15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Dialog Burung Pelatuk dan Si Tupai di Perkebunan Pak Tani

Wayan PurnebyWayan Purne
April 17, 2020
inDongeng
Kisah Perjalanan Mangga dan Pisau Menuju Titik Nirwana
21
SHARES

Alunan nyanyian tonggeret dan kicauan burung-burung bersahut-sahutan meramaikan luasnya hamparan perkebunan tumpang sari. Di perkebunan tumpang sari itu, hiduplah pohon duren, pohon manggis, salak, pisang, ceruring, langsat, dan kopi. Bahkan di antara mereka, hidup beberapa pohon singkong. Pohon cabai pun ikut berjuang ingin hidup di antara mereka. Mereka hidup saling bergotong-royong dan saling mengasihi. Tatkala buah-buah mereka mulai masak, banyak kehidupan bernapas panjang dari ulat, burung-burung sampai tupai.

Suatu senja tatkala para petani mulai merapikan semua perkakasnya dan siap pulang ke rumah yang berada di ujung perkebunannya, Si Tupai keluar dari sarangnya. Ia bersiap menelusuri mengikuti bau buah masak yang sempurna. Ia tak harus waspada menghidari peluru ketapel Pak Tani. Sebab, Pak Tani sudah berada di peraduan memimpikan masa panen yang indah akan datang. Para pembeli berebut memilih buah-buahan hasil panen mereka.

 “Hai, Platuk. Ternyata kamu sudah duluan di sini,” sapa Tupai bertengger di ranting pohon duren.

“Ya, aku lagi bahagia hari ini,” jawab Pelatuk yang masih asik mematuk buah duren.

“Mengapa sebahagia ini kamu, Platuk?” tanya Si Tupai terheran dan mulai menghedus-hendus buah duren dari satu ranting ke ranting yang lain.

“Ada kabar yang mengembirakan. Tuk tuk tuk tuk,” jawab Pelatuk yang semakin lebar membuat lubang di buah duren. Bau duren semerbak berhembus di balik kulit berdurinya.

“Kabar gembira apa, Platuk?” tanya Si Tupai semakin penasaran.

“Ada kabar gembira karena….”

“Seeeeet, sembunyi! Ada Pak Tani,” ucap Si Tupai secepat kilat memotong ucapan Platuk dan sembunyi di balik daun duren yang rimbun.

Benar saja, Pak Tani bersama cucunya terlihat dari kejauhan dari atas pohon duren itu. Mereka berdua menebarkan wangi sampo sebagai tanda baru selesai mandi di sungai yang tidak jauh dari rumah mereka.

“Kek, lihat itu ada Tupai dan burung Pelatuk! Ia ada di pohon duren kita. Mana ketapelnya, Kek?” ucap cucu Pak Tani.

“Sudah, biarkan saja. Tak ada guna juga mengusir mereka sekarang,” sahut Pak Tani, suaranya terdengar lesu.

“Kenapa, Kek? Bukankah biasanya Kakek selalu mengusirnya?”

“Biarkan mereka menikmati buah-buah itu. Buah-buah itu sekarang tidak ada yang membelinya. Toh, kalau ada yang membelinya, buah-buah itu akan dibeli dengan harga yang sangat murah,” ucap Pak Tani memberikan penjelasan kepada cucunya.

“Mengapa begitu Kek? Aku pernah bersama Ayah beli duren di kota harganya mahal, tetapi tidak seenak  duren yang ada di kebun Kakek.” kata cucu Pak Tani terheran.

“Nak, sekarang orang-orang diam di rumah. Mereka tidak boleh keluar rumah agar tidak terkena penyakit menular yang mematikan. Saudagar-saudagar buah pun tak ada yang datang membeli buah kita. Mereka harus tetap diam di rumah,” terang Pak Tani kepada cucunya.

“Kok bisa begitu, Kek?” tanya cucu Pak Tani yang masih bingung.

“Nak, konon, dalu kala mahluk bermahkota yang sangat kecil dan tak bisa dilihat oleh mata kita telah bangun dari tidur panjangnya. Ia bisa masuk ke tubuh kita. Di dalam tubuh, mahluk itu bisa menghentikan pernapasan kita. Ia bisa berpindah-pindah dari satu orang ke orang lainya. Makanya, orang-orang tak berani keluar rumah,” terang Pak Tani.

Cucu Pak Tani itu hanya mengangguk-ngangguk mendengar penjelasan kakeknya seolah-olah sudah memahami semuanya.

“Sekarang ini, cucuku, kita memetik buah di kebun hanya untuk kita nikmati sekeluarga. Sisanya, biarkan buah-buah itu kembali menjadi pupuk untuk dirinya sendiri,” ucap Pak Tani mengakhiri rasa kebingungan cucunya.

Pak Tani dan cucunya telah semakin jauh mendekati rumah mereka meninggalkan lambaian daun-daun hijau perkebunan yang diiringi lantunan kicauan burung-burung senja. Burung-burung yang hendak menuju ke peraduan bunga mimpi yang indah tanpa gengaman tangan pemburu. Percakapan mereka pun mulai terdengar sayup-sayup menghilang di telingan para binatang-binatang di kebun itu.

“Kamu dengar percakapan Pak Tani itu, Tupai?” ucap Platuk santai.

“Ya, Platuk. Aku dengar percakapan Pak Tani itu,” sahut Tupai keluar dari persembunyiannya.

“Hal itu yang aku maksud. Aku pun bebas menjelajah kebun ini bersama-sama temanku. Kapan pun aku mau, aku bisa menikmati buah-buahan di kebun yang luas ini,” ucap Platuk bahagia.

“Ihh Platuk, aku pulang aja ke sarangku. Aku takut tertular juga nanti,” sahut Tupai sedang berancang-ancang melompat.

“Tertular apa yang kamu takutkan? Kamu ada-ada aja?” tanya Platuk menghentikan langkah si Tupai.

“Aku takut tertular penyakit seperti yang diceritakan oleh Pak Tani itu,” sahut Tupai serius.

“Taktuk taktuk taktuk,” Platuk tertawa mendengar ucapan Tupai.

“Mengapa kamu tertawa? Kamu lupa ya? Dulu, saudara-saudara sebangsamu kena flu yang mematikan. Tak ada yang bisa yang menyelamatkan mereka. Tak ada yang membawa mereka rumah sakit, bahkan mereka dibakar dan ditimbun dalam tanah agar tidak tertular ke manusia,” jawab Tupai kesal.

“Benar, ucapanmu tidak ada yang salah Tupai. Memang dulu saudara-saudaraku banyak yang tewas mengenaskan. Tapi, sudara-sudaraku yang tewas adalah sudaraku yang tak lagi memiliki kebebasan di alam. Ia dikurung untuk bisa bekembang biak berdasarkan imajinasi pemikiran manusia bukan berdasarkan siklus alam bebas,” jawab Platuk.

Tupai mendengarkan semua ucapan burung Platuk dengan serius. Rasa kesalnya mendadak menghilang begitu saja.

“Jangan-jangan dulu saudara-suadaramu berkeja sama dengan mahluk flu itu dalam misi bunuh diri sekaligus membunuh manusia yang merebut kebebasan mereka,” ucap Tupai mengungkapkan pemikirannya.

“Mungkin benar pemikiranmu, Tupai. Tapi, harus disadari bahwa kita hidup di dunia alam bebas maka hidup mati kita mengikuti hukum alam. Berbeda dengan hidup manusia. Semenjak pikiran manusia berkembang pesat, ia keluar dari dunia alam bebas. Ia menciptakan dunia berteknologi tinggi di atas dunia alam bebas kita. Maka dalam pemikiran canggih manusia, dunia alam bebas kita bukan bagian dari penghidup dunia mereka,” ucap Platuk

“Oh begitu ya,” Tupai mulai bergairah lagi menghendus-hendus keharuman wangi buah duren yang menandakan mulai matang. Ia mulai melobangi buah duren itu mencari celah yang aman di antara duri-duri.

“Nah, bigutu dong. Kita nikmati semua buah yang ada di sini. Sementara ini pikiran sakti manusia tak akan mengusik kita. Mereka sedang sibuk mengurus penyakit dular itu. Penyakit itu tidak akan menular ke sebangsa kita,” ucap Platuk bersemangat ketika melihat Tupai kembali menikmati buah durennya.

“Wuusssssss duuk,” batu peluru ketapel mengagetkan buru Platuk dan Tupai yang hampir menghantam mereka berdua.

“Ap itu?” ucap kaget Tupai.

“Lompat Tupai! Itu anak Pak tani tadi. Ia baru datang dari kota,” teriak Platuk yang sudah terbang agak menjauh dari tempat pohon duren itu.

“Katamu tidak ada yang akan mengusik kita,” sahut Tupai melompat ke pohon lainnya.

“Mungkin anak Pak tani itu sedang setres karena dirumahkan di dunia alam bebas kita,” teriak Platuk yang masih terbang berputar-putar di atas dekat pohon duren itu.

“Ayo kita pulang saja! Sebentar lagi juga akan gelap,” sahut Tupai yang sudah aman bersembunyi dari kemarahan anak Pak Tani itu.

“Sampai bertemu lagi Tupai,” ucap Platu.

Mereka pergi pulang meninggalkan anak Pak Tani sendiri dalam cengraman kemarahan di kebun itu.

“Kemana perginya Platuk dan Tupai itu? Aku pecahkan kepalanya. Dia tidak tahu kalau hidup sekarang lagi susah,” anak Pak Tani itu menggerutu sendiri.

Anak Pak Tani itu mendekati pohon duren itu. Ia mencari-cari buah duren itu yang mungkin dalam pikirannya sudah ada yang jatuh. Akhirnya, ia temukan dua buah duren tergeletak di antara rerumputan dengan lubang menganga akibat perbuatan Platuk dan Tupai. Dua buah duren itu pun dibawa pulang oleh anak Pak Tani itu.

“Masih ada beberapa juri yang bisa dinikmati durun ini. Awas kalau besok ketemu mereka lagi. Aku tidak akan memberi mereka ampun,” pikir anak Pak Tani itu.   [T]

Tags: dongengfaunafloraPendidikan
Previous Post

Karang Binangun dan Korona

Next Post

Gamat Bay di Nusa Penida, Kawasan Lumbung Ekologis yang Kini Naik Ring Promosi

Wayan Purne

Wayan Purne

Lulusan Undiksha Singaraja. Suka membaca. Kini tinggal di sebuah desa di kawasan Buleleng timur menjadi pendidik di sebuah sekolah yang tak konvensional.

Next Post
Gamat Bay di Nusa Penida, Kawasan Lumbung Ekologis yang Kini Naik Ring Promosi

Gamat Bay di Nusa Penida, Kawasan Lumbung Ekologis yang Kini Naik Ring Promosi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co