Oleh: Made Swisen — Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng
____
Perkenalkan namaku Made. Usiaku? Ahh, haruskah? Yang jelas aku lahir saat Pak Harto masih menjadi Presiden Indonesia. (Memangnya pernah jadi presiden negara lain?)
Aku tinggal di Desa Baliaga, tepatnya Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali, sekitar 30 Kilometer di arah barat daya pusat kota Singaraja. Desaku dikenal banyak orang sebagai desa yang menghasilkan olahan pertanian yaitu gula aren.gula yang punya rasa istimewa dan manisnya tiada duanya.
Rumahku agak jauh dari pusat desa, sekitar 2 kilometer arah selatan dari pusat desa, artinya dari titik paling ramai di desaku. Rumahku sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari bedeg bambu, atapnya dari genteng dan lantainya pun masih berupa tanah. Bahan-bahan itu hampir semua didapat dari alam di desaku.
Namanya juga bahan alami, kadang lapuk terlalu cepat. Kalau hujan deras, terkadang atapnya di sana-sini banyak yang bocor. Maklumlah reng-nya hanya terbuat dari bambu yang cepat rapuh. Jika saat musim penghujan tiba, dingin terasa sampai ke dalam kamar.
Tapi saat musim kemarau hawanya sangat sejuk. Mungkin karena tingkat kelembaban di desaku cukup tinggi. Rumahku tidak begitu luas, ukurannya 6×7 meter persegi. Terdiri dari 3 kamar tidur, satu ruang keluarga.dan dengan dapur yang terpisah.
Suatu hari desaku mendapat Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemerintah Kabupaten Badung. Dan bapakku adalah salah satu penerimanya. Rumahku harus dibongkar dan diganti dengan rumah yang sesuai dengan aturan dari pemerintah tentang bedah rumah. Akhirnya rumah baruku sudah berdiri dengan dua kamar tidur,1 dapur,dan 1 kamar mandi. Aku dan keluargaku merasa senang. Aku berterima kasih kepada pemerintah yang sudah berupaya meningkatkan kesejahtraan masyarakatnya termasuk keluargaku.
Meski baru, rumahku tetaplah sebagai rumah desa. Bukan rumah megah seperti yang biasa ditonton di sinetron televisi. Bahan-bahan alami masih tetap digunakan, karena bahan-bahan alami itulah yang membuat rumahku menjadi benar-benar sebagai rumah yang sesuai dengan jiwaku. Jiwa yang selalu mencintai desa, dan mencintai alam di desaku.
Aku nyaman berada di rumah baruku, selain sudah layak huni, juga rumah ini dapat menjadi tempatku menjalani proses kehidupan, menimba ilmu dan bermanfaat bagi orang lain. Rumahku sangat spesial bagiku.selain sebagai tempat berteduh juga sebagai tempat menuangkan ide, dan imajinasiku yang kudapatkan dari para sahabat, teman, dan bahkan dari tamu yang berkunjung ke rumahku.
Aku bahagia tinggal di rumah yang menyatu dengan alam. Selain sebagai tempat kumpul keluarga, juga sebagai tempat berkumpul dengan teman, baik teman dekat sesama dari desa, maupun teman dari jauh, di luar desa.
Rumahku memang sering kedatangan tamu. Selain teman teman akrabku, teman bapakku, kadang juga temanku dari kota.yang kebetulan datang ke desaku.untuk urusan tertentu dan menyempatkan diri mampir ke rumahku. Ada juga teman yang memang sengaja datang ke rumahku.
Karena aku juga menjadi salah satu anggota komunitas pemuda di desaku, maka sering sekali teman-temanku datang dan berkumpul di rumahku, biasanya untuk mengadakan rembug soal kegiatan yang akan kami lakukan. Bersama anggota komunitas.biasanya kami ngobrol dan bertukar pikiran di bale bengong yang juga sangat sederhana. Walaupun dengan suguhan ala kadarnya, teman-temanku selalu merasa rumahku begitu menyenangkan. Rumahku tidak pernah sepi.
Suasananya yang sangat alami dengan nuansa pedesaan yang masih kental, aku sengaja menanam tanaman yang kuanggap bisa mempercantik rumahku. Apalagi bapakku juga seorang tukang pijat, selain sebagai pengrajin katik sate jerimpen khas desaku. Sering sekali tetanggaku datang sekedar minta bantuan untuk dipijat oleh bapakku.
Jadi, rumahku bisa berubah fungsi setiap saat. Jadi tempat tinggal, tapi juga sesekali jadi temapt rapat komunitas, juga sebagai tempat orang berpijat. [T]