Kadang saya berpikir sambil duduk memandangi lautan lepas, karna kapal tempat saya bekerja tidak dperbolehkan untuk bersandar. Dibalik kasus virus corona ini ada hikmah tersendiri. Sadar akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan. Begitu pula menjaga pola makan dan jenis makanan.
Dan bagi saya pribadi, dengan tidak adanya tamu, pekerjaan sedikit, saya bisa punya waktu dan energi lebih untuk menulis.
Seluruh dunia sekarang sedang dalam situasi genting. Semua sibuk berperang melawan virus yang sampai saat ini telah menelan puluhan ribu jiwa di seluruh dunia. Belum lagi yang terinfeksi. Kejadian luar biasa ini berimbas di segala lini kehidupan. Termasuk melemahnya perekonomian dunia.
Bagi para pekerja kapal pesiar seperi tulisan saya sebelumnya, menjadi sebuah shock therapy mengingat mereka mendapatkan rejeki dari tamu yang notabene sebagian besar berasal dari Amerika Serikat.
Hingga akhirnya pemerintah Amerika memutuskan untuk melarang warganya bepergian menggunakan kapal pesiar sampai batas waktu yang ditentukan yakni 30 hari. Mungkin saja nanti akan diperpanjang apabila keadaan dunia masih belum stabil dan virus corona masih belum menurun intensitasnya.
Dengan tidak adanya tamu, mutlak crew member yang penghasilannya berasal dari tiping tamu, tidak ada lagi pemasukan. Mereka hanya mendapat gaji pokok saja. Begitu juga kemungkinan ke depannya. Pulang itu adalah sudah pasti. Tapi mungkin bertahap. Company juga masih butuh beberapa orang di masing-masing departemen untuk tetap stay di kapal.
Dalam situasi yang seperti ini, pekerjaan sedikit, banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk hal-hal yang positif dan menyenangkan. Ada yang berenang, lari sore di jogging track, begitu pula dengan fasilitas-fasilitas lainnya boleh digunakan oleh crew seperti gym, smoking area, swimming pool dan lain-lain.
Diantara semua itu, karena saya lebih senang duduk dan melamun, saya memutuskan untuk kembali menulis setelah sekian lama absen, dalam artian sudah lama saya tidak intens menulis dan menelurkan tulisan.
___
- BACA JUGA:
- Crew Member Indonesia, ”No Sambal, No Power”
- Kerja di Kapal Pesiar, “Macolek Pamor” Dianggap Kaya
- Surat Kecil Pekerja Kapal Pesiar dari Tengah Laut: Kemungkinan-kemungkinan Nasib yang Kami Terima
- Surat Kecil Pekerja Kapal Pesiar dari Tengah Laut: “Saya Baik. Terima Kasih, Company!”
___
Dulu, sebelum bekerja di kapal pesiar, saya masih bisa menulis cerita pendek berbahasa Bali. Beberapa cerita tersebut saya masukkan ke dalam buku Antologi Ling. Kumpulan cerpen mistis kriminalis.
Anehnya, 5 tahun di kapal, saya sama sekali belum menulis cerita tentang kehidupan kapal. Mungkin artikel-artikel yang saya buat di Tatkala ini menjadi momentum pertama saya menuliskan situasi di kapal pesiar dan pertama kal saya menuliskannya ke dalam bahasa Indonesia.
Saat ini, masih ada tabungan ide dan tulisan berbahasa Bali yang akan saya terbitkan nanti. Sambil belajar menulis menggunakan bahasa Indonesia. Karena menurut saya pribadi, ketika sudah terbiasa menulis dengan bahasa Bali, untuk melompat menggunakan bahasa Indonesia agak sulit. Masih terlihat kaku. Semoga nanti terbiasa.
Hari-hari belakangan ini, di kapal, saya menulis apa saja yang saya temui. Belajar menulis di kapal pesiar dan saya sebagai pelaku di dalamnya. Tak bisa dipungkiri, dalam kekhawatiran, kecemasan serta kegentingan akibat adanya virus corona, menulis menjadi sebuah pilihan untuk menuangkan segala perasaan dan hal-hal lain yang telah saya temui.
Banyak hal yang terjadi. Banyak hal pula yang harus ditulis. Semoga saja kesehatan selalu ada dalam diri ini hingga saya bisa tetap menuliskan yang telah berlalu dan situasi saat ini yang selalu berubah tiap detik.
Salam dari samudra. [T]