Wabah Virus Corona memang tak mengenal batas wilayah, dan tak ada benua yang tidak terkena dampak Covid 19 ini . Virus Corona ini bisa menyerang siapa saja tidak peduli Raja, politisi, pejabat tinggi, wali kota, artis ternama bahkan rakyat jelata sekalipun bisa menyasar kesiapa saja. Karena pada kenyataannya memang wabah ini tidak mengenal kompromi. Wabah Covid 19 ini bahkan telah menembus koridor kekuasaan para pemimpin Negara dan juga sejumlah politisi dunia, nasional bahkan local seperti yang terjadi di Indonesia. Tak ada negara yang ternyata siap menghadapi wabah corono yang kemudian sangat cepat menjadi pandemi yang sangat menakutkan.
Organisasi Kesehatan Dunia menganggap COVID-19 sebagai “krisis kesehatan global terbesar saat ini”. Negara Kita Indonesia juga mengalami konsekuensi yang sama dengan Negara-negara lain yang juga diserang oleh virus baru ini. Tapi satu hal yang pasti: Pemetintah dalam setiap kesempatan menghimbau kepada seluruh warga , teman, saudara dan masyarakat “Ayo Kita bersama-sama mulai dari sendiri, dan melalui keluarga bisa melakukan sedikitnya bisa ikut untuk mencegah sekaligus memberantas virus Corona ini!”.
Kita semua dengan penuh kesadaran diri harus berusaha melindungi diri kita sendiri, keluarga, saudara, teman kita, dan tentu saja orang yang paling rentan di sekitar kita. Lakukan secara teratur mencuci tangan, menghindari kontak, serta berhati-hati agar tidak membebani fasilitas kesehatan, menunda perjalanan yang tidak perlu.
Di masa-masa sulit seperti sekarang ini, meskipun kita mungkin merasa tidak berdaya atas ancaman ini, tapi kita semua tak boleh berdiam diri. Dan ada hal-hal penting yang dapat kita lakukan dan lebih penting dari sekedar urusan sepele yaitu bagaimana ikut mencegah penyebaran Virus Corona ini.
Meminjam frasa dari perang melawan terorisme, Corona virus saat ini bak hantu di siang bolong kini tengah menghantui penduduk dunia bahkan ribuan orang meninggal di serang wabah COVID 19 ini. Kita harus benar-benar siap setiap saat untuk bersama-sama mencegahnya.
Di mulai dari hal yang kecil, misalkan setiap kali Anda batuk atau bersin, gunakanlah selalu tisu atau saputangan dan lekukan lengan Anda. Setiap kali Anda usai melakukan kegiatan cuci tanganlah, sesering Anda bergerak melakukan segala aktivitas. Keliatannya ini memang terlihat simple dan sepele, tapi rasanya terkadang kita tak habis pikir karena pada praktiknya masih saja ada orang yang enggan atau cenderung menggangap remeh temeh hal semudah ini. Utama adalah selalu jaga jarak sosial dan jauhi orang lain selama wabah ini masih berkembang.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini memang tidak akan merubah kondisi ataupun menyembuhkan mereka yang sudah positif Covid-19, dan tak lain maksud tulisan ini bukan untuk itu. Tetapi harus saya katakan dengan kerendahan hati dipenuhi kekesalan mendalam, bahwa setidaknya diharapkan tulisan ini dapat mengedukasi pemahaman yang tidak keliru terhadap antisipasi dan upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-Amin dalam menanggulangi penyebaran virus Corona ini.
Tulisan ini muncul dikarenakan pada dua bulan terakhir saya dikejutkan oleh sikap para elite politik kita yang sepertinya acuh tak acuh melihat kondisi negera yang sedang dirundung duka karena masyarakatnya diserang oleh virus yang mematikan yaitu “Virus Corona”.
Mengutip pernyataan Profesor Tata Kelola Ekonomi Global di Universitas Oxford, Prof Ngaire Tui Woods CBE” pada Februari 2020 lalu di sebuah situs Project Syndicate, dia mengemukakan bahwa saat ini di sebagian besar dunia, warga negaranya tidak mempercayai para politisi untuk mengatakan yang sebenarnya, jadi mereka malah beralih ke media sosial dan sumber informasi lainnya.
Pendiri program Oxford-Princeton Global Leaders Fellowship yang lahir di Selandia Baru ini, dalam opininya yang berjudul “Saat Virus Berubah Politik” mengingatkan karena coronavirus terus menyebar, masyarakat harus mengandalkan kerja sama internasional antara pemerintah untuk memerangi penyakit secara efektif.
Hanya saja, lanjut dia, tekanan yang meningkat pada para pemimpin politik berisiko mendorong mereka ke arah langkah-langkah jangka pendek yang lebih nasionalistis yang kurang efektif atau bahkan kontraproduktif. Ngaire Woods menilai sebelum coronavirus meledak menjadi berita, sebuah laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa dunia tidak siap untuk “pandemi patogen pernapasan yang bergerak cepat dan mematikan” yang dapat membunuh 50-80 juta orang, menyebabkan kepanikan dan ketidakstabilan, dan secara serius mempengaruhi ekonomi dan perdagangan global.
Pengalaman lebih dari 200 tahun terakhir telah menunjukkan bahwa hanya pemerintah yang bertindak bersama-sama yang dapat secara efektif memerangi pandemi semacam itu – dan bahkan kemudian, hanya dengan kepercayaan dan kepatuhan warga negara mereka. Dan tantangan yang dihadapi para pemimpin politik dalam perang melawan virus corona baru, yang sekarang dikenal sebagai COVID-19 yang terpenting adalah terkait dengan komunikasi. Informasi yang akurat dan tepercaya sangat penting dalam memerangi pandemi.
Namun di sebagian besar dunia, menurut Ngaire Woods, warga negara tidak mempercayai politisi untuk mengatakan yang sebenarnya, jadi mereka malah beralih ke media sosial dan sumber informasi lainnya.
Namun Ngaire Woods melihat media sosial juga memunculkan “infodemik” berita dan rumor palsu yang juga bisa membahayakan kesehatan masyarakat. Dan WHO saat ini harus membantah klaim bahwa obat kumur, semprotan hidung, dan minyak wijen dapat mencegah orang terinfeksi COVID-19. Demikian juga, kampanye anti-vaksinasi online dalam beberapa tahun terakhir telah memicu kebangkitan campak yang sepenuhnya dapat dicegah. dan sekarang WHO. menghimbau setiap orang menggunakan masker, tak masalah masker kain agar terhindar dari virus ditengah langkanya alat perlengkapa diri (ADP) bagi tenaga medis yang mengani pasien yang terpapar corono.. karena itulah masyarkat mesti dapat menjaga diri dengan menggunakan masker agar terhindar dari penyebaran corona.
Sebagai catatan positif, WHO bekerja sama dengan perusahaan media sosial untuk memastikan bahwa informasi publik yang andal muncul pertama kali ketika orang mencari berita tentang coronavirus. Mereka juga bekerja sama dalam menempelkan peringatan pada pos-pos kelompok yang mempromosi kan teori konspirasi dan desas-desus tentang virus ini, dan dalam menghilangkan pos-pos yang membahayakan kesehatan masyarakat. Semua politisi yang bertanggung jawab harus mendukung upaya tersebut.
Sama halnya, para politisi dan perusahaan media sosial perlu memerangi reaksi xenofobik, yang terlalu mudah memacu pandemi.
Sudah ada laporan tentang gelombang diskriminasi terhadap orang-orang Asia Timur sejak pecahnya COVID-19. Stigma dan diskriminasi membuat lebih sulit untuk memerangi penyakit menular, karena mereka meningkatkan kemungkinan orang yang terkena dampak akan menghindari mencari perawatan kesehatan.
Yang terpenting, perjuangan melawan COVID-19 mengharuskan orang yang terinfeksi cukup memercayai otoritas publik untuk mengidentifikasi dan membantu melacak setiap orang yang berhubungan dengan mereka, sehingga memungkinkan langkah-langkah isolasi yang tepat untuk dilakukan. Ini kurang mungkin dalam suasana stigma dan diskriminasi.
Akhirnya, kesiapsiagaan adalah kuncinya. Pemerintah harus berkomitmen pada sumber daya sebelumnya dan memiliki struktur komando yang siap pakai jika terjadi keadaan darurat kesehatan masyarakat global. Tetapi politisi sering enggan berinvestasi dalam pencegahan penyakit, merasa jauh lebih mudah untuk mengklaim kredit untuk rumah sakit baru yang mengkilap. Lebih berbahaya lagi, mereka dapat memotong dana untuk program pencegahan dengan pengetahuan bahwa pemerintah di masa depan akan menghadapi konsekuensinya.
Mempolitisir Ketakutan Jadi Senjata Politisi Busuk
Sebenarnya penulis enggan masuk dalam pusaran politik praktis ataupun ingin mencampuri isu miring atau tuduhan-tuduhan yang muncul belakangan di kalangan politisi di Indonesia saat ini. Yang ingin kita coba kemukakan adalah bagaimana pentingnya politik santun dan beretika.
Walaupun sebenarnya itu sulit terjadi, tapi paling tidak tentunya masih banyak ada para politisi yang dengan bijak dan sangat menjunjung tinggi adat ketimuran yang sangat menjunjung adat sopan santun dan sangat beretika.
Sepertinya, politisi kita harus belajar dari Drs. Moh. Hatta dan Mayor Jenderal TB Simatupang dapat kita melihat bahwa kepentingan nusa dan bangsa serta Negara Kesatuan RI jauh lebih penting dari kepentingan pribadi. Dan sepanjang yang dapat ditelusuri penulis, Moh. Hatta dan TB Simatupang tidak pernah menjelek-jelekkan kepribadian dan kepemimpinan Bung Karno pada eranya.
Lantas sejenak kita bisa mundur kebelakang, 19 tahun silam, mengutip pernyataan, Sholehudin Abdul Aziz dalam tulisannya di Kompas.com 26 Mei 2011 berjudul: “Adakah Politik Santun dan Beretika?”, kelihatannya juga sulit menjawab pertanyaan itu. Sholehudin dengan segala kegusarannya menuliskan: “Para politisi dari partai politik siap melakukan kompromi politik apa saja, dengan siapa pun, dan melalui langkah apa pun, tak peduli apa pun hingga akhirnya harus mengorbankan nilai-nilai agama, etika dan ideologi partai itu sendiri”.
Dia juga mengungkapkan, “wajar bila Presiden Soekarno pernah mengilustrasikan kekecewaannya terhadap sikap politik dan peran partai-partai, dalam pidato peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956 yang berjudul: “Kuburkan Partai Politik”. “Kita semua diserang penyakit. Penyakit yang lebih berbahaya daripada sentimen etnik dan kedaerahan. Anda barangkali bertanya, penyakit apa itu? Dengan terus terang, saya katakan: Penyakit partai politik….”Di akhir tulisannya, Sholehudin mengatakan, “Maka dari itu, jangan sekali-kali bicara etika dan kesantunan dalam berpolitik karena politik memang bukan wilayah etika dan kesantunan”.
Setuju atau tidak setuju dengan pendapat tersebut adalah wajar, sama dengan pendapat politik itu kotor atau tidak, bergantung pada siapa, mengapa, bagaimana, serta kapan penilaian itu dibutuhkan atau dikemukakan. Politik itu secara sederhana dapat kita artikan sebagai suatu upaya memperoleh, merebut atau meraih, memelihara, serta mempertahankan kekuasaan. Dengan demikian setiap langkah atau gerak untuk mencapai suatu kedudukan atau posisi pada hakikatnya sudah masuk ranah politik.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan generasi milenial yang terjun ke dunia politik harus memiliki karakter yang kuat. “Jangan sekali-sekali jadi yang tidak berkarakter, karena ujung-ujungnya bisa jadi politikus busuk,” kata Siti dalam talkshow Milenial Memimpi di Grand Slipi Tower, Jakarta, Senin, 26 Februari 2018.
Untuk menjadi politikus berkarakter, Siti mengingatkan kepada anak muda untuk memiliki bekal. Salah satunya ialah dengan banyak membaca tentang perjuangan pendiri bangsa sampai memerdekakan negara dan suasana kebatinan sampai konstitusi tertulis. Pasalnya, kata dia, pemimpin harus dekat dengan filosofi.
Rasanya kedua pendapat kedua tokoh ditas beralasan karena hal itu saat ini terjadi, begitu banyak orang mengeritik Jokowi, tapi tanpa pernah sekalipun mereka sanggup memberikan pemahaman ataupun solusi yang masuk akal. Mereka justru hanya teriak-teriak merasa diri paling mengerti dan jago bisa menangani wabah Covid 19 ini. Lantas apa yang sesungguhnya sudah mereka lakukan, ternyata “ Kosongan Baso kata orang Semarang alias Nol besar”.
Bahwa ternyata ada di negeri ini Politikus dan juga media yang suka menggunakan rasa takut untuk menghindari logika kita. Saya selalu mengatakan kepada rekan-rekan -media yang saya kenal agar bekerjalah dengan hati, independen dan selalu menjunjung tinggi kode etik profesi sebagai jurnalis dan jangan mengambil kesempatan ataupun keuntungan terlalu banyak dengan memicu emosi masyarakat dengan ketakutan.
Ada memang politikus yang suka tampil dalam reality show politik, dan tentu saja sangat mengejutkan masyarakat Indonesia dan juga bagi siapa pun dari luar Indonesia.
Saya melacak berbagai tanggapan negative atas apa yang dikemukankan oleh Politisi muda dari Anggota DPD RI asal DKI Jakarta, Fahira Idris yang kemudian dilaporkan oleh Ketua Umun Cyber Indonesia, Habib Muanas ke Polda Metro Jaya. Fahira dilaporkan terkait dugaan menyebarkan berita bohong atau hoaks ihwal pengawasan virus corona (Covid-19) di berbagai wilayah di Indonesia. Hoaks itu diunggah oleh akun twitter @FahiraIdris yang berbuntut dirinya di polisikan.
Atau, di berbagai tingkat kesehatan masyarakat dan otoritas politik yang ada justru ada anggota parlemen kita yang malah memberikan dampak buruk kepada masyarakat Indonesia khususnya di tengah bersilangan global, nasional,dan local. Mereka justru bukan memberikan kesejukan seperti di Negeri Tirai bamboo,tempat pertama wabah ini berkembangbiak tapi malah menyampaikan sesuatu yang semestinya tidak mereka lakukan.
Aneh memang politisi kita, ketika mereka berinteraksi satu sama lain yang mereka ungkapkan justru keprihatinan politik dan bukan kecemasan sosial selama wabah ini menyebar di Indonesia justru malah mengada-ada. Ketika satu daerah terindikasi ada korban covid 19 di satu kabupaten kota dengan jumlah penderita sekian, yang tentu saja merupakan sebuah tragedi, liputan media besar dapat membuat orang-orang menganggap seluruh kota itu dikepung dan tidak aman. Dan politisi terkesan berlebihan menanggapi kondisi yang ada, disisi lain mediapun ikut membesar-besarkan yang sebenarnya tidak terjadi. Dan sungguh menyedihkan memang dan menurut saya, memalukan, karena pada ketika pemerintah dan dunia internasional bisa bergandengan tangan saling bantu dan peduli, beberapa politisi kita dan anggota DPR yang terhormat justru hanya berpangku tangan. Mereka justru asik sibuk mengkritik, mencaci dan menghina, dan nyinyir di media sosial tanpa basa basi dan kompromi, apalagi berbuat.
Sungguh pemandangan yang tak lazim, apakah mereka sudah tak punya hati, akal dan perasaannya pun mati, benar-benar tak peduli atau lantaran menghamba diri pada parpol semata, Entahlah?
Saya melihat dan membaca suara-suara pendukung yang berseberangan dengan Jokowi seperti kembali mengemuka, para oposisi hingga barisan sakit hati bersatu dalam konspirasi semu. Dan mereka seakan tak berhenti dan terus tetap bergerak seolah menebar virus baru yang saya sebut sebagai “Virus ketakutan” hingga membuat masyarakat panik, entah demi tujuan apa mereka hingga terang-terangan melakukan itu demi kepentingan politik semata.
Sementara ribuan orang di seluruh penjuru Nusantara tengah bahu membahu menggalang dana dan melakukan kegiatan pencegahan serta untuk membantu pemerintah mengatasi epidemic global ini. Anehnya lagi, mereka dengan beraninya secara terbuka dan tak segan-segan selalu mengatakan bahwa “Presiden Jokowi lamban. Jokowi tidak bekerja. Jokowi salah pilih menteri hingga Jokowi dianggap tidak berhasil menanggulangi penyebaran Virus Corona”.
Hebatnya lagi, ada beberapa media yang justru ikut andil memperkeruh suasana dan tak berpikiran jernih seolah ingin mendulang keuntungan untuk meraup iklan dan kerjasama dengan mengekpose Pandemi Virus Corona ini.
Seharusnya kita perlu belajar dan ikut bersama-sama dengan penuh kesadaran membantu pemerintah sebagaimana yang terjadi di negeri tirai bamboo. Karena telah banyak negera kini telah menengok ke Pemerintah China yang bangkit dalam waktu yang tidak begitu lama. Dan pemerintah China bersama rakyatnya berjuang bersama dengan kesadaran diri yang tinggi patuh pada pemimpin mereka yang terbukti menjadi kunci keberhassilan mengatasi penyebaran virus Corona. Negeri yang menganut paham komunis ini justru tengah ikut memberikan bantuan moril dan dan dana yang tidak sedikit membantu negara-negara di dunia ikut memberantas virus corona ini. Hebat bukan , Negeri yang komunis saja bisa, apalagi kita yang berlandaskan Pancasila yang katanya selalu menjunjung tinggi agama, budaya, adat istiadat pastinya bisa mengatasi pandemic Covid19 ini.
Semoga ini menjadi pencerahan bagi kita semua bahwa penyakit ataupun wabah bisa menyerang kita, anak, istri, bapak, ibu ataupun saudara dan teman kita. Jadi tunggu apalagi mari kita perangi bersama dengan pemerintah bahu membahu ikut serta mengantisipasi menyebarnya wabah Corona ini.
Hakekatnya, kita semua sama tengah menghadapi ancaman kesehatan global. Tetapi, dalam upaya melawan penyebaran, semua orang harus berkorban sesuai dengan kemampuan masing-masing , lebih lebih membantu alat-alat pengaman diri (APD) bagi dokter dan paramedis sebagai garda terdepan dalam menanggulangi masyarakat yang terkena covid19. Jangan melakukan penimbunan kelengkapan yang sangat dibutuhkan masyarakat termasuk masker.. jangan mengambil keuntungan ekonomi disaat musibah.. membantu memberikan sembako bagi tenaga kerja formal dan informal yang terkena pemutusan hubungan kerja atau diistirahatkan karena hotel restauran dan semua akomodasi pariwisata tekena dampak ekonomi yang sangat parah dari covid19.. Ada owner salah satu hotel yang saya kenal sampai menangis karena merumahkan seluruh pegawainya karena hunian hotelnya sudah Nol persen, yang tak pernah terjadi dalam dua dekade sebelumnya.. begitu juga hotel-hotel lainnya di seluruh Indonesia.
Dalam situasi seperti sekarang ini layakah kita berkeluh kesah dan menyalahkan pemerintah? Saatnya kita bersama, kelompok masyarakat, kelompok profesi turut berkontribusi untuk meringankan beban yang dipikul pemerintah dalam menghadapi pendemi
global. Karena tak ada pemerintah negara manapun yang siap dan mampu menghadapi sendiri termasuk negara maju Amerika maupun Eropa. Oleh karenanya jika tidak bisa membantu jangan memberati dengan penyebaran berita hoak, dan mengambil keuntungan , apalagi keuntungan politik demi kekuasaan. Janganlah menjadi politisi busuk. Politisi yang tidak bermoral yang mengambil keuntungan dalam bencana yang sedang melanda.
Terakhir, Bagaimana dengan kita masyarakat dan keluarga di Indonesia memerangi penyebaran covid19 , ikuti protokol yang telah diberikan oleh pemerintah Belajar, Bekerja dan Berdoa #diRUMAHSAJA#
Semoga pendemi covid19 dapat teratasi dan kehidupan kita masyarakat bangsa Indonesia dan dunia kembali normal seperti sediakala.