangi pengurus desa dari luar Bali untuk melihat langsung bagaimana warga desa itu bergerak ke masa modern tanpa menghilangkan jati diri sebagai warga desa yang ulet, warga desa yang menggarap potensi-potensi yang memang ada di desa itu. Sebagai perbekel, teman saya itu diundang ke mana-mana, terutama bicara soal Badan Usaha Milik Desa alias Bumdes, sebuah lembaga desa yang dikelola secara professional.

Syahdan, ia dicalonkan kembali sebagai kepala desa pada periode kedua. Karena tak ada yang berani melawan, akhirnya ia melawan kotak kosong. Dan teman saya itu menjadi cemas. Ia cemas karena kotak kosong bisa saja membuatnya menjadi malu. Kotak kosong bisa saja akan membuat seorang perbekel yang sukses membangun desa di periode pertama diberitakan kalah pda pemilihan pada periode kedua. Sialnya, ia kalah oleh kotak koosong.

Saya heran. Apa yang dicemaskan oleh teman saya? Ternyata ia cemas oleh politik yang tak serius, politik main-main. Orang-orang desa dikenal suka bermain, bahkan dalam dunia yang serius. Jangan-jangan ada banyak orang yang iseng memilih kotak kosong, lalu keisengan itu menular kepada banyak orang, lalu banyak orang mencoba-coba memilih kotak kosong, sekali lagi, hanya untuk main-main. Mungkin ada yang berpikir serius dalam permainan politik, misalnya ada yang dengan serius melakukan keisengan untuk menciptakan sejarah: “Biar pernah saja kotak kosong menang di desa kita”.

Syukurlah kecemasan teman saya itu tak terbukti. Ia menang di periode kedua dengan gemilang. Dan ia kembali membangun desa hingga sekarang.  Tapi, ngomong-ngomong, kecemasan perbekel yang sukses itu setidaknya punya alasan yang masuk akal di tengah situasi politik yang kadang-kadang tak masuk akal.

Kotak kosong, meski tak punya juru kampanye, tampaknya bisa sakti juga. Mungkin karena tak berisi nama calon, tak punya partai, tak punya juru kampanye, dan tak punya akun di sosial media, kotak kosong bisa dijadikan mainan. Misalnya jadi mainan iseng-iseng bagi orang-orang yang putus asa. Dan di masa pandemi ini, mungkin, mungkin saja, banyak orang masuk pada taraf putus asa, sehingga kotak kosong bisa jadi mainan berharga. Seperti kotak kulkas yang jadi mainan anak-anak di halaman.

“Coba iseng-iseng coblos kotak kosong, siapa tahu dunia berubah,” kata seorang teman. Ia bersiap ikut pilkada. Teman itu tak punya tujuan, tak punya maksud apa-apa. Hanya iseng-iseng. Coba-coba. Tapi, pada situasi yang tak pasti di musim pandemi ini, jangan-jangan banyak orang punya niat untuk iseng. Banyak orang punya niat coba-coba. Alasannya mungkin terkesan main-main; “Serius-serius, akhirnya toh begitu-begitu saja”.

Maka, jangan remehkan kotak kosong. Kosong berisi, isi itu kosong, begitulah kata orang bijaksana. Ini misal, lho, misal. Jika kotak kosong nanti menang, jangan kecewa. Anggap itu sejarah yang akan jadi pelajaran di masa lalu bahwa politik bisa berubah tanpa bisa ditebak. Jika kotak kosong kalah, jangan juga merasa jumawa. Wong cuma kotak kosong, tidak bisa melawan, ya memang gampang untuk kalah. Habis pilkada, buang kotak kosong itu, karena memang tak akan harganya lagi untuk dilawan.

Tapi di luar pilkada, rakyat sepertinya akan terus melawan kotak kosong. Pedagang bubur, pemilik toko kelontong di los pasar tradisional, atau petani sayur, sepertinya susah menang melawan kotak kosong.  Jika kotak diisi sebentar saja, isinya bisa dengan cepat menguap. Anak-anak minta kuota, minta HP, minta laptop, karena barang-barang yang dulu terkesan mewah itu kini sudah jadi kebutuhan mendasar.

Dengan begitu, ada atau tidak ada pilkada, pada saat pilkada atau pada saat pilkada berlalu, kotak kosong bisa akan selalu jadi hantu. Sebentar-sebentar isi, sebentar-sebentar puyung sing misi buyung. [T]

*Dengan sedikit variasi, esai ini pernah dimuat pada kolom Lolohin Malu di koran Bali Express (Jawa Pos Group) edisi cetak

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Lukisan Kabul Ketut Suasana
Cerpen

Rimba

  Cerpen: Jaswanto AKU tak pernah ragu dengan kekayaan Indonesia. 17.000 pulau dan hampir 110 juta Hektar hutan tropis, dari ...

February 2, 2018
Batan Sabo Cottage, milik warga lokal (Guna, Apel, Kobers, dan Supradnya)
Sumber: https://www.booking.com/hotel/id/batan-sabo-cottage.id.html
Opini

Pariwisata dan Geliat Pebisnis Lokal di Nusa Penida

Pesatnya perkembangan pariwisata di Pulau Nusa Penida membuat masyarakat lokal tidak tinggal diam. Mereka berlomba-lomba membangun peluang usaha pariwisata mulai ...

December 6, 2019
Foto ilustrasi dari google
Opini

Saya Penonton Sepak Bola atau Suporter Pilkada?

LAGA leg kedua perempat final Liga Europa yang mempertemukan Liverpool dan Borussia Dortmund di Stadion Anfield, Liverpool, Jumat 15 April ...

February 2, 2018
Pementasan monolog Julio Saputra dengan naskah Merdeka/ Foto: Mursal Buyung
Esai

Catatan Kecil Putu Wijaya: Kompromi (3), Taktik dan Strategi

TEATER Mandiri lebih dari dua dekade menekuni teater visual. Sejak 1991 kami tidak lagi tampil dengan naskah lakon. Cerita, plot, ...

February 2, 2018
Esai

Rasisme, Emon dan Tertawalah Sebelum Dilarang

Di Facebook saya melihat sebuah video menggelitik. Wawancara petinju Muhammad Ali yang membahas soal rasialisme. Ali mempertanyakan tampilan seorang Yesus. ...

June 20, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Bermain sky di Jepang {foto Riris Sanjaya]
Khas

Bermain Ski ala Pandemi di Awal 2021 | Kabar dari Jepang

by Riris Sanjaya
January 26, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
dr. Putu Arya Nugraha, penulis, yang juga Direktur RSUD Buleleng, divaksin, Rabu 27 Januari 2021
Esai

Berbagai Kekeliruan Tentang Vaksin

by Putu Arya Nugraha
January 27, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1363) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (312) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (330)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In