Hari Kartini diperingati sebagai tonggak bersejarah tentang kesetaraan gender di Indonesia khususnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengenyam pendidikan. Perjuangan kesetaraan gender terus disuarakan. Dalam bidang politik, sudah diatur mengenai proporsi keterwakilan perempuan. DalamUndang-undang Nomor 31/2002tentang Partai Politik, perhatian atas perlunya keterwakilan perempuan di bidang politik sudah terlihat. Pasal 13 ayat 3 undang-undang tersebut memberi ruang perhatian kepada kesetaraan dan keadilan gender.
Ketentuan terkait keterwakilan perempuan dalam politik semakin jelas dalamUndang-undang Nomor 2/2008tentang Partai Politik. Dalam Pasal 2 undang-undang tersebut, keterwakilan perempuan di bidang politik diperlihatkan dalam angka yang jelas yaitu 30 persen. Besaran keterwakilan perempuan itu menyangkut pendirian dan pembentukan parpol, serta kepengurusan parpol di tingkat pusat (diramu dari berbagai sumber).
Dalam bidang pendidikan, perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk mengenyam pendidikan. Saat ini, sudah ada perempuan yang menjadi menteri, menjadi pimpinan perusahaan dan menjadi bupati, gubernur, anggota dewan serta pengurus partai. Hal itu menandakan bahwa kesetaraan gender telah terakomodasi meskipun persentase belum maksimal.
Kesetaraan gender berkaitan dengan sebuah ideologi yang dianut oleh masyarakat. Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, tentu antara suku-suku tersebut memiliki perbedaan ideologi. Ideologi suatu masyarakat tercermin dalam bentuk perilaku anggota masyarakat dalam keseharian. Bahkan Thomson (1984:14) menyatakan ideologi tidak dapat dipisahkan dengan kajian bahasa. Dari perspektif kebahasaan dapat dicermati ideologi. Mengkaji ideologi berarti mengkaji penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial. Melalui bahasa direfleksikan ideologi suatu masyarakat. Melalui kajian bahasa dapat ditentukan kekuasaan. Teori ideologi memandang bahwa bahasa bukan sekadar struktur yang dapat digunakan untuk komunikasi tetapi dengan pengkajian bahasa terungkap fenomena sosial suatu masyarakat.
William (1986) mendefinisikan ideologi menjadi tiga kategori. Pertama, ideologi sebagai sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok tertentu atau kelas tertentu. Ideologi tidak merupakan sistem yang unik yang dibentuk oleh pengalaman seseorang, tetapi ditentukan oleh masyarakat di mana dia hidup, posisi sosial mereka, pembagian kerja, dan lain sebagainya.
Kedua, ideologi merupakan seperangkat kategori yang dibuat dan digunakan oleh kelompok yang dominan untuk melakukan dominasi kepada kelompok yang tidak dominan. Kelompok yang superordinat mengontrol kelompok subordinat dengan menggunakan seperangkat ideologi sehingga kelompok subordinat memandang hubungan tersebut tampak natural dan diterima sebagai sebuah kebenaran. Dalam hal ini, kelompok superordinat berhasil memengaruhi pikiran kelompok subordinsai sehingga mereka dapat menerima bentuk dominasi tersebut sebagai sesuatu konsensus, berterima, dan legal. Gramscsi ( 1971) mengistilahkan situasi tersebut dengan hegemoni.
Ketiga, ideologi digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Eriyanto (2000)memberikan contoh tentang berita demonstrasi buruh pabrik Gudang Garam. Secara umum berita tersebut menggambarkan apa yang dilakukan oleh buruh dan bagaimana dampaknya bagi produksi perusahaan, perekonomian masyarakat, dan pemerintah. Yang ditekankan di sini bukan betapa kecilnya gaji buruh, melainkan sikap buruh yang merugikan banyak pihak. Ideologi bekerja dalam memproduksi makna dapat dilihat dari bagaimana tindakan masyarakat dan pengusaha digambarkan dan bagaimana posisi kelompok yang terlibat diposisikan. Masyarakat digambarkan sebagai pihak yang anarkis yang melakukan cara-cara kekerasan agar tuntutannya dipenuhi. Sebaliknya, pihak perusahaan/penguasa digambarkan sebagai pihak yang berjasa dalam menyerap tenaga kerja dan membayar pajak.
Menurut van Dijk (1997: 29) ideologi merupakan sistem dasar dari kognisi sosial dan yang merefleksikan tujuan dasar, kepentingan, dan nilai-nilai dari sebuah grup sosial. Ideologi secara metafora dapat diandaikan sebagai fundamental kognitif program atau sistem operasi yang mengorganisasikan atau memonitor sikap sosial suatu grup atau anggotanya dan representasi sosial. Van Dijk ( 2008:35) menegaskan ideologi merupakan salah satu bentuk kognisi sosial yang ada pada setiap anggota suatu grup.
Wacana kesetaraan gender terus dikumandangkan oleh pejuang perempuan. Perjuangan tersebut untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam berbagai bidang. Kesetaraan gender akan tercapai apabila pandangan masyarakat yang dalam hal ini ideologi masyarakat berubah secara perlahan. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat menganggap perempuan menduduki posisi inferior sedangkan laki-laki menduduki posisi superior. Urusan nafkah keluarga merupakan tanggung jawab laki-laki sedangkan perempuan mengurus kepentingan domestik. Hal ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Hal ini perlu dicermati karena perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan merupakan peran yang telah dibentuk oleh sebuah ideologi suatu masyarakat.
Kajian tentang gender telah banyak dikaji. Kajian itu dianalisis dari berbagai aspek. Yang menarik untuk dicermati adalah kajian yang dilakukan Coates (1986:12). Coates mengkaji bahwa dalam masyarakat modern, ada perbedaan pola perlakuan antara anak laki-laki dengan perempuan. Coates (1986:12) menyatakan bahwa perempuan sebagai anggota dari suatu masyarakat mempunyai status sosial yang berbeda dengan laki-laki. Kaum perempuan merupakan grup inferior yang posisinya selalu berada di bawah grup superior (laki-laki).
Selanjutnya Coates menekankan bahwa perbedaan pendekatan atau cara pandang terhadap laki-laki dengan perempuan diakibatkan oleh dua pendekatan yang ada pada masyarakat. Pertama, pendekatan perbedaan(difference approach) yang memandang bahwa antara laki-laki dengan perempuan merupakan kelompok yang berbeda. Kedua, pendekatan dominasi (dominant approach). Pendekatan ini memandang bahwa laki-laki sebagai grup atasan memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada perempuan yang merupakan grup bawahan.
Perbedaan peran laki-laki dan perempuan memang sudah dibentuk sejak dini. Orang tua akan melarang anak laki-lakinya memainkan boneka begitu sebaliknya anak perempuan dilarang bermain pistol-pistolan. Boneka identik dengan peremuan dan pistol identik dengan laki-laki. Wanita diharap berbahasa dengan santun dan lembut. Laki-laki diharapkan sebagai sosok yang tegas dan tidak cengeng.
Perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang sudah dibentuk sejak kecil akan terefleksi dalam kehidupan sosial sehari-hari. Hal itulah yang membentuk ideologi suatu masyarakat. Ideologi merupakan salah satu dari social belief. Sebagai bentuk dari social belief sudah tentu ideologi tersebut tercermin pada setiap individu anggota suatu grup tertentu. Ideologi secara alamiah membangun representasi sosial setiap anggota suatu komunitas.
Representasi sosial merupakan kesadaran mental dari suatu grup. Bagaimana kepercayaan, pengetahuan, dan prasangka dari anggota suatu grup sosial memandang suatu permasalahan. Di samping membangun representasi sosial, ideologi juga membangun attitude (sikap). Dalam hal ini bagaimana sikap suatu komunitas dalam memandang suatu isu, misalnya bagaimana sikap suatu komunitas terhadap aborsi, kekerasan seksual,dan ketimpangan pembayaran gaji antara perempuan dan laki-laki.
Wacana kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan yang sering diwacanakan bukanlah sesuatu yang mudah karena pencapaian kesetaraan gender sangat dipengaruhi oleh ideologi masyarakat. Perubahan ideologi memerlukan proses dan dilakukan bukan dengan revolusi tetapi dengan tahapan yang panjang sehingga masyarakat dapat melakukan evolusi terhadap ideologi. [T]