31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Ketua Takmir dan Nasib Marbot Pilihannya

Pandu KalambyPandu Kalam
March 17, 2020
inCerpen
Ketua Takmir dan Nasib Marbot Pilihannya

Cerpen: Pandu Kalam

Lima menit menjelang adzan, Marbot Li belum juga tiba di masjid. Jika ia mengulur waktu adzan hanya untuk menunggu datangnya Marbot Li yang tidak diketahui di mana rimbanya, maka dosa seluruh warga kampung yang tidak menunaikan sholat tepat waktu akan ditimpakan kepadanya. Karena hanya ia yang ada di masjid,  tak ada yang bisa diandalkan. Dikumandangkanlah adzan dengan nada yang datar saja. Suara penuh serak hingga tak jarang membuatnya batuk-batuk di tengah melafadzkan kalimat  adzan. Semua itu mewakili usianya yang renta.

Rupanya tak ada satu pun jama’ah yang datang setelah ia mengumandangkan adzan, bahkan selang beberapa menit setelah itu pun masih tak ada juga. Pada akhirnya ia juga yang melafadzkan iqomat, dan menjadi imam bagi dirinya sendiri pada satu-satunya masjid yang ada di kampung itu.

Sang takmir kalap karena pengalaman sholat shubuh tadi. Apa sebab warga kampung tak ada yang mau sholat di masjid? Pikirnya. Hal ini menjadi beban pikiran terbesar dan tentu memberi isyarat bahwa ada tanda-tanda ketidakbecusannya sebagai takmir masjid. Empat bulan berjalan dipercaya menjadi takmir, apa kiat yang dilakukan sebagai langkah untuk memakmurkan masjid? Saat ini makin tak masuk akal saja. Bukannya jama’ah bertambah malah sekarang tak ada sama sekali jama’ah? Ia membayangkan apa yang akan dilaporkannya ke hadapan Tuhan saat di Padang Mahsyar kelak. Di sana akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan atas segala yang dilakukan oleh ummat manusia selama hidup di dunia. Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa, Ketua RT, Ketua RW, dan ketua-ketua yang lain tak luput dari persaksian Tuhan. Bukan main, bisa-bisa saya tenggelam dengan keringatku sendiri!!, pikirnya lagi.

Dan, Marbot Li? Ke mana perginya ia sekarang? Tak ada yang tahu.

***

Di rumah, Bapak akhir-akhir ini lebih suka menyendiri. Duduk diam di muka pintu dengan tatapan mata yang jauh dan kosong. Kata Mamak, Bapak sedang dilanda gelisah. Marbot Li yang bertugas membersihkan masjid dan mengumandangkan adzan itu belum diketahui di mana rimbanya. Tujuh hari sudah warga kampung tak ada yang mau sholat berjama’ah di masjid. Dan akhirnya, Bapak yang mengumandangkan adzan, melafadzakan iqomat, dan menjadi imam bagi dirinya sendiri.

Tentang ketiadaan Marbot Li, Bapak sudah melaporkannya ke pihak kepolisian namun tampaknya polisi tak mempunyai minat mengurusnya. Polisi hanya datang melakukan pemeriksaan di hari itu saja. Selebihnya tidak lagi. Warga kampung juga sama sekali tak ada yang mau membantu mencari. Bapak saja yang mencari.

Mungkin karena jengkel dengan sikap warga kampung yang tak mau sholat berjama’ah di masjid, suatu kali Bapak mengumandangkan adzan tidak pada waktunnya. Saat itu waktu menunjukkan pukul 08:00, waktu ketika Bapak sering melaksanakan sholat Dhuha’di masjid, sendirian. Gemparlah warga seisi kampung mendengar adzan yang dikumandangkan oleh Bapak. Reaksinya beragam, anak kecil awalnya heran kemudian ketawa terbahak-bahak. Orang dewasa hingga orang tua menganggap Bapak sudah gila dan kemudian tertawa pula.

Bapak melakukan itu karena ingin menyadarkan warga kampung agar kembali melakukan sholat berjama’ah di masjid. Pikirnya setelah ia membikin gempar warga kampung dengan adzan pukul 08:00 itu, bisa membuat warga datang ke masjid dan menanyakan apa yang dia lakukan. Nyatanya tak sesuai dengan dugaan, apa yang Bapak lakukan itu tak berpengaruh sama sekali, warga kampung tak satu pun datang ke masjid. Saya kasihan melihat Bapak kepayahan. Apa pula sebab warga kampung tak mau sholat di masjid? Heran saya. Inikah tanda-tanda akhir dari umur dunia?

Saya kemarin membaca buku berjudul Huru-Hara Hari Kiamat, memang sempat kuingat salah satu tanda-tanda kiamat yang dijelaskan oleh penulis di dalam buku itu; Orang-orang akan disibukkan dengan urusannya masing-masing. Maka bertambah yakinlah saya dengan kejadian yang terjadi di kampungku ini. Untuk urusan sholat berjam’ah di masjid, bukanlah sesuatu yang menjadi prioritas. Susah-payah Bapakku melakukan berbagai cara dan menyeru warga kampung untuk memakmurkan masjid. Karpet-karpet yang usang diganti dengan yang baru. Sebelum Marbot Li hilang, ia selalu menyemprotkan karpet itu dengan wewangian. Tapi jama’ah makin berkurang saja. Sudah keterlaluan! Benar-benar kiamat akan tiba dalam waktu dekat. Dan saya harus segera menghafal sepuluh ayat pertama Surah Al-Kahfi, tentu saja.

Bapak masih saja seorang diri yang sholat di masjid. Adzan yang dikumandangkan tidak pada waktunya kini sudah sering Bapak lakukan. Hari ini terhitung sudah sepuluh kali adzan dikumandangkan. Warga kampung tak satu pun yang menyahut. Benar-benar gila! Sedangkan kabar Marbot Li masih belum jelas. Keadaan ini cukup membuat Bapakku hilang akal. Bisa-bisa ia dicap sebagai takmir sekaligus imam masjid yang gagal, dan gila.

Di kampungku takmir merangkap jabatan sekaligus sebagai imam masjid. Bapak dipilih oleh warga sebagai takmir. Tapi kenapa Bapak malah dicampakkan oleh warga kampung pula? Apa sebab? Ah, saya benar-benar bingung.

Kini makan pun Bapak tak mau. Kalau pun makan, itu Mamak yang paksa. Bapak tak mau makan kalau tidak dipaksa. Bapak benar-benar berubah. Tak ada yang dipedulikan. Saya bingung harus berbuat apa. Bapak lebih sering duduk diam termenung dengan mata memandang jauh dan kosong. Saya khawatir Bapak benar-benar akan menjadi gila seperti yang kemarin Pak Koce katakan.

“Eh, Ati! Apa Bapakmu sudah gila? Hari ini adzan sudah sepuluh kali dikumandangkan olehnya. Siapa yang mau sholat di masjid kalau begitu jadinya?”

Untuk mengobati perasaan Bapak, saya diajak Mamak sholat ke masjid. Kami bertiga berjalan beriringan, tanpa sepatah kata keluar dari mulut. Bapak berjalan paling depan. Sepanjang jalan Bapak mengajak anak-anak yang main di pinggir jalan untuk sholat di masjid, tapi anak-anak pada lari ketakuatan seperti dikejar maling.

Saya bergidik ketika Bapak mengumandangkan adzan maghrib. Suara Bapak memang tak pantas untuk mengumandangkan adzan, jelek. Apa mungkin karena suara Bapak yang tak sedap didengar sehingga membuat warga kampung tak ada yang mau sholat berjama’ah di masjid? Ah tak masuk akal. Sebelum hilang, Marbot Li  yang selalu mengumandangkan adzan, walau dengan suara yang sama tak sedapnya dengan suara Bapak. Mungkin warga kampung juga jengkel dengan suara adzan Marbot Li. Tapi tidak dengan Bapak. Bapaklah yang menunjuk Li untuk menjadi Marbot. Kini belum sampai dua bulan menjadi marbot, ia sudah hilang bagai ditelan bumi.

Apa yang terjadi kemudian cukup membuat Bapak terkejut. Saya dan Mamak juga ikut terkejut melihat Bapak. Bapak kemudian menangis. Tapi saya dan Mamak tak ikut menangis. Ada pengumuman mengejutkan menggunakan toa balai desa. Dari suaranya yang penuh wibawa, dapatlah saya mengenali orang yang berbicara itu. Kepala Desa, ya betul Kepala Desa.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!! Untuk sementara waktu, tempat untuk melaksanakan sholat berjama’ah dialihkan dari masjid ke aula balai desa!!” Suaranya lantang.

“Sekali lagi! Untuk sementara waktu, tempat untuk melaksanakan sholat berjama’ah dialihkan dari masjid ke aula balai desa. Pengumuman ini berlaku mulai besok pada waktu Sholat Shubuh!”

Maka mulai saat itu saya lihat Bapak sudah benar-benar seperti orang gila. Diam termenung dengan mata yang memandang jauh dan kosong. Makan tak mau. Minum tak mau. Istri dan anak tak dihiraukan. Bahkan ke masjid pun enggan. Mamak selalu menangis melihat Bapak. Seringkali Mamak membujuk Bapak untuk makan atau hanya sekadar mengajaknya ngobrol pun tak disahut. Saya juga ikut menangis melihat Mamak kewalahan membujuk Bapak. Mamak hari ini akan ke dokter; memanggil dokter untuk memeriksa—menyembuhkan Bapak. Namun setelah diperiksa, Bapak tidak memiliki suatu penyakit apapun.

“Bapak hanya perlu istirahat yang cukup saja,” kata dokter.

Belakangan ini kuketahui dari seorang sahabat penyebab warga kampung tak lagi mau sholat berjama’ah di masjid. Saya senang bukan main. Begini kata sahabat saya.

“Mereka tak suka seruan Tuhan itu diperantarai oleh Marbot Li. Masa bekas orang gila bisa mewakili seruan Tuhan Yang Maha Mulia untuk memanggil orang-orang waras? Apalagi dalam urusan agama? Sah-kah seruan Tuhan itu diperantarai oleh bekas orang gila? Urusan agama jangan dianggap main!” kata mereka.”

Dia berpikir sejenak, dan saya hanya manggut-manggut mendengar sahabat ini berbicara. Sahabat ini menelan ludah dan melanjutkan.

“Kata mereka, ini semua ulah Bapakmu. Mereka benci pada Marbot Li sekaligus kepada Bapakmu. Karena Bapakmu yang menunjuk Marbot Li untuk menjadi marbot. Kalau kamu menyaksikan beberapa hari lalu bagaimana Marbot Li dibikin resah oleh ulah warga kampung, saya bisa pastikan kamu akan ikut malu! Semua karena Bapakmu!”

Saya sedikit terkejut.

“Marbot Li dipermalukan di depan orang banyak oleh anak-anak kecil atas suruhan para orang tua. Sekali saya melihat, Marbot Li sedang meminta sumbangan beras dari rumah ke rumah untuk keperluan kas masjid dengan ember ukuran sedang diletakkan di atas pundaknya. Datanglah anak kecil dari belakang menarik sarung Marbot Li. Dan itu, kalau kamu lihat kamu akan malu!! Mana Marbot Li tak pakai celana dalam pula.”

“Orang yang melihat saja sudah malu, apalagi orang yang mengalami. Spontan ia melepaskan tangannya yang menopang ember di atas pundaknya itu untuk menaikkan sarungnya yang ditarik tadi. Dan itu, ember di atas pundaknya tadi, jatuh dan beras tumpah-ruah ke tanah!! Serentak orang-orang yang melihat menyoraki dengan tawaan sinis. Saya tak bisa membantunya, bisa-bisa saya dianggap cem-ceman Marbot Li.”

“Marbot Li dibully habis-habisan oleh warga kampung. Ia dikatai sebagai orang gila. Orang gila tak pantas menjadi marbot. Karena tugas marbot tak hanya membersihkan masjid dan meminta sumbangan untuk kas masjid, juga bertugas mengumandangkan adzan. Adzan adalah seruan Tuhan. Seruan Yang Maha Mulia. Dan seruan Tuhan tak boleh diwakilkan oleh bekas orang gila. Tidak sah!!, kata mereka.”

Saya asyik menyimak.

“Semua karena Bapakmu.”

Sebentar lagi masuk waktu Sholat Maghrib, Bapak tak kunjung mau dibujuk untuk sholat ke masjid lagi. Dan yang lebih menyayat hati, Bapak disoraki sebagai orang gila oleh anak-anak nakal yang berjalan di depan rumah kami setiap sore hari.

Tahu-tahu terdengar suara adzan di masjid. Sebelumnya suara adzan terdengar lantang di balai desa. Tapi kali ini suara adzan di balai desa tak terdengar. Suara itu nampaknya berpindah ke masjid. Suara adzan yang mengesankan kemenangan baru saja diraih. Tinggi melengking dengan nada yang elok didengar. Nada yang tak pernah dipakai oleh siapapun sebelumnya. Tentu Bapak kaget mendengar adzan itu.

“Marbot Li! Itukah Marbot Li?” katanya takjub. “Indah betul adzannya kini!”

Bapak bergegas memakai sarung dan mengambil peci hitam yang biasa digantung di tiang rumah. Ia segera menuju masjid, memenuhi panggilaan sholat dari Tuhan semesta alam yang diperantarai oleh marbot pilihannya, marbot kesayangannya, yang beberapa hari lalu pergi menghilang entah ke mana. Dengan sigap ia turun dari tangga rumah, posisi pecinya tampak belum terlalu bagus, miring. Mamak terharu melihat Bapak segirang itu. Dan saya juga ikut terharu melihat Mamak.

“Pak! Makan dulu!” teriak Mama

Tapi Bapak sudah hilang dari pemandangan.

Tak lama waktu berselang, Bapak kembali dengan wajah kuyu dan badan lunglai. Ia berjalan dengan pandangan mata yang tak lepas dari kedua kakinya. Mamak bertanya ada apa gerangan, namun sama sekali tak disahut oleh Bapak. Kini Bapak berbalik badan, berjalan mundur menaiki tangga rumah dan duduk pada anak tangga yang paling atas dengan padangan mata yang jauh dan kosong.

Bapak tak habis pikir, kenapa Ba Sedo, anak buah Kepala Desa yang dulu jadi tim sukses di Pilkades itu, bisa menirukan lengkingan adzan Marbot Li dengan begitu mirip.    [T]

*Cerpen ini hasil workshop penulisan cerpen sehari dalam acara Mahima March March March, 14 Maret 2020 di Rumah Belajar Komunitas Mahima.

Tags: Cerpen
Previous Post

Balas Dendam

Next Post

Covid-19 dan Pesan Jitu Presiden Jokowi

Pandu Kalam

Pandu Kalam

Lahir di Kalampa, Woha, Bima-NTB pada tanggal 04 Juli 1999. Kini merantau ke Singaraja-Bali dan aktif di organisasi dalam maupun luar kampus.

Next Post
Covid-19 dan Pesan Jitu Presiden Jokowi

Covid-19 dan Pesan Jitu Presiden Jokowi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co