Merebaknya wabah Corona atau yang dikenal dengan Covid-19 tak hanya meruntuhkan sendi-sendi ekonomi tapi juga kondisi mental masyarakat yang ditandai meningkatnya kecemasan yang dialami. Dilansir dari Tribun Bali, Sabtu 28 Maret 2020 di Bali sejak adanya wabah covid-19 ini, jumlah konseling ke psikiater yang berkaitan dengan kecemasan terhadap virus ini bertambah.
Menurut I Gusti Rai Putra Wiguna, Psikiater RSUD Wangaya, Denpasar tidak hanya ketakutan terhadap wabah virus tersebut yang membuat masyarakat cemas, melainkan dampak ekonomi yang berpotensi menimbulkan depresi. Sejak wabah virus Corona ini merebak di Indonesia, sedikitnya ada 20 pasien yang telah ia tangani karena mengalami kecemasan berlebih akan wabah Corona
Wiguna yang membuka konseling psikososial secara onlinedan gratis bersama Komunitas Teman Baik, sebuah komunitas kesehatan mental di Denpasar mengatakan 20 pasien yang meminta konsultasi semua karena kecemasan akibat pandemi Covid-19.
“Rata-rata keluhan pasien tersebut karena stres akibat perekonomian yang merosot drastis akibat wabah Corona dan kecemasan berlebihan akan keluarga dan dirinya karena takut tertular Corona,” ujarnya.
Tambahnya, kecemasan yang dialami biasanya cemas terhadap dampak ekonomi, cemas karena takut keluarganya ada yang kena seperti istrinya yang setiap hari keluar rumah takut tertular dan menularkan ke keluarga dan dirinya. Dari konseling yang dilakukan, sebagian besar mereka yang mengeluhkan kecemasan tersebut tidak memiliki riwayat gangguan kecemasan sebelumnya.
Konsumsi Berita Berlebih
Kecemasan di masa pandemi ini bertambah ketika konsumsi berita baik itu media cetak maupun daring dan media sosial semakin meningkat di tengah himbauan berdiam di rumah. Warga yang melakukan karantina mandiri lebih sering menggunakan gawai termasuk membaca berita terkait Covid-19. Bahkan, sebagaian besar waktu mereka dihabiskan dengan menggunakan internet termasuk media sosial.
Konsumsi berita berlebih terutama di media sosial tak ayal menambah kecemasan. Apalagi masih adanya hoaks atau berita bohong yang berhubungan dengan pandemi atau wabah Corona.
“Sebenarnya rasa cemas, khawatir, takut, jengkel dan sedih wajar saja terjadi dalam kondisi seperti sekarang ini tetapi jangan sampai hal itu kemudian menjadi berlebihan. Ini lebih banyak didorong oleh konsumsi media baik media sosial, ada yang juga menonton atau membaca berita dari pagi dan siang bahkan hingga sore yang membangun kecemasannya sendiri ” kata pria yang akrab disapa dr. Rai ini.
Ia menambahkan, sebenarnya pandemi Covid-19 tidak bisa dihindari dengan rasa cemas atau tidak cemas. Tetapi bagaimana kita menghadapi hal itu. Salah satunya adalah antisipasi. Untuk hal-hal yang berada dalam kendali kita sebaiknya kita antisipasi seperti rajin cuci tangan, mengenakan masker, kemudian pola hidup bersih di rumah, menjaga kesehatan dan makan makanan bergizi di keluarga. Juga, Melakukan sebisa mungkin pembatasan aktivitas atau menjaga jarak (phy
“Tetapi untuk hal-hal yang tak bisa kita hindari seperti pada beberapa anggota keluarga yang harus tetap bekerja, misalnya tenaga kesehatan atau yang bekerja di tempat-tempat vital yang di saat -saat seperti ini mesti bekerja tentu saja kita tidak bisa mengeluh.,” jelas dr. Rai
Relaksasi
Salah satu antisipasi menghadapi pandemi Covid-19 menurut dr. Rai adalah “menikmati”-nya dengan melakukan relaksasi. Ketika kita merasa sedikit stress atau merasa cemas berlebihan dengan cara mengatur nafas dan berfokus pada masuk dan keluarnya nafas kita. Atau, tetap terhubung dengan kawan dan kerabat yang walau tidak bisa kontak langsung denga menggunakan video call, telepon dan lain sebagainya.
“Bisa juga dengan mengatur aktivitas kita terutama bagi yang berdiam di rumah dengan beragam aktivitas dilakukan. Manfaatkan afeksi kita bersama anak-anak. Hal-hal ini perlu dilakukan agar ketika nanti pandemi Covid-19 berlalu kita tetap sehat secara mental,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini. [T]