9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Serunya Galungan Kita Dulu

Nyoman Sukaya SukawatibyNyoman Sukaya Sukawati
September 17, 2020
inEsai
Serunya Galungan Kita Dulu

Penjor Galungan

Hari Raya Galungan kita dulu selalu jadi hari yang menggembirakan. Hari yang kita tunggu-tunggu. Bahkan hati kita sudah merasa berseri-seri sejak beberapa hari menjelang Galungan tiba.

Pada sore hari di waktu Penyajaan, dengan senang hati kita membersihkan lingkungan, memotong rumput, membersihkan selokan, menyapu sampah dan kotoran sapi dari jalanan.

Dulu kita tumbuh bersama pohon-pohon besar di telajakan rumah. Ada bunut, cempaka, suar, mangga, kutuh, timbul, jaka, sukun, canging, nangka, sentul, juga semak-semak seperti beluntas, base-base, pucuk, pulet-pulet, panggal buaya, dan sebagainya. Di perempatan banjar ada pohon waru. Nah, sampah daun-daun kering dari pohon-pohon itulah kita sapu, kumpulkan, dan bakar. Bersih-bersih lingkungan adalah bagian dari kegembiraan kita menyambut Galungan.

Kita bergotong royong di sekitar rumah masing-masing. Saat itulah jalanan akan diselimuti asap pembakaran sampah. Asap mengepul dan melayang-layang memenuhi jalanan. Suasana senja jadi remang-remang oleh asap dan terlihat seperti lukisan pemandangan desa berkabut dengan bias-bias matahari senja menembus sela-sela pepohonan. Angin pun berbau asap.

Di tengah jalan berasap itu, terlihat samar-samar ayah-ayah kita, seperti Nang Retig, Nang Lama, Nang Ruja, Pekak Rangun, Kaki Kiyer lalu-lalang membawa bambu untuk penjor. Kemudian Nang Geri dari Puaya, datang egoh-egoh membawa blakas dan ambu menuju rumah Pak Suraja. Dari arah utara muncul Pak Pun naik motor mosquito, menerobos asap dan menikung di perempatan banjar terus ngibrit ke arah pasar, kemudian hanya suara sepeda motornya terdengar samar-samar menghilang di kejauhan terbawa angin, trett…tet..tet… ces…ces… treettt….

Habis bersih-bersih kita mandi ramai-ramai di sungai, pakai sabun taluh. Sebelumnya, kita potong rambut di rumah Kaki Lancah. Kaki Lancah punya alat cukur lengkap. Kita berterima kasih kepada Paktut Nuraga dan Sumitra yang mencukur kita. Rata-rata cukur perut. Tapi gunting dan bergasnya tumpul sehingga rambut rasanya seperti dicabut-cabut sewaktu dipotong.

Kita ikut bangun subuh di Hari Penampahan, melihat ayah-ayah kita menyembelih babi, kemudian membantu ngelawar di dapur dan diberi tugas memarut kelapa atau memotong nangka.

Pas Galungan, kita mengenakan baju baru dan memakai senteng. Ibu menemani kita sembahyang di sanggah, makan be balung dan tum. Suasana Galungan sangat terasa. Rumah dan halaman dipenuhi banten dan canang. Udara pagi diliputi aroma sambuk terbakar dari api takep, juga miik-miikan, wangi dupa dan kemenyan.

Kita akan pergi ke balai banjar. Bertemu teman-teman dengan sepeda masing-masing. Di garpu depan dan belakang sepeda, kita ikatkan balon dengan menyentuhkannya pada ruji. Saat sepeda dijalankan maka ruji-ruji yang beputar akan menggesek balon sehingga mengeluarkan bunyi berisik, seakan-akan suara sepeda motor.

Kita keliling desa naik sepeda dengan suara bising balon. Maji naik sepeda dengan rem kaki, sedangkan Dwipa, di bagian belakang sepedanya dia pasangi antena yang di ujungnya ada lampu kecil kenyit-kenyit. Tut Dala datang dengan sepeda balap. Gaya sekali dia.

Ada yang pakai sepeda muani atau onthel. Untuk mengendarainya, kita harus menyerongkan badan sambil makilad. Sedangkan yang perempuan, seperti Luh Sri, Demas, Man Gek dan lainnya naik sepede jengki yang ujung setangnya berhiaskan rumbai-rumbai dan boncengannya ada kasurnya.

Merk sepeda terkenal pada masa itu antara lain Releigh, Fongers, Gazelle, Hartog, juga Sim King. Sepeda saya merknya Arjuna, made in India. Rujinya karatan, seluruh catnya luntur sehingga terlihat seperti saang, remnya putus dan tak ada dongkraknya, rantainya berbunyi kriot-kriot. Karena sepedanya besar dan tinggi, saya harus ngelandok atau menggelantung di stang saat mengendarainya.

Mereka yang lebih tua, seperti Bli Lebih, Runding, Nangnik Nendra, Nangnik Sarna, Bli Rinda, Yan Karang, Bli Nganduh dan lainnya main domino di bale daja banjar. Meyan Taman jualan tahu dan sayur kangkung di samping bale kulkul.

Selesai maturan, ibu-ibu kita juga kumpul di balai banjar. Mereka maceki di bale delod. Ada empat-lima pacek cekian. Pemainnya di antaranya Dadong Bontok, Dongkoh, Mengah Sukari, Men Rindi, Dadong Klepon, Meyan Sempok, Dadong Saprig, Meman Musi, Meman Bunter, Metut Gatri, Wetu Baca. Bila sudah agak sore, main cekinya pindah ke pinggir jalan dengan menggelar tikar di bawah pohon.

Itulah satu-satunya waktu bebas bagi ibu-ibu kita setelah sebelumnya sepanjang hari, sepanjang bulan, tenggelam dengan pekerjaan rumah tangga atau berjualan di pasar. Maceki di Hari Raya Galungan adalah kegembiraan bagi mereka. Itu hari sepenuhnya milik ibu. Para suami dan anak-anak tidak akan memasalahkan mereka maceki karena di rumah sudah tersedia makanan. Kalau anak-anak lapar mereka tinggal ambil di dapur tanpa perlu mengganggu ibu yang maceki. Tapi belakangan maceki di Hari Raya Galungan dilarang pemerintah karena alasan moral dan agama.

Dulu, maceki adalah bagian hiburan berhari raya. Ibu-ibu dapat merasakan sedikit kegembiraan. Taruhannya juga kecil-kecilan karena tujuannya memang bukan judi tapi sekadar bersenang-senang. Kalau dirasakan dengan hati agaknya kita bisa menilai maceki di Galungan itu adalah kegiatan yang indah, bukan sesuatu yang buruk. Bahkan mungkin itu bersifat spiritual. Sesuatu yang dilakukan dengan suka cita, enjoi, asyik, sambil makedekan, tanpa dorongan nafsu atau emosi berlebih, serta dapat melegakan kesumpekan, tentu dapat membuat pikiran jadi indah dan mencerahkan secara spiritual, hehe.

Namun, sepertinya tidak akan pernah ada lagi cekian di Hari Raya Galungan untuk ibu-ibu. Orang Bali sekarang sangat-sangat tinggi pengetahuan agamanya, tidak sesederhana dulu. Sekarang banyak yang membaca kitab suci dan lontar, rajin bertrisandya, tekun sembahyang dan ngunggahang daksina, hafal nama-nama dewa dan betara, gemar berdebat tentang Tuhan atau Krishna, sangat mencintai gelang benang tridatu atau nasi wong-wongan. Mereka tentu menolak cekian karena tidak sesuai buku suci, dan maceki adalah judi. Mereka akan mengatakan cekian dapat menodai spirit Galungan yang suci.

Semakin siang, jalan di depan balai banjar kian ramai oleh orang lewat. Semua pakai baju baru. Banyak yang tidak kita kenal. Mereka datang jalan kaki dari desa maupun banjar lain, menuju jaba gria. Di jaba gria adalah pusat keramaian saat Galungan, yang berlangsung selama tiga hari, sampai Pahing Galungan. Di sini ada wahana ayunan jantera atau ayunan tradisional sebagai hiburan utama.

Ayunan ini menggunakan kayu besar sebagai gandar yang bisa berputar, dan masing-masing ujungnya disangga tiang kokoh. Gandar ini memikul sejumlah lengan tempat menggantungkan kursi ayunan. Ada delapan kursi banyaknya. Setiap kursi bisa menampung dua sampai tiga orang.

Perlu petugas bertenaga besar dengan ketangkasan tinggi untuk memutar ayunan. Satu tim pemutar ayunan berjumlah empat orang. Mereka akan secara bergantian memutar ayunan ke depan dan kemudian ke belakang. Sewaktu bekerja, satu tangan mereka akan berpegangan pada tiang, lalu dengan posisi tubuh menyerong, mereka menekan kuat-kuat lengan ayunan secara bergantian dengan kaki. Sedangkan tangan satunya menarik lengan ayunan di depannya. Proses itu dilakukan dalam irama yang tepat dan serempak sampai ayunan berputar seperti jantera dengan kecepatan sesuai yang diinginkan. Ketika sedang beraksi, para pemutar ayunan itu terlihat seperti berjalan di udara, dan tentu saja membuat mereka peluh pidit.

Mereka yang mau naik ayunan harus bayar. Durasi setiap putaran diukur dengan timer dari batok kelapa yang dilubangi bagian bawahnya dan ditaruh di dalam paso berisi air. Kalau batoknya sudah penuh air dan tenggelam berarti waktu putaran ayunan sudah habis.

Setiap Galungan, suasana di jaba gria pasti ramai sekali. Selain ayunan, di sini banyak dagang mainan menjual ngongek-ngongekan, kembang api, tikusan, kemplongan, pistol air, mobil-mobilan kayu, dan bermacam mainan jenis baru. Ada banyak dagang makanan, juga permainan jenis kocokan, plingseran, cabeki dan kobokan. Keramaian di sini berlangsung sampai sore.

Ada Barong Nongkling ngelawang. Mereka masuk ke rumah-rumah dan memukul-mukul pohon-pohon di rumah kita dengan tongkat sebagai doa agar pohon tersebut tetap subur dan berbuah banyak. Kemudian tokoh Tualen bertugas meminta uang pada tuan rumah dengan gaya bertembang “titiang nunasss…” Ada juga Barong Bangkal ngelawang dengan atraksi mengejar anak-anak.

Balai banjar merupakan tempat kumpul kita semua, mulai dari anak-anak hingga orang tua, dengan permainan masing-masing yang asyik di tengah hari raya. Setiap Galungan suasana di balai banjar pasti ramai dan seru. Di sini kita mengumpulkan banyak kenangan indah yang akan terus hidup dalam hati. Galungan sepenuhnya jadi milik kita dan kita merayakannya dengan gembira.

Pada malam hari kita menggantungkan lampu sentir atau lampu templek di setiap penjor. Lampu-lampu yang berjejer di depan rumah di sepanjang jalan jadi atraksi mengesankan kala itu selain dapat memberi penerangan yang cukup bagi mereka yang bepergian merayakan Galungan di malam hari, seperti pergi nonton joged, wayang kulit atau hiburan lain di beberapa tempat. Lampu-lampu di penjor itu nantinya akan mati dengan sendirinya ketika minyaknya habis. [T]

Previous Post

Ledok-Ledok Nusa Penida Naik Kasta

Next Post

Magnet – [Cerpen Putri Handayani]

Nyoman Sukaya Sukawati

Nyoman Sukaya Sukawati

lahir 9 Februari 1960. Ia mulai aktif menulis puisi sejak 1980-an di rubrik sastra surat kabar Bali Post Minggu asuhan Umbu Landu Paranggi. Dia pernah bergiat di dunia kewartawanan. Pada 2007 bukunya berjudul Mencari Surga di Bom Bali diterbitkan berkat bantuan program Widya Pataka Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Bali bekerja sama dengan Arti Foundation, Denpasar.

Next Post
Magnet – [Cerpen Putri Handayani]

Magnet - [Cerpen Putri Handayani]

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co