- Judul Buku : Srimenanti
- Penulis : Joko Pinurbo
- Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
- ISBN : 978-602-06-2908-7
- Halaman : 138
Joko Pinurbo merupakan seorang pujangga kata yang lahir di Sukabumi dan sekarang tinggal di Yogyakarta. Sepak terjangnya mulai muncul ke permukaan sejak ia menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul “Celana” dan hingga kini masih aktif menulis. Srimenanti merupakan novel perdana yang ditulis oleh Joko Pinurbo.
Hal yang membuat saya tertarik dengan karya-karya dari Joko Pinurbo adalah setelah saya mengetahui bahwa kemampuan Najwa Shihab atau yang akrab disapa Mbak Nana berasal dari kekagumannya dengan Joko Pinurbo. Itu ia ungkap saat Pembukaan Diklat Jurnalistik yang diselenggarakan oleh Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) di Lombok. Sejak saat itu, saya bertekad untuk membaca karya dari Joko Pinurbo. Sejujurnya secara basic saya tidak terlalu bisa menikmati puisi, karena saya lebih menyukai cerita yang berlanjut. Pertemuan saya dengan “Srimenanti” pun terjadi secara tidak sengaja, sehingga saat itu saya memutuskan untuk meminang buku ini untuk mengenal Joko Pinurbo untuk pertama kalinya.
Sampul buku yang didominasi dengan warna biru cenderung tidak terlalu gelap juga tidak terlalu terang membuat pembaca tentu tertarik untuk memandang dan memilikinya ditambah dengan sosok perempuan yang di jemarinya terdapat kuas yang biasanya digunakan untuk melukis, sehingga pembaca sudah barang tentu bisa menebak bahwa tokoh utama dari novel ini berprofesi sebagai pelukis. Tetapi yang menjadi menarik adalah pewarnaan sosok perempuan ini. Kepala dan tangan kirinya dilukiskan berwarna biru tua, sedangkan tangan kanannya memiliki warna seperti umumnya warna kulit seseorang.
Untuk kedua kalinya saya bertemu dengan novel yang memiliki cerita dengan dua sudut pandang tokoh, sebelumnya dalam novel “Teman Tapi Menikah #1 dan #2” karya pasangan Ayudia Bing Slamet dan Ditto Percussion. Dua tokoh itu ialah Srimenanti yang berprofesi sebagai pelukis dan Sang Penyair. Hingga akhir cerita novel ini pun, penulis tak mengungkap siapa nama tokoh dari sang penyair ini. Tentu dengan metode penulisan novel ini menggunakan sudut pandang dari dua tokoh semakin memperkaya jalan cerita dari novel tersebut dan semakin menarik untuk pembaca ikuti.
Selain memperkaya sudut pandang, tentu dengan penulisan menggunakan sudut pandang dua tokoh ini memiliki tantangan untuk menyingkronkan jalan cerita agar sudut pandang tokoh satu dengan yang lain memiliki keterkaitan yang selaras. Hal ini berhasil dilakukan oleh Joko Pinurbo dalam novelnya ini. Sebagai seorang penyair, Joko Pinurbo cukup banyak menyisipkan berbagai kutipan puisi didalam ceritanya.
Bahkan novel ini berhasil dibuat oleh Joko Pinurbo berkat puisi dari Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Pada Suatu Pagi Hari”. Puisi inilah yang membuat Srimenanti dan Sang Penyair bertemu hingga menjadi kawan baik sampai akhir cerita. Uniknya dua tokoh utama ini memiliki idola, kawan-kawan dan lingkungan yang berbeda tetapi Jokpin (sapaan akrab Joko Pinurbo) mampu mempertemukan mereka berdua dengan cara membuat setiap tokoh yang ada dalam novel ini saling berkaitan satu sama lain. Entah itu teman kuliah, teman saat masih usia dini, hingga kawan kerja. Semua diceritakan dengan baik oleh Jokpin.
Walaupun memiliki cerita yang mampu membuat pembaca tak berpaling dan terus ingin membaca sampai akhir tanpa jeda, novel ini tentu memiliki kekurangan. Pergantian penuturan tokoh dalam novel ini tidak bisa kita ketahui lebih awal karena tidak ada sub judul yang menyertai disetiap mulainya cerita baru, sehingga sebagai pembaca kita mesti lebih hati-hati untuk mengidentifikasi apakaha cerita ini diceritakan dari sudut pandang Srimenanti atau Sang Penyair. Selain itu, layout novel yang minimalis membuat novel ini terasa kurang lengkap jika bisa saya ibaratkan “bagai sayur tanpa garam” bagus hanya saja ada yang kurang.
Novel ini menuntut kita untuk mengungkap sendiri siapa tokoh Sang Penyair yang menjadi salah satu tokoh utama dalam cerita ini. Setelah cerita melewati setengah jalan maka akan muncul titik terang siapa sebenarnya Sang Penyair ini dan menjadi jelas di akhir cerita. Penasaran? Silahkan baca novel ini, saya rasa novel ini cocok untuk kalian baca sebagai media untuk memperkaya kosa kata. Selamat membaca! [T]
Denpasar, 1 Februari 2020